Menimbang Argumentasi Perkaderan PMII
A. Citra Diri Ulul Albab
Individu-individu yang membentuk komunitas PMII dipersatukan oleh
konstruks ideal seorang manusia. Secara idelogis, PMII merumuskannya sebagai
ulul albab-citra diri seorang kader PMII. Ulul albabsecara umum didefinisikan
sebagai seseorang yang selalu haus akan ilmu pengetahuan (olah pikir) dan ia
pun tak pula mengayun dzikir. Dengan sangat jelas citra ulul albab disarikan
dalam motto PMII dzikir, pikir dan amal sholeh.
Dalam Al Qur’an
secara lengkap kader ulul albab digambarkan sebagai berikut :
1. Al-Baqarah (2): 179
“dan dalam hokum qishas itu ada (jaminan
kelangsungan) hidup bagimu, hai Ulul Albab, supaya kamu bertaqwa.
2. Al-Baqarah (2): 197
“ dan apa yang kamu kerjakan berupa kebaikan, niscaya
Allah mengetahuinya. Berbekallah, dan sebaik-baik bekal adalah taqwa dan
bertaqwalah kepada-Ku wahai Ulul Albab.”
3. Al-Baqarah (2); 296
“Allah menganugerahkan al-hikmah (kefahaman yang
mendalam tentang Al-Quran dan Hadits) kepada siapa saja yang Dia kehendaki. Dan
barang siapa dianugerahi al-hikmah itu, maka ia benar-benar dianugerahi karunia
yang banyak. Dan hanya Ulul Albab-lah yang dapat mengambil pelajaran.”
4. Ali-Imran
(3):190
“dialah yang
menurunkan al-kitab kepada kamu. Diantra (isi)nya ada ayat-ayat muhkamah itulah
pokok-pokok isi Al-Qur’an dan yang lain (ayat-ayat) mutasyabihat, Adapun orang
yang dalam hatinya condong kepada kesesatan, maka mereka mengikuti sebagian
ayat-ayat mutasyabihat untuk menimbulkan fitnah dan untuk mencari-cari Tugas
Akhir’wilnya, padahal tidak ada orang yang tahu Tugas Akhir’wilnya kecuali
Allah. Dan orang-orang yang mendalam ilmunya mengatakan: “kamu beriman kepada
ayat-ayat mutasyabihat, semua itu dari sisi Tuhan kami.” Dan kami tidak dapat
mengambil pelajaran (darinya) melainkan Ulul Albab.”
5. Ali Imran (3): 190
“sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi
dan silih bergantinya malam dan siang terdapat tanda-tanda bagi Ulul Albab.”
6. Al-Maidah (5) 100
“katakanlah : tidak sama yang buruk dengan yang
baik, meskipun banyaknya yang buruk itu menarik hatimu, maka betaqwalah kepada
Allah hai Ulul Albab, agar kamu mendapat keuntungan.”
7. Al-ra’d (13): 19
Adakah orang yang mengetahui bahwasanya apa yang
diturunkan kepadamu dari Tuhanmu itu benar-benar sama dengan orang yang buta?
Hanyalah Ulul Albab saja yang dapat mengambil pelajaran.”
8. Ibrahim (14); 52
“(Al-Quran) ini adalah penjelasan sempurna bagi
manusia, dan supaya mereka diberi peringatan denganya, dan supaya mereka
mengetahui bahwasanya Dia adalah Tuhan yang Maha Esa dan agar Ulul Albab
mengambil pelajaran.”
9. Shaad (38): 29
“ini adalah sebuah kitab
yang diturunkan kepadamu penuh dengan berkah supaya mereka memperhatikan
ayat-ayatnya dan supaya mendapat pelajaran Ulul Albab.”
10. Shaad (38): 29
“ dan kami anugerahi dia (dengan mengumpulkan
kembali) keluarganya dan (kami tambahkan) kepada mereka sebanyak mereka pula
sebagai rakhmat dari Kami dan pelajaran bagi Ulul Albab.”
11. Al-Zumar (39):
9
“(Apakah kamu hai orang-orang musrik yang lebih
beruntung)ataukah orang-orang yang beribadat diwaktu malam dengan sujud dan
berdiri, sedang ia takut kepada (azab) akhirat dan mengharapkan rahmat Tuhanya?
Katakanlah: “adakah sama orang-orang yang mengetahui dengan orang-orang yang
tidak mengetahui?” sesungguhnya Ulul Albab-lah yang dapat menerima pelajaran.”
12. Al-Zumar: (39): 17-18
“dan orang-orang yang menjauhi taghut (yaitu)
tidak menyembahnya dan kembali kepada Allah, bagi mereka berita gembira, sebab
itu sampaikanlah berita itu kepada hamba-hamba-Ku, yang mendengarkan perkataan
lalu mengikuti apa yang paling baik di antaranya. Mereka itulah orang-orang
yang telah diberi Allah petunjuk dan mereka itulah Ulul Albab.”
13. Al-Zumar (39): 21
“ Apakah kamu tidak memperhatikan bahwa
sesungguhnya Allah menurunkan air langit dari bumi, maka diaturnya menjadi
sumber-sumber air di bumi kemudian ditumbuhkan dengan air itu tanaman-tanaman
yang bermacam-macam warnanya, lalu ia menjadi kering lalu kamu melihatnya kekuning-kuningan,
kemudian dijadikan-Nya hancur berderai-derai. Sesungguhnya pada yang demikian
itu benar-benar terdapat pelajaran bagi Ulul Albab.”
14. Al-Mu’min (40): 53-54
“ dan sesungguhnya telah Kami berikan petunjuk
kepada Musa, dan kami wariskan taurat kepada Bani Israil untuk menjadi petunjuk
dan peringatan bagi Bani Ulul Albab.”
15. Al-Talaq (65):10
“ Qallah menyediakan bagi mereka (orang-orang
yang mendurhakai perinath Allah dan rasul-Nya) azab yang keras, maka
bertaqwalah kepada Allah hai Ulul Albab, yaitu orang-orang yang beriman.
Sesungguhnya Allah telah menurunkan peringatan kepadamu.”
Dari
elaborasi teks di atas, komunitas ulul-albab dapat dicirikan sebagai berikut :
(secara skematik dapat dirumuskan dalam bagan)
a. Berkesadaran histories-primordial atas relasi
Tuhan-manusia-alam.
b. Berjiwa optimis-transedental atas kemampuan
mengatasi masalah kehidupan/.
c. Berpikir secara dialektis.
d. Bersikap kritis.
e. Bertindak Transformatif
Sikap atau gerakan seperti
ini bisa berinspirasi pada suatu pandangan keagamaan yang transformatif. Nah,
Ulul Albab adalah orang yang mampu mentransformasikan keyakinan keagamaan atau
ketaqwaan dalam pikiran dan tindakan yang membebaskan: , melawan thaghut.
B. Ulul Albab Adalah Kader Pelopor
Ulul Albab itulah yang
dalam bahasa pergerakan disebut dengan kader pelopor (vanguardist).
Kepeloporan dalam pengertian apa? Siapakah sebenarnya kader pelopor tersebut?
Asal usul istilah pelopor
berasal dalam khasanah politik. Pertama kali diperkenalkan oleh Lenin di Rusia
pada sekitar tahun 1980-an. Istilah itu digunakan untuk menyebut suatu partai
pelopor (Vanguard party). Artinya, kepeloporan pada mulanya bermakna
politik. Dalam penertian lenian ini kepeloporan dimaknai sebagai kepeloporan
politik atau propaganda. Partai pelopor
Berkesadaran historis-primordial atas relasi Tuhan-Manusia-alam
|
Yang utama dari ayat-ayat tentang ulul albab adalah bahwa mereka
merupakan manusia yang memiliki kesadaran teologi yang dibangun dari
pandangan dunia bahwa : (1) manusia adalah makhluk yang terikat dengan
“perjanjian primordial” dengan tuhan dan karenanya manusia selalu hidup dalam
bingkai ke-tuhanan; dan (2) bahwa untuk melaksanakan perjanjian tersebut
keberagamaan manusia harus mampu mentransformasikan keyakinan dalam bentuk
pemikiran atau filsafat hidup untuk mengelola dunia dengan segala
persoalannya berdasarkan hukum-hukum sosial dan proses kesejarahan yang dapat
dipertanggungjawabkan. Manusia bertanggung jawab sepenuhnya atas proses
sejarah yang terjadi dan dia tidak bisa mengelak atau melarikan diri dari
tanggung jawab itu, Karen apertanggung jawaban dimaksud adalah pertanggung
jawaban kepada Tuhan karena ia sudah terikat dalam perjanjian primordial
sebagai insane berketuhanan dan sebagai khalifah di bumi.
|
Berjiwa optimis transedental atas kemampuan pribadi dalam mengatasi
semua persoalan kehidupan
|
Sikap optimis-transedental sejatinya hanya dan selalu lahir dari
jiwa orang-orang yang bertaqwa. Dalam al-quran disebutkan bahwa “barang siapa
yang bertaqwa kepada Allah, maka Allah
akan selalu memberikan kepadanya jalan keluar.” (al-Talaq (65): 2).
Ketaqwaan atau juga kesadaran transendental sesungguhnya selalu berkorelasi
positif dengan sikap sikap optimis. Artinya pesimisme adalah cermin dari
orang-orang yang “bertaqwa”, atau bertaqwa tetapi ia tidak mampu memaknai
ketaqwaanya dan tidak bisa mentransformasikan ketaqwaan itu dalam kecakapan
pribadi dan kepercayaan diri yang dipupuk dengan prinsip-prinsip hidup utama.
Jadi kader ulul albab adalah kader yang bertaqwa (al-Talaq(65) :10; al-Maidah
(5):100; al-Baqarah (2) 179, 197). Ini berarti taqwa harus dimaknai sebagai
keyakinan yang hidup diatas kesadrab transedental yang darinya akan lahir
pribadi yang teguh memegang prinsip dan disertai komitmen yang konsisten
untuk membangun suatu orde keadilan. Komitmen itu sendiri lahir dari suatu
pandangan teologis yang mapan, bahwa tugas manusia di dunia adalah “mengelola
dunia dann menjaga agama”
|
Berpikir dialektis-struktural dalam melihat berbagai peristiwa
sosial masyarakat
|
Dalam ayat-ayat tentang Ulul Albab diatas jelas dinyatakan
pentingnya berpikir dialketis menyangkut fakta atau persoalan yang terkait
dengan hokum-hukum alam yang permanen atau hukum-hukum sosial yang bisa
direkayasa oleh manusia sendiri. (Misalnya dialektika sebab akibat, siang
malam, tumbuh mati). Cara berpikir dialektis dengan sendirinya akan berporos
pada usaha pengembangan struktur sosial yang lebih baik melalui kerangka
aksi-refleksi-aksi, dst, konteks-teks-konteks, struktur-kultur-struktur, dst.
Sebagai contoh, dalam melihat suatu fakta atau persoalan sosial dalam
kerangka pikir dialektis structural, maka pertama akan melakukan aksi,
melihat konteks, dan mengupayakan perubahan dengan pendekatan structural.
Baru kemudian diperlukan refleksi, melihat kembali khazanah kulutural yang
adadan juga mencari rujukan teks yang diperlukan. Setelah itu kembali lagi ke
aksi, konteks, dan struktur.
|
Bersikap kritis-prasporsional menghadapi berbagai perbedaan dan
pluralitas pendekatan, sudut pandang, dan ideologiyang berekembang erkembang
dimasyara
|
Salah satu karakter utama dan menonjol kader ulul albab adalah bahwa
ia selalu mengambil pelajaran dari berbagai peristiwa dan fakta yang ada
ditengah masyarakat. Mampu mengambil pelajaran artinya ia bisa membuat suatu
refleksi dan identifikasi/pemetaan masalah dengan mengedepankan cara berpikir
kritis-proporsional. Kritis juga berarti berkemampuan untuk menyampaikan
pesan secara akurat sehingga ulul albab selalu menjadi corong yang mampu me
|
Berkembang di
masyarakat.
Bertindak transformatif cultural
|
Mampu menyampaikan dan menyelesaikan persoalan dengan bahsa kaumnya.
Salah satu karakter utama dan menonjol kader ulul albab adalah bahwa
ia selalu mengambil pelajaran dari berbagai peristiwa dan fakta yang ada
ditengah masyarakat. Mampu mengambil pelajaran artinya ia biasa membuat suatu
refleksi dan identitas/ pemetaan masalah dengan mengedepankan cara berpikir
kritis-proporsional. Kritis juga berarti berkemampuan untuk menyampaikan
pesan secara akurat sehingga ulul albab selalu menjadi corong yang mampu menyampaikan
dan menyelesaikan persoalan dengan bahasa kaumnya.
|
C. Macam Dan Pengertian Perakaderan PMII
Kaderisasi PMII pada hakekatnya adalah totalitas
upaya-upaya yang dilakukan secara sistematis dan berkelanjutan untuk membina
dan mengembangkan potensi dzikir, fikir dan amal soleh setiap insan pergerakan.
Secara kategoris dapat dipilih dalam tiga bentuk yakni: Perkaderan Formal
Basic, Perkaderan Formal Pengembangan dan Perkaderan Informal. Ketiga
bentuk ini harus diikuti oleh segenap warga pergerakan, sehingga pada saatnya
kelak akan terwujud kader yang berkualitas ulul albab.
Perkaderan formal basic meliputi tiga
tahapan dengan masing-masing follow-up-nya. Ketiganya itu adalah Masa
Penerimaan Anggota Baru (Mapaba), Pelatihan Kader Dasar (PKD), dan Pelatihan
Kader Lanjutan (PKL). Ketiga tahapan dengan follw-up yang menyertai itu
merupakan satu kesatuan tak terpisahkan, karena kaderisasi PMMI pada hakekatnya
merupakan proses terus menerus, baik di dalam maupun di luar forum kaderisasi (long-life-education).
Perkaderan Formal Pengembangan adalah berbagai
pelatihan dan pendidikan yang ada di PMII. Perkaderan jjenis ini dibedakan
dalam dua macam, yakni 1) yang wajib diikuti oleh segenap kader secara mutlak,
dan 2) yang wajib di ikuti sebagai pilihan. Yang sifatnya wajib mutlak,
disamping sebagai pembekalan mengenai hal-hal dasar yang harus dimiliki kader
pergerakan, juga merupakan prasyarat bagi keikutsertaan kader bersangkutan
dalam PKD atau PKL.
Sedang perkaderan informal
adalah keterlibatan kader pergerakan dalam berbagai aktifitas dan peran
kemasyarakatan PMII. Baik dalam posisi sebagai penanggung jawab, menjadi bagian
dari team work, atau bahkan sekedar partisipan. Perkaderan jenis ini
sangat penting dan mutlak diikuti. Disamping sebagai tolak ukur komitmen dan
militansi kader pergerakan, juga jauh lebih real disbanding pelatihan-pelatihan
formal lain, karena langsung bersinggungan dengan realitas kehidupan.
Di atas semua pelatihan tersebut terdapat satu
pelatihan lagi yakni pelatihan fasilitator. Pelatihan ini dimaksudkan untuk
menciptakan kader-kader pergerakan yang secara terus menerus akan membina dan
menangani berbagai forum perkaderan di PMII. Pelatihan lebih utama ditujukan
bagi kader-kader potensial yang telah mengikuti semua bentuk perkaderan
sebelumnya, dan yang telah teruji komitmennya terhadap PMII maupun aktifitas
dan peran-peran sosial.
D. Penjenjangan Kaderisasi
Secara berurutan ,
penjenjangan pelatihan-pelatihan, baik pelatihan formal basic, pelatihan
formal pengembangan maupun pelatihan informal dan pelatihan Fasilitator adalah
sebagai berikut:
1.
Masa
Penerimaan Anggota Baru, disingkat MAPABA.
Mapaba merupakan forum
pengkaderan formal basic tingkat pertama. Disamping sebagai masa
penerimaan anggota, forum ini juga sbagai wahana pengenalan PMII dan penanaman
nilai (doktrinasi) dan idealisme sosial PMII.
Pada fase ini harus ditanamkan
makna idealisme yang bermuatan relegius bagi mahasiswa dan urgensi perjuangan
untuk idealisme itu melalui PMII baik pada struktur formalnya sebagai
organisasi maupun pada aspek substansinya sebagai komunitas gerakan mahasisiwa
yang berkatar kultur Islam. Karena itu terget yang harus dicapai pada fase ini
adalah tertanamnya keyakinan pada setiap individu anggota bahwa PMII adalah
organisasi kemahasiswaan yang paling tepat untuk mengembangkan diri dan
memperjuangkan idealisme tersebut. Dari tahap ini output yang diharapkan
adalah anggota yang mu’taqid.
Follow up Mapaba
Merupakan forum pengayaan
wawasan ketrampilan anggota baru, sekaligus menjadi salah satu persyaratan
untuk memasuki tahap kedua perkaderan formal basic (PKD). follow up
Mapaba diarahkan pada studi-studi fakultatif, sebagai upaya pengembangan diri
kader pergerakan. Studi fakultatif ini dilakukan melalui forum small group
di mana kader diarahkan untuk memiliki scientific attitude dengan
melakuakan pengkajian-pengkajian secara intensif dan terus menerus mengenai
berbagai persoalan actual di bidang agama dan keberagaman, sosial budaya,
politik, ekonomi, dan lain-lain.
Selain follow up di atas, setelah Mapaba seorang
kader pergerakan juga harus mengikuti dua pelatihan formal pengembangan, yang
juga merupakan syarat mutlak bagi keikutsertaan kader bersangkutan dalam PKD.
Kedua pelatihan itu adalah:
a.
Studi Epistemologi
Studi ini dimaksudkan untuk
membekali kader pergerakan dengan perangkat paling dasar ilmu pengetahuan, yang
juga meliputi ontology dan aksiologinya. Panduan dan kurikulum pelatihan ini
dapat dilihat pada bagian ketiga buku ini.
b.
Pengembangan
Ketrampilan Bahasa Asing (Inggris elementary).
Target wajib minimal yang
harus dicapai adalah penguasaan atas kosa kata dan kalimat-kalimat percakapan
sehari-hari. Pelatihan ini dapat dilakukan secara individual dengan mengikuti
kursus reguler atau yang diadakan oleh PMII sendiri.
2.
Pelatihan
Kader Dasar, disingkat PKD
Pelatihan Kader Dasar merupakan perkaderan formal basic tingkat
kedua. Pada fase ini persoalan doktrinasi nilai-nilai dan misi PMII, penanaman
loyalitas dan militansi gerakan, diharapkan sudah tuntas. Target yang harus
dicapai pada fase ini adalah terwujdnya kader-kader militan, mempunyai komitmen
moral dan dasar-dasar kemampuan praksis untuk melakukan Amar ma’ruf nahi
munkar.
Dalam PKD, kepada peserta mulai diperkenalkan berbagai berbagai model
gerakan, prinsip prinsip dasar Analisa Sosial,dasar-dasar Advokasi dengan
segala macam bentuknya serta dasar-dasar
managerial pengelolaan aktifitas dan gerakan. Output dari PKD adalah
seorang kader pergerakan yang siap terjun di tengah masyarakat.
Follow up PKD
MerupakaN forum pengembangan wawasan dan keahlian kader sekaligus
menjadi persyaratan untuk memasuki tahap ketiga Pelatihan Formal Basic (PKL). Follow
up PKD diarahkan pada studi-studi pengembangan atau diskusi-diskusi intens,
sebagai upaya peningkatan kualitas kader pergerkan. Studi intens ini dilakukan
melalui forum small group, dimana kader diarahkan untuk memiliki sense
of movement dengan melakukan pemgkajian-pengkajian secara intensif dan
terus menerus mengenai berbagai persolan actual di masyarakat dan tokoh-tokoh
gerakan rakyat dan atau gerakan sosial. Apabila dipandang perlu, forum small
group dapat didampingi oleh seorang fasiliitator atau kader dengan
kualifikasi telah lulus PKL, serta memiliki penguasaan yang relatif lebih luas
atas persoalan yang menjadi konsens dari small group yang bersangkutan.
Selain follow up di atas, setelah PKD seorang kader pergerakan
juga harus mengikuti dua pelatihan formal pengembangan, yang juga merupakan
syarat mutlak bagi keikutsertaan kader bersangkutan dalam PKL. Kedua pelatihan
itu adalah:
a. Sekolah Analisa Sosial
Disamping dimaksudkan untuk memperkokoh komitmen sosial warga
pergerakan, pelatihan ini juga dimaksudkan untuk membekali kader pergerakan
tentang perangkat analisa sosial yang mutlak diperlukan dalam berbagai aksi dan
kemasyarakatan PMII. Panduan dan kurikulum pelatihan ini dapat dilihat pada
bagian ketiga buku ini.
b. Pengembangan Ketrampilan
Bahasa Asing (Inggris intermediate)
Target wajib minimal yang harus dicapai adalah selain penguasaan dalam
memahami naskah-naskah berbahasa Inggris (transltion) juga kemahiran (fluently)
atas kosa kata dan kalimat-kalimat percakapan forum (English of meeting)
Pelatihan ini dapat dilakukan secara individual dengan mengikuti kursus reguler
atau yang diadakan oleh PMII sendiri.
Setelah PKD, seorang kader pergerakan harus mengikuti minimal satu
pelatihan formal pengembangan yang bersifat pilihan, yang juga merupakan syarat
mutlak bagi keikutsertaan kader bersangkutan dalam PKL. Pelatihan formal
pengembangan kader atas pilihan-pilihan peran sosial transformatif atau gerakan/aksi
minat, kecenderungan dan potensi masing-masing kader. Pelatihan-pelatihan
tersebut adalah:
1.
Pelatihan Advokasi Hukum (Pralegal)
Pelatihan ini
dimaksudkan untuk melahirkan kader-kader yang memiliki kesadaran kritis
terhadap terjadinya pelanggaran HAM dan civil violent serta kemampuan
praksis dalam melakukan penegakan hokum pada segenap sector kehidupan.
2. Pelatihan Advokasi Petani dan Nelayan
Pelatihan ini dimaksudkan unutk melahirkan
kader-kader yang memiliki kesadaran kritis terhadap terjadinya marginalisasi
atas petani/nelayan serta kemampuan praksis dalam melakukan penguatan
(empowerment) terhapadap mereka.
3.
Pelatihan Advokasi Lingkungan
Pelatihan ini selain dimaksudkan untuk membekali
kader pergerakan dengan diskursus lingkungan beserta konsepsi paradigmatic yang
mendasarinya; dan terjadinya pelanggaran hokum lingkungan; juga kemampuan
analitis dan praksis serta managerial dalam penegakan hokum lingkugan menuju
terciptanya tatanan semua aspek kehidupan yang ramah lingkungan.
4. Pelatihan advokasi Buruh
Pelatihan ini
dimaksudkan untuk melahirkan kader-kader yang memiliki kesadaran kritis
terhadap terjadinya marginalisasi atas buruh serta kemampuan praksis dalam
melakukan penguatan (empowerment)terhadap mereka.
5.
Pelatihan Advokasi Perempuan
Pelatihan ini dimaksudkan untuk melahirkan
kader-kader yang memilii wawasan tentang kesetaraan gender dan kesadaran kritis
terhadap terjadinya ketidak-adilan atas perempuan serta kemampuan praksis dalam
melakukan penegakan atas hak-hak mereka.
6.
Pelatihan Penelitian Akademik
Pelatihan ini selain dimaksudkan untuk membekali
kader pergerakan dengan perangkat dasar ilmu pengetahuan beserta aspek
ontologis dan aksiologisnya, juga untuk membekali kemampuan analitis dan
metodologis dalam pembuktian akademik terhadap kasus-kasus empirik khususnya
yang menyangkut sector-sektor kehidupan publik.
7.
Pelatihan Risaet Aksi Partisipatoris (PAR)
Pelatihan ini
selain dimaksudkan untuk membekali kader pergerakan dengan perangkat dasar ilmu
pengetahuan beserta aspek ontologis dan aksiologisnya, juga untuk membekali
kemampuan analitis dan metodologis dalam melakukan riset-riset aksi
partisipatoris.
8. Pelatihan Jurnalistik dan Manajemen Informasi
Pelatihan ini
selain dimaksudkan untuk membekali kader pergerakan dengan dimensi-dimensi
dasar jurnalistik dan informatika beserta aspek ontologis dan aksiologisnya,
juga untuk membekali kemampuan analitis dan praksis atau managerial dalam
pengelolaan informasi dan penciptaan opini.
9. Pelatihan Kewirausahaan dan Penguatan Ekonomi
Rakyat
Pelatihan ini selain dimaksudkan untuk melahirkan
kader-kader pergerakan yang memiliki kesadaran kritis dan transformatif
mengenai persoalan ekonomi dan politik, juga untuk membekali kemampuan praksis
dalam menciptakan dan memanfaatkan peluang pengembangan usaha dan
kewirausahaan, menuju terciptanya ekonomi rakyat yang kuat.
Panduan dan kurikulum untuk pelatihan-pelatihan
tersebut dapat dilihat pada bagian ketiga buklu ini.
3. Pelatihan Kader Lanjut, disingkat PKL
Tahapan ini merupakan fase spesifikasi untuk mengarahkan kader
kepada kemampuan pegelolaan organisasi secara professional. Dengan pemahaman
dan keyakinan terhadap nilai-nilai dan misi organisasi yang telah ditanamkan
pada PKD, maka dalam PKL ini kader ditempa dan dikembangkan seluruh potensi
dirinya untuk menjadi seorang pemimpin yang menyadari sepenuhnya amanah
kekhalifahanya dengan didukung oleh kematangan leadership dan kemampuan
managerial. Output dari pelatihan tahap ini adalah “Leader of Movement and
Institusion”.
Follow up PKL
Follow up PKL dilakukan
melalui (dalam bentuk) pengelolaan aksi sosial transformatif. Hal ini
dimaksudkan untuk peningkatan kualitas kepemimpinan kader pergerakan, baik
dalam rangka pengembangan organisasi maupun dalam memecahkan
persoalan-persoalan strategis yang berkaitan dengan dinamika internal
organisasi dan dinamika eksternal yang terjadi di masyarakat.
Selain follow up di atas, terdapat dua bentuk Pelatihan Paska
PKL, yakni:
1. Pelatihan Human dan Komunikasi Publik.
Pelatihan ini selain dimaksudkan untuk membekali
kader pergerakan dengan dimensi-dimensi dasar human realition dan
komunikasi publik, juga untuk membekali kemampuan praksis dalam pengembangan
kepribadian, melakukan komunikasi (lobby, negoisasi dll) serta kemampuan
menjalin kemitraan dengan berbagai pihak menuju terciptanya performance PMII
yang simpataik, perfect dan
disegani. Pelatihan formal pengembangan jenis ini wajib diikuti oleh semua
anggota pergerakan.
2. Pelatihan Fasilitator Pelatihan
Pelatihan ini dimaksudkan untuk melahirkan
kader-kader pergerakan yang memiliki kemampuan sebagai fasilitator untuk semua
jenis pelatihan yang di di PMII.
Panduan dan kurikulum untuk kedua jenis pelatihan
tersebut dapat dilihat pada bagian ketiga buku ini.
E. REFLEKSI
PKL DAN KADERISASI KAMPUS UMUM
Pelatihan Kader Lanjutan (PKL) telah
terselenggara dengan frekuensi relatif lebih banyak dari sebelumnya. Hal ini
terjadi karena inspirasi PKC dan cabang pelaksana PKL serta motivasi PB PMII
untuk melakukan kerjasama dalam penyelenggaraan pelatihan tingkat lanjutan
tersebut. Dengan pengalaman 9 kali pelaksanaan PKL di berbagai daerah memang
belum terlalu bisa menggambarkan sebagai perwujudan profil Alul Albab kader
secara maksimal dan merata. Namun, pemupukan ke arah penjenjangan perkaderan
secara tepat dari Mapaba, PKD dan follow-up kemudian PKL mengarah pada
keseriusan pembentukan profil kader seperti yang tercermin dalam Tujuan PMII
pada Bab IV pasal 4 Anggaran Dasar.
Selain frekuensi
pelaksanaan, perlu diketahui pula bahwa selama periode ini PKL dilaksanakan
dengan mengangkat isu-isu lokal di masyarakat, seperti advokasi pertambangan,
pemberdayaan masyarakat industri, studi politik masyaralat dan lainnya. Proses
pembelajaran dengan mengangkat beberapa isu tersebut dilakukan dengan metode
partisipatoris. Karena peserta belajar disumsikan sebagai orang yang telah
memiliki wawasan, pengalaman dan kemampuan.
Proses belajar dilakukan dengan model andragogi. Kelanjutan dari PKL di
beberapa daerah tersebut dengan membentuk solidaritas bersama mengenai isu-isu
kemasyarakatan yang rentan dengan intimidasi pemerintahan lokal. Hal ini
menjadi kesepakatan Rencana Tindak Lanjut oleh masing-masing peserta PKL di
beberapa daerah.
PKL dilaksanakan
dengan tujuan terciptanya kader profesional yang mengarah pada pembentukan
pribadi kader pada dua hal; kepemimpinan dan kemampuan manajemen kader. Dua hal
tersebut diharapkan menjadi bekal bagi kader PMII untuk melanjutkan masa
pengabdiannya sebagai ketua umum Pengurus Cabang, Pengurus Koordinator Cabang,
Pengurus Besar maupun sebagai bekal dalam rangka kompetisi di luar ruang PMII.
Kompetisi antar kader di dalam organisasi maupun di luar organisasi ini bisa
dilihat di mana kader PMII berada. Kalau kita menyangsikan “keberanian”
berkompetisi kader PMII selama ini, boleh jadi karena kader peserta PKL yang
dimiliki PMII masih relatif kurang. Untuk itu, proses pelaksanaan PKL ke depan
harus lebih matang di tingkat metode, kedalaman materi, kamatangan fasilitator
dan seleksi peserta yang ketat.
Kader PMII lulusan
PKD diharapkan menjadi kader mujtahid yaitu kader yang
bersungguh-sungguh untuk melakukan perjuangan dalam mengamalkan nilai-nilai
perjuangan pergerakan. Selain itu kader tersebut juga aktif melakukan
pergesekan pemikiran, sehinga muncul pemikiran-pemikiran baru dari mereka.
Sebagai mujtahid diasumsikan bahwa mereka belum memiliki kesadaran
profesionalitas untuk memimpin dengan manajemen yang bagus. Mereka baru merasa
mewakili segenap pengalaman dan bahan-bahan bacaan yang dipelajarinya. Kader mujtahid
juga diharapka memiliki kemampuan untuk menjadi organizer bagi segenap
potensi kritik untuk berada pada oposan sejati, tapi belum mampu mengorganiser
kekuatan eksternal untuk membangun akses politik-ekonomi dengan unsure-unsur di
luar komunitasnya.
Dengan
memperbandingkan antara kemampuan yang dibangun dalam pendidikan PKD dengan
keterampilan pada PKL, maka diharapkan muncul kesadaran kader PMII untuk lebih
banyak lagi mengadakan PKL. Betapa penting PKL dilaksanakan dalam rangka
mengantarkan setiap individu kader pada cita-cita menjadi insan Ulul Albab
sebagaimana tujuan organisasi.
Interaksi sosial
selalu menghasilkan perubahan, baik secara cepat maupun lambat, dari
pihak-pihak yang saling berinteraksi tersebut. Kajian-kajian teoritis yang
telah dibuat berkenaan dengan interaksi dan pertukaran antara organisasi dan
lingkungannya tersebut menunjukkan bahwa persaingan antar kelompok-kelompok
dalam kumpulan organisasi sejenis turut ditentukan oleh faktor-faktor
lingkungannya. Oleh karena itu perubahan-perubahan yang terjadi pada lingkungan
bersaing akan berpengaruh secara signifikan terhadap eksistensi dan kemampuan
suatu organisasi.
Pada sisi yang lain, secara internal setiap
organisasi mengalami pertumbuhan. Dalam telaah teori-teori organisasi sejumlah
pakar mencatat adanya kesamaan pola-pola tertentu dalam kehidupan organisasi
berdasarkan perbandingan antara usia organisasi dengan ukuran dan
kompleksitasnya, yang membawa pada kesimpulan berupa teori tahapan/fase-fase
pertumbuhan organisasi. Salah satu pakar yang terkenal dalam kajian pertumbuhan
organisasi adalah Larry Greiner. Greiner menyimpulkan sebagai berikut:
1. Setiap organisasi bertumbuh melalui suatu tahapan
atau fase-fase pertumbuhan tertentu;
2. Setiap fase pertumbuhan menciptakan krisisnya
sendiri, karena itu setiap fase “cenderung” diakhiri dengan suatu krisis;
3. Jika krisis dapat diatasi dengan tepat, maka
berakhirnya krisis merupakan awal dimulainya fase/tahapan baru dalam
pertumbuhan organisasi.
Umumnya suatu organisasi mengalami
tahapan/fase-fase kaderisasi dan krisisnya sebagai berikut:
a. Fase kreatifitas, berakhir dengan krisis
kepemimpinan
b. Fase pengarahan, berakhir dengan krisis otonomi
c. Fase pendelegasian, berakhir dengan krisis
pengendalian
d. Fase koordinasi, berakhir dengan red tape
crisis
e. Fase kolaborasi, dalam teori Greiner tidak jelas
krisis yang mengakhiri fase kolaborasi
Suatu krisis ditandai oleh beberapa gejala
diantaranya adalah: terjadinya konflik yang berlarut-larut dan terus menajam;
retaknya kohesivitas kelompok; menurunnya kinerja organisasi; serta tidak
tercapainya target-target dan tujuan pendirian organisasi. Kelambanan dan
kegagalan menangani gejala krisis akan mengarahkan organisasi pada puncak
krisisnya. Jika krisis tidak mampu direspons dengan tepat maka niscaya
organisasi akan mengalami kemunduran, atau kalaupun eksist namun action organisasi
tidak mampu memberi makna dan pengaruh signifikan bagi pemenuhan kebutuhan
internal maupun eksternal organisasi.
Greiner juga mencatat adanya kasus-kasus khusus
dimana organisasi tidak bertumbuh melalui tahapan dan krisis-krisis tersebut
secara berurutan, karena bisa saja suatu fase terlompati atau tidak diakhiri
dengan krisis. Selain itu Greiner tidak memberikan kelanjutan teorinya tentang
krisis apa atau apa yang terjadi sesudah fase kolaborasi. Namun sejumlah ahli
berpendapat bahwa pasca fase kolaborasi organisasi bertumbuh dari awal kembali,
tidak secara mekanistik melainkan secara organik.
Walaupun terdapat sejumlah catatan kritis
terhadap teori Greiner, namun teori ini dianggap cukup capable dan
relevan menjelaskan daur hidup organisasi; karena itulah teori ini sangat
sering dikutip dan dipakai.
Melalui fase-fase di atas organisasi dari jenis
apapun bertumbuh. Pada setiap fase dikembangkan strategi, struktur, sistem,
proses dan perilaku (kultur) yang berbeda, sebagai respons terhadap ukuran (size)
dan kompleksitas organisasi serta tantangan lingkungannya yang terus
berubah. Namun perlu dicatat bahwa suatu struktur, sistem, strategi dan kultur
yang berhasil pada suatu fase tertentu belum tentu tepat dipakai untuk fase
lainnya.
Krisis dalam organisasi terjadi tatkala
stabilitas organisasi terguncang, sejumlah fungsi organisasi tidak berjalan
optimal atau bahkan men-disfungsi. Penyebabnya bisa datang dari dalam maupun
dari luar organisasi, atau bersama-sama secara simultan. Akibat krisis adalah
menurun/merosotnya kinerja (performance) dan organisasi tak mampu
mencapai target-targetnya.
Agar organisasi tidak jatuh dalam krisis maka
setiap saat organisasi harus merespons gejala krisis dengan tepat, yaitu melalui pemetaan situasi dan
faktor-faktor problematik yang signifikan mempengaruhi kinerja dan pencapaian
target-target secara berkesinambungan, untuk kemudian melakukan penataan ulang
organisasi yang disesuaikan dengan kompleksitas pertumbuhan dan perubahan
lingkungannya.
Kebutuhan-kebutuhan baru akibat pertumbuhan
organisasi dan perubahan-perubahan lingkungan bersaing organisasi tersebut
perlu direspons secara tepat agar organisasi memiliki posisi persaingan yang
baik serta mampu menjawab persoalan-persoalan yang dihadapi oleh para anggota
organisasi secara khusus dan masyarakat secara umum merupakan tujuan
pembentukan organisasi PMII.
Post a Comment