PEMBUKAAN
Senantiasa
memohon dan menjadikan Allah SWT sebagai sumber segala kebenaran dan tujuan
hidup, Pergerakan Mahasiwa Islam Indonesia (PMI) berusaha menggali nilai-nilai
ideal-moral yang lahir dari pengalaman dan keberpihakan insan warga pergerakan
dalam bentuk rumusan-rumusan yang diberi nama Nilai Dasar Pergerakan (NDP)
PMII. Hal ini dibutuhkan untuk memberi kerangka, arti, motivasi pergerakan dan
sekaligus memberikan legitimasi dan memperjelas terhadap apa saja yang akan dan
harus dilakukan untuk mencapai cita-cita perjuangan sesuai dengan maksud
didirikannya organisasi ini.
NDP ini adalah tali pengikat (kalimatun
sawa’) yang mempertemukan semua warga pergerakan dalam ranah dan semangat
perjuangan yang sama. Seluruh warga PMII harus memahami dan
menginternalisasikan nilai dasar PMII itu, baik secara personal atau secara
bersama-sama, dalam medan
perjuangan sosial yang lebih luas dengan melakukan keberpihakan yang nyata
melawan ketidakadilan, kesewenang-wenangan, kekerasan, dan tindakan-tindakan
negatif lainnya. NDP ini, dengan demikian, memungkinkan warga PMII senantiasa
memiliki kepedulian sosial yang tinggi (faqih fi mashalih al-khalqi fi
al-dunya/ paham dan peka terhadap kemaslahatan makhluk di dunia)
BAB I
ARTI,
FUNGSI DAN KEDUDUKAN
· ARTI
NDP
adalah nilai-nilai yang secara mendasar
merupakan sublimasi nilai-nilai keIslaman (seperti kemerdekaan/al-hurriyah,
persamaan/al-musawa, keadilan/’adalah, toleran/tasamuh,
damai (al-shulh), dll) dan ke Indonesiaan (keberagaman suku, agama, dan
ras; beribu pulau; persilangan budaya) dengan kerangka pemahaman ahlussunnah
wal jama’ah yang menjiwai berbagai aturan, memberi arah, mendorong, serta
penggerak kegiatan-kegiatan PMII. Sebagai pemberi keyakinan dan pembenar
mutlak, Islam mendasari dan memberi spirit dan elan vital pergerakan yang
meliputi cakupan iman (aspek aqidah), Islam (aspek syari’ah)
dan Ihsan (aspek etika, akhlak
dan tasawuf) dalam upaya memperoleh kesejahteraan hidup di dunia dan
akhirat (sa’adah ad-darain). Dan sebagai tempat semai dan tumbuh,
Keindonesiaan memberi area berpijak, bergerak, dan memperkaya proses
aktualisasi dan dinamika pergerakan.
Dalam upaya memahami, menghayati dan
mengamalkan Islam tersebut, PMII menjadikan ahlussunnah wal jama’ah sebagai
manhaj al-fikr sekaligus manhaj al-taghayyur al-ijtima’i
(perubahan sosial) untuk mendekonstruksikan sekaligus merekonstruksi bentuk-bentuk
pemahaman dan aktualisasi ajaran-ajaran agama yang toleran, humanis,
anti-kekerasan, dan kritis-transformatif.
· FUNGSI
a. Kerangka Refleksi
Sebagai kerangka
refleksi, NDP bergerak dalam pertarungan ide-ide, paradigma, nilai-nilai yang
akan memperkuat tingkat kebenaran-kebenaran ideal. Ideal-ideal itu menjadi
sesuatu yang mengikat, absolut, total, universal berlaku menembus keberbagaian
ruang dan waktu (muhkamat, qoth’i). Kerangka refleksi ini, karenanya,
menjadi moralitas sekaligus tujuan absolut dalam mendulang capaian-capaian
nilai seperti kebenaran, keadilan, kemerdekaan, kemanusiaan, dll.
b.
Kerangka Aksi
Sebagai
kerangka aksi, NDP bergerak dalam pertarungan aksi, kerja-kerja nyata,
aktualisasi diri, pembelajaran sosial yang akan memperkuat tingkat
kebenaran-kebenaran faktual. Kebenaran faktual itu senantiasa bersentuhan
dengan pengalaman historis, ruang dan waktu yang berbeda-beda dan berubah-ubah,
kerangka ini memungkinkan warga pergerakan menguji, memperkuat atau bahkan memperbarui rumusan-rumusan
kebenaran dengan historisitas atau dinamika sosial yang senantiasa berubah. (Mutasyabihat,
Dzonni)
c.
Kerangka Ideologis
1.
Menjadi satu rumusan yang mampu
memberikan proses ideologisasi di setiap kader secara bersama-sama, sekaligus
memberikan dialektika antara konsep dan realita yang mendorong proses kreatif
di internal kader secara menyeluruh dalam proses perubahan sosial yang
diangankan secara bersama-sama secara terorganisir.
2.
Menjadi pijakan atau landasan bagi
pola pikir dan tindakan kader sebagai insan pergerakan yang aktif terlibat
menggagas dan proaktif memperjuangkan perubahan sosial yang memberi tempat bagi
demokratisasi dan penghargaan terhadap HAM.
· KEDUDUKAN
a. NDP menjadi sumber kekuatan ideal-moral dari
aktivitas pergerakan
b. NDP menjadi pusat argumentasi dan pengikat
kebenaran dari kebebasan berfikir, berucap dan bertindak dalam aktivitas
pergerakan.
BAB II
RUMUSAN NILAI-NILAI DASAR
PERGERAKAN
· TAUHID
Mengesakan
Allah SWT merupakan nilai paling asasi dalam sejarah agama samawi. Di dalamnya
telah terkandung sejak awal tentang keberadaan manusia. (Al-Ikhlas, Al-Mukmin ayat 25, Al-Baqarah ayat 130-131)
PERTAMA, Allah adalah Esa dalam
segala totalitas, dzat sifat dan perbuatan- perbuatanNya. Allah adalah dzat
yang fungsional. Allah menciptakan, memberi petunjuk, memerintah dan memelihara
alam semesta. Allah juga menanamkan pengetahuan, membimbing dan menolong
manusia. Allah maha mengetahui, maha menolong, maha bijaksana, hakim maha adil,
maha tunggal, maha mendahului dan maha menerima segala bentuk pujaan dan
penghambaan. (Al-Hasyr ayat 22-24)
KEDUA, keyakinan seperti itu
merupakan keyakinan terhadap sesuatu yang lebih tinggi dari alam semesta, serta
merupakan manifestasi kesadaran dan keyakinan kepada ghaib. (Al-Baqoroh ayat 3, Muhammad ayat 14-15,
Al-Alaq ayat 4, Al-Isro’ ayat 7)
KETIGA, oleh karena itu tauhid
merupakan titik puncak, melandasi, memandu dan menjadi sasaran keimanan yang
mencakup keyakinan dalam hati, penegasan lewat lisan dan perwujudan lewat
perbuatan. Maka, konsekuensinya Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia harus
mampu melarutkan dan menetaskan nilai-nilai tauhid dalam berbagai kehidupan
serta tersosialisasikan hingga merambah sekelilingnya. (Al-Baqoroh ayat 30, Al A’raf ayat 129, An-Nahl ayat 62, Father ayat 39).
Hal ini dibuktikan dengan pemisahan yang tegas antara hal-hal yang profan dan
yang sacral. Selain Allah sebagai dzat yang Maha Kuasa, maka bisa dilakukan
dekonstruksi dan desakralisasi atasnya. Sehingga tidak terjadi penghambatan
pada hal-hal yang sifatnya profan, seperti jabatan, institusi, teks, orang dan
seterusnya.
KEEMPAT, dalam memahami dan
mewujudkannya, Pergerakan telah memilih ahlussunnah wal jama’ah sebagai
metode pemahaman dan penghayatan keyakinan itu.
· HUBUNGAN MANUSIA DENGAN ALLAH
Allah
adalah pencipta segala sesuatu. Dia mencipta manusia sebaik-baik kejadian dan
menganugerahkan kedudukan terhormat kepada manusia di hadapan ciptaanNya yang
lain. (Al-Dzariyat ayat 56, Al-A’raf ayat
179, Al-Qashash ayat 27) Kedudukan
seperti itu ditandai dengan pemberian daya pikir, kemampuan berkreasi dan
kesadaran moral. Potensi itulah yang memungkinkan manusia memerankan fungsinya
sebagai khalifah dan hamba Allah. Dalam kehidupan sebagai khalifah, manusia
memberanikan diri untuk mengemban amanat berat yang oleh Allah ditawarkan
kepada makhlukNya. Sebagai hamba Allah, (Shad
ayat 82-83, Al-Hujurat ayat 4) manusia harus melaksanakan
ketentuan-ketentuanNya. Untuk itu manusia dilengkapi dengan kesadaran moral
yang selalu harus dirawat jika manusia tidak ingin terjatuh ke dalam kedudukan
yang rendah. (Al-Imron ayat 153, Hud ayat
88)
Dengan demikian, dalam kedudukan
manusia sebagai ciptaan Allah, terdapat dua pola hubungan manusia dengan Allah,
yaitu pola yang didasarkan pada kedudukan manusia sebagai khalifah Allah dan
sebagai hamba Allah. (Al-anám 165, Yunus ayat 14) Kedua pola ini
dijalani secara seimbang, lurus dan teguh dengan tidak hanya menjalani yang
satu dengan mengabaikan yang lain. (Shad
ayat 72, Al-Hajr ayat 29, Al-Ankabut ayat 29) Sebab memilih salah satu pola
akan membawa manusia kepada kedudukan dan fungsi manusia yang tidak sempurna.
Sebagai akibatnya manusia tidak akan dapat mengejawantahkan prinsip tauhid
secara maksimal.
Pola hubungan dengan Allah juga harus
dijalani dengan ikhlas. (Al-Ra’d ayat 11)
Artinya pola itu dijalani dengan mengharapkan keridlaan dari Allah. Sehingga
pussat perhatian dengan menjalani dua pola ini adalah ikhtiar yang
sungguh-sungguh. Sedangkan hasil optimal sepenuhnya kehendak Allah.(Al-hadid ayat 22) Dengan demikian berarti
diberikan penekanan kepada proses menjadi insan yang mengembangkan dua pola
hubungan dengan Allah. Dengan menyadari arti niat dan ikhtiar, akan muncul
manusia-manusia yang mempunyai kesadaran tinggi, kreatif, dan dinamis dalam
hubungan dengan Allah. Sekaligus didukung dengan ketakwaan dan tidak pernah
pongah kepada Allah. (Al-Imron ayat 159)
Dengan karunia akal, manusia berfikir,
merenungkan tentang kemahakuasaan-Nya, yakni kemahaan yang tidak tertandingi
oleh siapapun. Akan tetapi manusia yang dilengkapi dengan potensi-potensi
positif memungkinkan dirinya untuk menirukan fungsi ke mahakuasaan-Nya itu.
Sebab dalam diri manusia terdapat fitrah uluhiyah, yakni fitran suci yang
selalu memproyeksikan tentang kebaikan dan keindahan, sehingga tidak mustahil
ketika manusia melakukan sujud dan dzikir kepada-Nya, berarti manusia tengah
menjalani fungsi al-Quddus. Ketika manusia berbelah kasih dan berbuat baik
kepada tetangga dan sesamanya, maka berarti ia telah memerankan fungsi
ar-Rahman dan ar-Rahim. Ketika manusia bekerja dengan kesungguhan dan ketabahan
untuk mendapatkan rizki, maka manusia telah menjalankan fungsi al-Ghoniyya.
Dengan demikian pula, dengan peran ke-maha-an Allah yang lain, as-Salam,
al-Mur’in dan sebagainya. (Al-Baqoroh
ayat 213)
Di dalam melakukan pekerjaannya
manusia diberi kemerdekaan untuk memilih dan menentukan dengan cara yang paling disukai. (Al-A’raf ayat 54, Hud ayat 7, Ibrahim ayat
32, An-Nahl ayat 3, Bani Isroil ayat 44, Al-Ankabut ayat 44, Luqman ayat 10,
Al-Zamr ayat 5, Qaf ayat 38, Al-Furqon ayat 59, Al-Hadid ayat 4) Dari semua tingkah lakunya manusia akan
mendapatkan balasan yang setimpal dan sesuai dengan apa yang telah diupayakan.
Karenanya manusia dituntut untuk selalu memfungsikan secara maksimal
kemerdekaan yang dimilikinya, baik secara perorangan maupun secara bersama-sama
di tengah-tengah kehidupan alam dan kerumunan masyarakat.(Al-Ra’d ayat 8, Al-Hajr ayat 21, Al-An’am ayat 96, Yasin ayat 38,
Al-Sajadah ayat 12, Al-Furqon ayat 2, Al-Qomr ayat 49)
Sekalipun di dalam diri manusia
dikaruniai kemnerdekaan sebagai esensi kemanusiaan untuk menentukan dirinya,
namun kemerdekaan itu selalu dipagari oleh keterbatasna-keterbatasan, sebab
perputaran itu semata-mata tetap dikendalikan oleh kepastian-kepastian yang
maha adil dan bijaksana. Semua alam semesta selalu tunduk pada sunnah-Nya, pada
keharusan universal atau taqdir. (Al-Baqoroh
ayat 164, Al-Imron ayat 164, Yunus ayat 5, Al-Nahl ayat 12, Al-Rum ayat 22,
Al-Jatsiyah ayat 3) Jadi manusia bebas berbuat dan berusaha untuk menentukan
nasibnya sendiri, apakah dia menjadi mukmin atau kafir, pandai atau bodoh .
Manusia harus berlomba-lomba mencari kebaikan, tidak terlalu cepat puas dengan
hasil jerih payah dan karyanya.
· HUBUNGAN MANUSIA DENGAN MANUSIA
Kenyataan
bahwa Allah meniupkan ruhNya kepada materi dasar manusia, menunjukkan bahwa
manusia berkedudukan mulia diantara ciptaan Allah yang lain. Kesadaran moral
dan keberaniannya untuk memikul tanggungjawab dan amanat dari Allah yang
disertai dengan mawas diri menunjukkan posisi dan kedudukannya (al-Mu’minun,115).
Memahami ketinggian eksistensi dan potensi yang dimiliki oleh manusia, manusia
mempunyai kedudukan yang sama antara yang satu dengan lainnya. Sebagai warga
dunia, manusia harus berjuang dan menunjukkan peran yang dicita-citakan.
Tidak ada yang lebih antara yang satu
dengan lainnya, kecuali ketaqwaannya (al-Hujurat, 13). Setiap manusia
memiliki kekurangan (at-Takatsur; al-Humazah; al-Ma’un;az-Zumar,49;
al-Hajj,66) dan kelebihan, ada yang menonjol pada diri seseorang tentang
potensi kebaikannya (al-Mu’minun, 57-61), tetapi ada pula yang terlalu
menonjol potensi kelemahannya, karena kesadaran ini, manusia harus saling
menolong, saling menghormati, bekerjasama, menasehati dan saling mengajak
kepada kebenaran demi kebaikan bersama (QS. Ali Imran, 103; an-Nisa’, 36-39)
Manusia telah dan harus selalu
mengembangkan tanggapannya terhadap kehidupan. Tanggapan tersebut pada umumnya
merupakan usaha mengembangkan kehidupan berupa hasil cipta, rasa dan jarsa
manusia. Dengan demikian, maka hasil itu merupakan budaya manusia yang sebagian
dilestarikan sebagai tradisi dan sebagian dapat dirubah. Pelestarian dan
perubahan selalu mewarnai kehidupan manusia, inipun dilakukan dengan selalu
memuat nilai-nilai sehingga budaya yang bersesuaian bahkan yang merupakan
perwujudan dan nilai-nilai tersebut dilestarikan, sedangkan budaya yang tidak
bersesuaian dapat diperbarui.
Kerangka bersikap tersebut
mengisyaratkan adanya upaya bergerak secara dinamis, kreatif dan kritis dalam
kehidupan manusia. Manusia dituntut memanfaatkan potensinya yang telah dianugerahkan oleh Allah melalui
pemanfaatan potensi diri tersebut sehingga manusia menyadari asal mulanya
kejadian dan makna kehadirannya di dunia.
Dengan demikian pengembangan berbagai
aspek budaya dan tradisi dalam kehidupan manusia dilaksanakan sesuai dengan
nilai dari semangat yang dijiwai oleh sikap kritis yang senantiasa berada dalam
religiusitas. Manusia dan alam selaras dengan perkembangan kehidupan dan
mengingat perkembangan suasana. Memang manusia harus menegakkan iman, taqwa dan
amal sholeh guna mewujudkan kehidupan yang baik dan penuh rahmat di dunia. Di
dalam kehidupan dunia itu, sesama manusia saling meghormati harkat dan martabat
masing-masing, bersederajat, berlaku adil dan mengusahakan kebahagiaan bersama.
Untuk itu diperlukan usaha bersama yang harus didahului dengan sikap
keterbukaan, komunikasi dan dialog yang egaliter dan setara antar sesama. Semua
usaha dan perjuangan ini harus terus menerus dilakukan sepanjang sejarah.
Melalui pandangan seperti ini pula
kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara dikembangkan. Kehidupan
bermasyarakat, berbangsa dan bernegara merupakan kerelaan dan kesepakatan untuk
bekerjasama serta berdampingan setara dan saling pengertian. Bermasyarakat,
berbangsa dan bernegara dimaksudkan untuk mewujudkan cita-cita bersama yakni,
hidup dalam kemajuan, keadilan, kesejahteraan dan kemanusiaan. Tolok ukur
bernegara adalah keadilan, persamaan hukum serta adanya permusyawaratan.
Sedangkan hubungan antar muslim dan
non-muslim dilakukan guna membina kehidupan manusia dengan tanpa mengorbankan
keyakinan terhadap universalitas dan kebenaran Islam sebagai ajaran kehidupan
yang paripurna. Dengan tetap berpegang
pada keyakinan ini, dibina hubungan dan kerja sama secara damai dalam mencapai
cita-cita bersama uman manusia (al-Kaafirun).
Nilai-nilai yang dikembangkan dalam
hubungan antar manusia tercakup dalam persaudaraan antar insan pergerakan,
persaudaraan sesama umat Islam (al-Hujuraat, 9-10), persaudaraan sesama
warga negara dan persaudaraan sesama umat manusia. Perilaku persaudaraan ini
harus menempatkan insan pergerakan pada posisi yang dapat memberikan manfaat
maksimal untuk diri dan lingkungannya.
· HUBUNGAN MANUSIA DENGAN ALAM
Alam
semesta adalah ciptaan Allah. (Hud,61;
Al-Qoshash, 77) Dia menentukan ukuran dan hukum-hukumnya. (An-Nahl
122; Al-Baqaroh 130; Al-ankabut 38) Alam juga menunjukkan
tanda-tanda keberadaan, sifat dan perbuatan Allah. (Al-Ankabut
ayat 64; al-Jaatsiyah, 3,4,5) Berarti juga nilai tauhid melingkupi nilai
hubungan manusia dengan alam. Sebagai ciptaan Allah, alam berkedudukan
sederajat dengan manusia. Namun Allah menundukkan alam bagi manusia (Al-Syura, 20; Yusuf, 109; Al- anám, 32;
al-Baqarah, 29) dan bukan sebaliknya. Jika sebaliknya yang terjadi maka
manusia akan terjebak dalam penghambaan terhadap alam, bukan penghambaan kepada
Allah. Allah mendudukkan manusia sebagai khalifah (al-Baqarah, 30).
Sudah sepantasnya manusia menjadikan bumi maupun alam sebagai wahana dalam
bertauhid dan menegaskan keberadaan dirinya (al-jaatsiyah, 12,13;
al-Ghaasyiyah, 17-26), bukan menjadikannya sebagai obyek eksploitasi (ar-Rum,41).
Perlakuan manusia terhadap alam
tersebut dimaksudkan untuk memakmurkan kehidupan di dunia dan diarahkan untuk kebaikan
akhirat. Di sini berlaku upaya berkelanjutan untuk mentransendensikan segala
aspek kehidupan manusia. Sebab akhirat adalah masa depan eskatologis yang tak
terelakkan. Kehidupan akhirat dicapai dengan sukses kalau kehidupan manusia
benar-benar fungsional dan beramal shaleh (al-Baqarah, 62; al-A’ashr).
Kearah semua itulah hubungan manusia
dengan alam ditujukan. Dengan sendirinya cara-cara memanfaatkan alam,
memakmurkan bumi dan menyelenggara-kan kehidupan pada umumnya juga harus
bersesuaian dengan tujuan yang terdapat dalam hubungan antara manusia dengan
alam tersebut. Cara-cara itu dilakukan untuk mencukupi kebutuhan dasar dalam
kehidupan bersama. Melalui pandangan ini haruslah dijamin kebutuhan manusia
terhadap pekerjaan, nafkah dan masa depan, maka jelaslah hubungan manusia
dengan alam merupakan hubungan pemanfaatan alam untuk kemakmuran bersama (al-Mu’minun,
17-22; al-Hajj,65). Hidup bersama antar manusia berarti hidup antar
kerjasama, tolong menolong dan tenggang rasa (Abasa, 17-32; an-Naazi’aat,
27-33).
Salah satu dari hasil penting dari
cipta, rasa dan karsa manusia yaitu ilmu pengetahuan dan teknologi. Manusia
menciptakan itu untuk memudahkan dalam rangka memanfaatkan alam dan kemakmuran
bumi atau memudahkan hubungan antar manusia. Dalam memanfaatkan alam diperlukan
iptek, karena alam memiliki ukuran, aturan, dan hukum tersendiri. Alam perlu
didayagunakan dengan tidak mengesampingkan aspek pelestariannya.
Sumber pengetahuan adalah Allah.
Penguasaan dan pengembangannya disandarkan pada pemahaman terhadap
ayat-ayatNya. Ayat-ayat berupa wajyu dan seluruh ciptaan-Nya. Untuk mengetahui
dan mengembangkan pemahaman terhadap ayat-ayat Allah itulah manusia mengerahkan
kesadaran moral, potensi kreatif berupa akal dan aktifitas intelektualnya.
Disini lalu diperlukan penalaran yang tinggi dan ijtihad yang utuh dan
sistematis terhadap ayat-ayat Allah. Pengembangan pemahaman tersebut secara
tersistematis dalam ilmu pengetahuan yang menghasilkan iptek juga menunjuk pada
kebaharuan manusia yang terus berubah penciptaan pengembangan dan pengusaan
terhadap iptek merupakan keniscayaan yang sulit dihindari, Jika manusia
menginginkan kemudahan hidup untuk kesejahteraan dan kemakmuran bersama, usaha
untuk memanfaatkan Iptek tersebut menuntut keadilan, kebenaran, kemanusiaan dan
kedamaian.
Semua hal tersebut dilaksanakan
sepanjang hayat, seiring perjalanan usia dan keluasan Iptek, sehingga
berbarengan dengan iman dan tauhid manusia dapat mengembangkan diri pada
derajat yang tinggi.
BAB III
PENUTUP
Nilai-nilai
Dasar Pergerakan (NDP) Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) yang
dipergunakan sebagai landasan teologis, normatif dan etis dalam pola pikir dan
perilaku warga PMII, baik secara perorangan maupun bersama-sama. Dengan ini
dasar-dasar tersebut ditujukan untuk mewujudkan pribadi muslim Indonesia yang
bertakwa kepada Allah, berbudi luhur, berilmu cakap, dan bertanggung jawab
dalam mengamalkan ilmu pengetahuannya serta komitmen atas cita-cita kemerdekaan rakyat Indonesia.
Sosok yang dituju adalah sosok insan kamil Indonesia yang kritis, inovatif,
dan transformatif yang sadar akan posisi dan perannya sebagai khalifah di muka
bumi.
Post a Comment