PENELITIAN HADITS
Oleh: RENN

A.               Pendahuluan
Islam merupakan agama yang begitu sempurna.Islam juga agama yang diridloi oleh Allah SWT.Agama islam dibawa oleh Nabi Muhammad SAW, beliaulah yang diberi mandat oleh Allah sebagai Rasul terakhir untuk menyempurnakan agama yang dibawa oleh rasul sebelumnya, rasul juga diutus untuk menyempurnakan akhlaq sebagaimana yang terdapat pada ayat Al-qur’an karena pada waktu itu akhlaq kaum jahilliyah tidak beraturan tidak mempunyai norma-norma yang begitu bagus. Maka dari itu, perkataan nabi begitu sakral dan mengandung hikmah untuk dijadikan pedoman dalam menjalani kehidupan di dunia ini.
Hadist adalah semua tingkah laku atau perbuatan dan ketetapan Nabi Muhammad SAW. Disamping itu hadist sebagai sumber hukum islam setelah Al-qur’an, hadist tak jarang juga sebagaipenjelas Al-qur’an. Oleh karena itu, keauntetikan hadist harus dijaga secara intensif.
Penggunaan hadist pada zaman sekarang di era globalisasi sebagai penasehat bahkan tak jarang pula sebagai penjustise akan perbuatan manusia. Dalam menggunakan hadist seharusnya mengetahui kebenaran, kedudukan hadist yang digunakan supaya tidak terjadi miss komunikasi.
Sebagai muslim yang berintelektual kita harus meneliti kedudukan hadist, biar kita mengetahui hadist yang kita gunakan masuk pada kadar shohih, hasan, dhoif, atau mursal. Dengan mengikuti metode penelitian hadist kita bisa mempertanggung jawabkan hadist yang kita jadikan hujjah, karena musim sejati itu tahu apa yang dirinya sampaikan serta bisa dipertanggung jawabkan apa yang telah disampaikan.








B.                 Penelitian Sanad
Hadist yang kami teliti adalah
حَدَّثَنَا أَحْمَدُ بْنُ حَنْبَلٍ، حَدَّثَنَا أَبُو مُعَاوِيَةَ، أَخْبَرَنَا الأَعْمَشُ، عَنْ سَالِمِ بْنِ أَبِي الْجَعْدِ، عَنْ جَابِرِ بْنِ عَبْدِ اللَّهِ، قَالَ قَالَ لِي رَسُولُ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم ‏"‏ أَتَزَوَّجْتَ ‏"‏ ‏.‏ قُلْتُ نَعَمْ ‏.‏ قَالَ ‏"‏ بِكْرًا أَمْ ثَيِّبًا ‏"‏ ‏.‏ فَقُلْتُ ثَيِّبًا ‏.‏ قَالَ ‏"‏ أَفَلاَ بِكْرٌ تُلاَعِبُهَا وَتُلاَعِبُكَ ‏"‏ ‏.‏
Telah menceritakan kepada kami Ahmad bin Hanbal, telah menceritakan kepada kami Abu Mu'awiyah, telah mengabarkan kepada kami Al A'masy dari Salim bin Abu Al Ja'di dari Jabir bin Abdullah, ia berkata; Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam berkata kepadaku: "Apakah engkau telah menikah?" Aku katakan; Iya. Beliau bertanya: "Gadis atau janda?" Aku katakan; janda. Beliau berkata: "Mengapa engkau tidak menikah dengan seorang gadis, sehingga engkau dapat bercanda dengannya dan dia bercanda denganmu?"[1]
Pada hadist di atas, penggalan kata yang di teliti adalah kata Bakr maka bisa dilihat dalam al mu’jam al mufahras dan menghasilkan di dalam beberapa kitab.Menelusuri letak pada kitab hadist al-kutub al-tis’ah berdasarkan informasi kitab kamus hadist.
Maka hadist-hadist pembanding dari kitab hadist[2] :
حَدَّثَنَا يَحْيَى بْنُ يَحْيَى التَّمِيمِيُّ، وَأَبُو بَكْرِ بْنُ أَبِي شَيْبَةَ وَمُحَمَّدُ بْنُ الْعَلاَءِ الْهَمْدَانِيُّ جَمِيعًا عَنْ أَبِي مُعَاوِيَةَ، - وَاللَّفْظُ لِيَحْيَى أَخْبَرَنَا أَبُو مُعَاوِيَةَ، - عَنِ الأَعْمَشِ، عَنْ إِبْرَاهِيمَ، عَنْ عَلْقَمَةَ، قَالَ كُنْتُ أَمْشِي مَعَ عَبْدِ اللَّهِ بِمِنًى فَلَقِيَهُ عُثْمَانُ فَقَامَ مَعَهُ يُحَدِّثُهُ فَقَالَ لَهُ عُثْمَانُ يَا أَبَا عَبْدِ الرَّحْمَنِ أَلاَ نُزَوِّجُكَ جَارِيَةً شَابَّةً لَعَلَّهَا تُذَكِّرُكَ بَعْضَ مَا مَضَى مِنْ زَمَانِكَ ‏.‏ قَالَ فَقَالَ عَبْدُ اللَّهِ لَئِنْ قُلْتَ ذَاكَ لَقَدْ قَالَ لَنَا رَسُولُ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم ‏ "‏ يَا مَعْشَرَ الشَّبَابِ مَنِ اسْتَطَاعَ مِنْكُمُ الْبَاءَةَ فَلْيَتَزَوَّجْ فَإِنَّهُ أَغَضُّ لِلْبَصَرِ وَأَحْصَنُ لِلْفَرْجِ وَمَنْ لَمْ يَسْتَطِعْ فَعَلَيْهِ بِالصَّوْمِ فَإِنَّهُ لَهُ وِجَاءٌ ‏"
Dari Alqamah ia berkata: Aku sedang berjalan bersama Abdullah di Mina lalu ia bertemu dengan Usman yang segera bangkit dan mengajaknya bicara. Usman berkata kepada Abdullah: Wahai Abu Abdurrahman, inginkah kamu kami kawinkan dengan seorang perempuan yang masih gadis? Mungkin ia dapat mengingatkan kembali masa lalumu yang indah. Abdullah menjawab: Kalau kamu telah mengatakan seperti itu, maka Rasulullah saw. pun bersabda: Wahai kaum pemuda! Barang siapa di antara kamu sekalian yang sudah mampu memberi nafkah, maka hendaklah ia menikah, karena sesungguhnya menikah itu lebih dapat menahan pandangan mata dan melindungi kemaluan (alat kelamin). Dan barang siapa yang belum mampu, maka hendaklah ia berpuasa, karena puasa itu dapat menjadi penawar bagi nafsu.[3]
           
            حَدَّثَنَا قُتَيْبَةُ، حَدَّثَنَا حَمَّادُ بْنُ زَيْدٍ، عَنْ عَمْرِو بْنِ دِينَارٍ، عَنْ جَابِرِ بْنِ عَبْدِ اللَّهِ، قَالَ تَزَوَّجْتُ امْرَأَةً فَأَتَيْتُ النَّبِيَّ صلى الله عليه وسلم فَقَالَ ‏"‏ أَتَزَوَّجْتَ يَا جَابِرُ ‏"‏ ‏.‏ فَقُلْتُ نَعَمْ ‏.‏ فَقَالَ ‏"‏ بِكْرًا أَمْ ثَيِّبًا ‏"‏ ‏.‏ فَقُلْتُ لاَ بَلْ ثَيِّبًا ‏.‏ فَقَالَ ‏"‏ هَلاَّ جَارِيَةً تُلاَعِبُهَا وَتُلاَعِبُكَ ‏"‏ ‏.‏ فَقُلْتُ يَا رَسُولَ اللَّهِ إِنَّ عَبْدَ اللَّهِ مَاتَ وَتَرَكَ سَبْعَ بَنَاتٍ أَوْ تِسْعًا فَجِئْتُ بِمَنْ يَقُومُ عَلَيْهِنَّ ‏.‏ قَالَ فَدَعَا لِي ‏.‏ قَالَ وَفِي الْبَابِ عَنْ أُبَىِّ بْنِ كَعْبٍ وَكَعْبِ بْنِ عُجْرَةَ ‏.‏ قَالَ أَبُو عِيسَى حَدِيثُ جَابِرِ بْنِ عَبْدِ اللَّهِ حَدِيثٌ حَسَنٌ صَحِيحٌ
Apakah kamu baru saja menikah?Wahai Jabir'.Saya menjawab; 'Ya.' Beliau bertanya: 'Gadis atau janda.' Saya menjawab; 'Janda.' Beliau bertanya: 'Kenapa kamu tak menikahi gadis saja. Kamu bisa bermain-main dengannya & dia bisa bercanda denganmu.'Saya menjawab; 'Wahai Rasulullah, Abdullah telah meninggal & meninggalkan tujuh anak perempuan atau sembilan.Saya datang (menikahi istrinya) agar bisa mengurus mereka'.(Jabir bin Abdullah) berkata; Kemudian beliau mendoakanku. (Abu Isa At Tirmidzi) berkata; Hadits semakna diriwayatkan dari Ubay bin Ka'ab, & Ka'ab bin Ujrah. Abu Isa berkata; Hadits Jabir bin Abdullah merupakan hadits hasan sahih.[4]

            Dari hadist-hadist di atas maka menimbulkan susunan pohon sanad hadis (silsilatu ruwad al-hadist) yang menghubungkan perawi dengan rasul sehingga sanadnya sambung yaitu :


SUNAN ABI DAWUD
SHAHIH MUSLIM
JAMI’ AT-TIRMIDZI
رَسُولُ اللَّهِ
رَسُولُ اللَّهِ
رَسُولُ اللَّهِ
جَابِرِ بْنِ عَبْدِ اللَّهِ
أَخْبَرَنَا أَبُو مُعَاوِيَةَ، - عَنِ الأَعْمَشِ، عَنْ إِبْرَاهِيمَ، عَنْ عَلْقَمَةَ

جَابِرِ بْنِ عَبْدِ اللَّهِ
سَالِمِ بْنِ أَبِي الْجَعْدِ
أَبِي مُعَاوِيَةَ
عَمْرِو بْنِ دِينَارٍ
أَخْبَرَنَا الأَعْمَشُ
مُحَمَّدُ بْنُ الْعَلاَءِ الْهَمْدَانِيُّ
، حَدَّثَنَا حَمَّادُ بْنُ زَيْدٍ
حَدَّثَنَا أَبُو مُعَاوِيَةَ
أَبُو بَكْرِ بْنُ أَبِي شَيْبَةَ
حَدَّثَنَا قُتَيْبَةُ
أَحْمَدُ بْنُ حَنْبَلٍ
حَدَّثَنَا يَحْيَى بْنُ يَحْيَى التَّمِيمِيُّ

Al-Qomah
Jabir bin Abdillah
Ibrahim
A’masy
Aby muawiyah
Muhammad bin Ala’
Abu Bakry bin Aby syaibah
Rasulullah SAW


















Yahya bin Yahya Tamimi
                                                                                               Di halaman selanjutkan
                                                                                                
Jabir bin Abdillah
Qotaibah
Amru bin Dinar
Salim bin Abi Ja’di
Hammad bin Zaid
A’masy
Abu Muawiyah
Ahmad bin Hambal
 







*        Meneliti kebersambungan sanad, keadilan, dan kedzabitan perawi hadist berdasarkan biografi perawi :
1.                  Jabir bin Abdullah bin Amru bin Haram bin tsa’labah bin Ka’bi Ghonni bin Ka’bi bin Mah bin Sa’di bin Aly bin Asdi bin Saridah bin tazid bin Jusyam bin Khozraj.[5]
Guru : Kholid bin Walid-Tholhah bin Abdulloh- Abdulloh bin Unaisy- Ali bin Abi Tholib- Amar bin Yasir
Murid :Ibrahim bin Abdulloh – Ismail bin Basyir – Said bin Musayyib – Salim bin Abi Ja’di –Muhammad bin Ibrahim bin Haris
Wafad :menurut Abu sulaiman bin zahri adalah 72 H.
Menurut Muhammad bin yahya adalah 77 H
Menurut Abu Nuaim adalah 79 H
Komentar perawi : menurut imam Bukhori, bisa dijadikan Hujjah.
Menurut Hisyam bin Muhammad Khosyah,bisa disebarkan
Menurut Waqi’ dari Hasyam bin Arowah, bisa diambil ucapannya
2.                  Salim bin Abi Ja’di
Guru: Anas bin Malik – Jabir bin Abdullah – Ziad bin Labid – Abdulloh bin Amru bin Asi – Umar bin Khottob[6]
Murid : Sulaiman A’masy – Hasan bin Salim –Hasan bin Marwan – Amru bin Dinar – Abu Ishaq bin Amru bin Abdullah Hamdani
Wafad : menurut muttoyya 98/97 H.
Komentar perawi : Ishaq bin Mansur adalah Shiqqoh
Muhammad bin Yahya adalah Shohih
Sofyan dari Mansur yaitu bisa ditulis
3.                  Hammad bin zaid bin Dirham Al-azdhi[7]
Guru :Aban bin Taqlib – Ibrahim bin Uqbah – hajjaj bin abi Asman showaf – Sulaiman bin Dinar – Marwan Abi Lubabah
Murid : Ahmad bin Abduh dhabbi – Kholid bin Khidasy – Abdulloh bin Abdul wahhab – Hamid bin Umar Bakr – Qutaibah bin Said
Lahir : 98 H.
Wafad : 179 H.
Komentar perawi : menurut Abu Hatim, semua riwatnya terukur
Menurut Muhammad bin Said,shiqqoh, tsabitan
Menurut Abu Zar’ah, riwayatnya sebagian dari hadist.
4.                  Abu Bakar bin Syaibah bin abi Syaibah. Namanya Abdurrahman Ibnu Muhammad bin Syaibah[8]
Guru :Syarik bin Abdulloh – Muawiyah DLL
Murid : Bukhari DLL
5.                  Abu Muawiyah Muhammad bin Khozim Ad-dhoriri[9]
Guru: A’masy – Salim bin Abi Ja’di DLL
Murid : Abu Bakar bin Abi syaibah – Muhammad bin A’la – Yahya bin Yahya DLL
6.                  Yahya bin yahya bin Bakr bin Abdurrahman bin Yahya bin Hammad at-Tamimi al-Handhali[10]
Guru : Muhammad bin Sabit – Abi Muawiyah Muhammad bin Khozim–Yusuf bin Ya’kub – Ibrahim bin ismail –Abdulloh bin ja’far
Murid : Bukhori dan Muslim – Ibrahim bin Abdulloh – Ahmad bin Salamah – Ja’far bin Muhammad – Ismail bin Ibrahim nasyaburi
Wafat : menurut Dzikroh Ibnu hibban adalah Rabo, Akhir bulan safar 126 H. Menurut Hakim bin abdulloh 142 H.
Komentar perawi : An- Nasa’I , Shiqqoh tsabit
Abdulloh bin Ahmad bin Hambal, Shiqqoh
Abbas bin Mus’ab, sholih dan Shiqqoh
Ahmad bin Syaiyar, shiqqoh
7.                  Amru bin Dinar Al-Makiyy[11]
Guru : Jabir bin Abdillah –Hasan bin Muhammad – Salim bin Abdulloh –Abdulloh bin Abbas – Abu Hurairah
Murid : Aban bin Zaid – Ibrahim bin Isma’il – Hammad bin Zaid – Sulaiman bin Kasir –Yahya bin Abi yahya
Wafat : menurut waqidi 125 H. menurut Ahmad bin Hambal 126/125 H.
 Komentar perawi :menurut Abdurrahman, shiqqoh, shiqqoh, shiqqoh.
            Menurut Abu Zur’ah, Abu Hatim,  An-nasa’I adalah shiqqoh
*        Dari kesimpulan data penelitian yang sudah disebutkan, maka bisa diambil natijah sebagai berikut :
Berdasarkan informasi dari berbagai kitab hadist (kitabu al tis’ah) tidak ada pertentangan dalam pemahaman serta maksudnya.Bahkan menunjukkan keselarasan yang sangat nampak antara hadist yang diteliti dengan hadist yang dibuat perbandingan.
Berdasarkan kesambungan sanad perawi hadist yang bersumber pada kitab rijalul hadist ( Tahdzibul Kamal) antara perawi dan murid, perawi dan guru maka ada hubungannya, dan sampai kepada rasul dan dari segi keadilan dan kedhabitan perawi semuanya memiliki kapasitas yang bagus, tidak ada kritikan negatif dari para ulama hadist bahkan semua memberikan nilai positif. Oleh karena itu, penilaian sanad (Hadist) perawi adalah SHOHIH.

C.                Penelitian Matan
*      Perbandingan Hadist dengan ayat Al-Qur’an : pada hadist yang diteliti maka akan disandingkan dengan ayat Al-Qur’an
An-Nahl ayat 72
وَاللَّهُ جَعَلَ لَكُمْ مِنْ أَنْفُسِكُمْ أَزْوَاجًا وَجَعَلَ لَكُمْ مِنْ أَزْوَاجِكُمْ بَنِينَ وَحَفَدَةً وَرَزَقَكُمْ مِنَ الطَّيِّبَاتِ ۚ أَفَبِالْبَاطِلِ يُؤْمِنُونَ وَبِنِعْمَتِ اللَّهِ هُمْ يَكْفُرُونَ



Artinya:Allah menjadikan bagi kamu isteri-isteri dari jenis kamu sendiri dan menjadikan bagimu dari isteri-isteri kamu itu, anak-anak dan curu, dan memberimu rezeki dari yang baik-baik. Maka mengapakah mereka beriman kepada yang bathil dan mengingkari nikmat Allah. (16: 72)

72.(Allah menjadikan bagi kalian istri-istri dari jenis kalian sendiri) maka Allah menciptakan Siti Hawa dari tulang rusuk Nabi Adam dan semua manusia lainnya dari mani kaum laki-laki dan wanita (dan menjadikan bagi kalian dari istri-istri kalian itu, anak-anak dan cucu-cucu) keturunan dari anak-anaknya (dan memberi kalian rezeki dari yang baik-baik) berupa berbagai macam buah-buahan, biji-bijian dan hewan-hewan ternak (maka mengapa kepada yang batil) kepada berhala (mereka beriman dan mengapa mereka ingkar terhadap nikmat Allah) dengan menyekutukan-Nya.[12]
Pada perbandingan ini, hadist tentang anjuran menikahi gadis jika dibandingkan dengan An-Nahl ayat 72 maka ada keselarasan pada ayat ini yaitu pada ayat ini dijelaskan bahwa keturunan akan lahir dari istri-istri sehingga sebaiknya menikahi istri yang suburdan kesuburan itu biasanya terdapat pada wanita yang masih perawan. Oleh sebabnya, para laki-laki di anjurkan mencari calon pendamping yang masih gadis(perawan) karena angka kesuburan masih murni.
An-Nur ayat 32
وَأَنْكِحُوا الأيَامَى مِنْكُمْ وَالصَّالِحِينَ مِنْ عِبَادِكُمْ وَإِمَائِكُمْ إِنْ يَكُونُوا فُقَرَاءَ يُغْنِهِمُ اللَّهُ مِنْ فَضْلِهِ وَاللَّهُ وَاسِعٌ عَلِيمٌ
Artinya :Dan nikahkanlah orang-orang yang masih sendirian di antara kamu, dan juga orang-orang yang layak (menikah) dari hamba-hamba sahayamu yang laki-laki dan perempuan. Jika mereka miskin, Allah akan memberikan kemampuan kepada mereka dengan karunia-Nya. Dan Allah Mahaluas (pemberian-Nya) lagi Maha Mengetahui.
Pada awal ayat di perintahkan untuk menikahkan orang yang masih menyendiri(membujang). Dalam konteks ini menjelaskan bahwa anjuran untuk menganjurkan menikahkan orang yang masih sendiri. Hal ini berkaitan dengan hadist yang diteliti bahwa seorang gadis(masih bujangan) dianjurkan untuk menikah sehingga terbentuk suatu keharmonisan dalam rumah tangga serta dapat menghibur sang suami dengan canda tawanya.

*      Perbandingan Hadist dengan hadist yang shahih atau lebih shahih : pada hadist yang diteliti disandingkan dengan hadist yang lebih shohih

حَدَّثَنَا إِسْمَاعِيلُ بْنُ عَبْدِ اللَّهِ، قَالَ حَدَّثَنِي أَخِي، عَنْ سُلَيْمَانَ، عَنْ هِشَامِ بْنِ عُرْوَةَ، عَنْ أَبِيهِ، عَنْ عَائِشَةَ ـ رضى الله عنها ـ قَالَتْ قُلْتُ يَا رَسُولَ اللَّهِ أَرَأَيْتَ لَوْ نَزَلْتَ وَادِيًا وَفِيهِ شَجَرَةٌ قَدْ أُكِلَ مِنْهَا، وَوَجَدْتَ شَجَرًا لَمْ يُؤْكَلْ مِنْهَا، فِي أَيِّهَا كُنْتَ تُرْتِعُ بَعِيرَكَ قَالَ ‏ "‏ فِي الَّذِي لَمْ يُرْتَعْ مِنْهَا ‏"‏‏.‏ تَعْنِي أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم لَمْ يَتَزَوَّجْ بِكْرًا غَيْرَهَا‏.[13]

Telah menceritakan kepada kami Isma'il bin Abdullah ia berkata; Telah menceritakan kepadaku saudaraku dari Sulaiman dari Hisyam bin Urwah dari bapaknya dari Aisyah radliallahu 'anha, ia berkata; Aku pernah bertanya kepada, "Wahai Rasulullah, bagaimanakah sekiranya Anda singgah di suatu lembah, dan di dalam lembah itu terdapat pohon yang buahnya telah dimakan, lalu Anda mendapatkan satu pohon yang buahnya belum di makan, maka pada pohon manakah Anda akan menambatkan Unta Anda?" belia pun menjawab: "Pada pohon yang belum dijamah." Maksudnya, adalah bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam belum pernah menikahi gadis selainnya.

حَدَّثَنَا عُبَيْدُ بْنُ إِسْمَاعِيلَ، حَدَّثَنَا أَبُو أُسَامَةَ، عَنْ هِشَامٍ، عَنْ أَبِيهِ، عَنْ عَائِشَةَ، قَالَتْ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم ‏ "‏ أُرِيتُكِ فِي الْمَنَامِ مَرَّتَيْنِ، إِذَا رَجُلٌ يَحْمِلُكِ فِي سَرَقَةِ حَرِيرٍ فَيَقُولُ هَذِهِ امْرَأَتُكَ، فَأَكْشِفُهَا فَإِذَا هِيَ أَنْتِ، فَأَقُولُ إِنْ يَكُنْ هَذَا مِنْ عِنْدِ اللَّه يُمْضِهِ ‏"‏‏.[14]
Telah menceritakan kepada kami Ubaid bin Isma'il Telah menceritakan kepada kami Abu Usamah dari Hisyam dari bapaknya dari Aisyah ia berkata; Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Engkau telah diperlihatkan padaku di dalam mimpi sebanyak dua kali. Seorang laki-laki membawamu dalam balutan kain sutera seraya berkata, 'Ini adalah isterimu.'Maka aku pun menyingkap kain itu, dan ternyata di dalamnya adalah kamu.'Maka aku pun berkata, 'Jika ini dari Allah, niscaya Dia akan menjadikannya kenyataan.'"
Dari kedua hadist di atas, bahwa Rasulullah menganjurkan untuk menikahi seorang gadis supaya bisa bercanda tawa dengan suaminya, karena seorang gadis masih semangat dalam membahagiakan suaminya serta anaknya dengan sifat cerianya, kasih sayang, serta kegembiraanya.Dalam hadist di atas rasulullah memang rasul tidakpernah menikah dengan gadis kecuali dengan Aisyah namun begitu Rasulullah menganjurkan menikah dengan gadis(perawan) karena gadis lebih mengasikan dalam membuat keharmonisan rumah tangga.
*      Membandingkan dengan Fakta Sejarah
Menurut sejarah, berdasarkan hadist yang telah disebutkan.Anjuran untuk menikahi seorang gadis telah dikabarkan dari rasulullah SWA. Bahwa rasul bertanya kepada sahabat jabir tentang apakah kamu sudah menikah ?jawabnya iya, lalu nabi melanjutkan janda atau gadis ? jawabnya janda. Lalu rasul berstatment tidaklah kamu menikah dengan gadis supaya kamu bisa bercanda tawa dengannya begitu juga sebaliknya. Dari ini nabi menganjurkan untuk menikahi gadis karena sifat keceriaanya, canda tawanya, sehingga keharmonisan rumah tangga berkembang, walaupun nabi hanya mempunyai 1 istri yang beliau nikahi dalam keadaan perawan ( Aisyah r.a) tapi melihat dari rasa keharmonisan yang tercurah antara Nabi dan Aisyah r.a melambangkan bahwa menikahi perawan lebih menyenangkan. Begitu pula cerita dari usman yang menawarkan kepada Abdullah untuk dinikahkan dengan budak perempuan yang masih gadis sehingga ada kaitannya dengan masa lalunya bisa mengingat kembali keceriaan masa yang sudah lewat, seorang gadis juga memiliki kesuburan yang masih murni berdasarkan cerita tersebut maka sejarah membuktikan menikahi seorang wanita yang masih gadis adalah Anjuran dari rasul serta mempunyai berbagai faedah terutama untuk meningkatkan keharmonisan rumah tangga.


*        Membandingkan dengan Perkembangan Ilmu Pengetahuan dan Rasio
Jika dibandingkan dengan perkembangan ilmu pengetahuan maka menikahi wanita yang masih perawan lebih dianjurkan karean gadis belum pernah merasakan kenikmatan batin yang terkandung didalam hubungan suami istri berbeda dengan janda yang sudah berpengalaman dalam melakukan hubungan badan. Oleh karena itu, saatnya generasi muda yang bertindak selain itu gadis lebih segar lebih mempunyai rasa penasaran yang tinggi sehingga rasa semangat yang menggebu begitu tinggi dan itu baik untuk keharmonisan dalam melayani suami berbeda dengan janda yang sudah terbiasa melakukan hubungan badan itu mempunyai indikator bahwa rasa semangat si janda tidak begitu menggebu (kebanyakan). Sehingga keharmonisan untuk melayani suami kurang begitu efektif. Seorang gadis juga mempunyai sifat yang masih ceria, rasa sayang yang tinggi dengan perhatiannya yang memanjakan sehingga suami akan terpengaruh dan semangat dalam menjalani keharmonisan dalam membentuk keluarga yang sakinah, mawaddah, wa rahmah.Akan tetapi jika janda maka rasa perhatiannya tidak begitu memanjakan suami mungkin hanya sebatas kewajiban yang harus dijalani bagi istri.Dan itu membuat kehidupan kurang begitu berwarna dalam menbentuk rasa cinta dan kasih sayang.

*        Kesimpulan matan hadist berdasarkan data penelitian yang telah dipaparkan maka natijah yang dihasilkan :
Berdasarkan ayat Al-Qur’an dan Hadist yang dibuat perbandingan tidak ada yang bertentangan antara hadist yang diteliti dengan ayat Al-qur’an ataupun hadist lain. Memiliki hubungan dalam mengartikan persamaan pembahasan antara satu dengan yang lain.
Begitu pula dari segi sejarah dan perkembangan ilmu dan rasio ternyata sesuai dengan hadist yang diteliti, memiliki persamaan dalam aspek manfaat untuk menciptakan keharmonisan dalam rumah tangga.
Maka hasil dari penelitian matan hadist adalah SHOHIH.



D.                Pemahaman Hadist
Dalam hadist yang telah diteliti terdapat pengertian bahwasannya rasul menganjurkan untuk menikah dengan seorang gadis supaya semua perempuan mendapatkan jatah seorang suami yang relavan dan juga menjaga seorang wanita dari perbuatan yang dilarang tuhan, karena hawa nafsu seorang gadis itu tinggi dan susah untuk mengontrol jika sudah masuk kedalam kenikmatan hawa nafsu.Banyak keutamaan ketika seseorang menikahi wanita yang masih gadis, di antaranya :
1.      Seorang gadis biasanya akan memberikan kecintaannya secara penuh kepada laki-laki yang pertama kali hadir di kehidupannya, tidak membanding-bandingkannya dengan laki-laki lain.
2.      Bisa lebih banyak bercanda dan bermain-main denganmu.
3.      Lebih segar (manis) mulutnya.
4.      Secara sebab bisa lebih mempunyai peluang untuk banyak anak.
5.      Dan lebih rela terhadap pemberian yang sedikit.
Itulah yang diungkapkan oleh Nabi — shollallohu ‘alaihi wa sallam — kepada salah seorang sahabat beliau yang baru saja menikahi seorang janda,
“Kenapa engkau tidak menikah seorang gadis sehingga kalian bisa saling bercandaria?[15]yang dapat saling menggigit bibir denganmu?” Di dalam satu riwayat disebutkan, “Kalian bisa saling tertawa dan menggembirakan satu terhadap yang lain.”[16]
Di dalam satu riwayat lagi, “Sehingga engkau juga memiliki yang dimiliki anak-anak gadis, berikut air liurnya.”[17]
Itu artinya, menikahi seorang gadis juga “memborong” berbagai maslahat dan kepentingan yang diabsahkan dalam Islam. Maka, orang yang memilih menikahi gadis yang masih perawan demi tujuan-tujuan halal yang bisa membantunya untuk semakin bertakwa kepada Allah, jelas telah berada di jalur yang tepat, dan itu amat diapresiasi dalam Islam, seperti yang diungkapkan oleh Nabi shollallohu ‘alaihi wa sallam di atas. Tapi, bagaimanapun, itu hanyalah satu alternatif dari sekian alternatif pilihan.[18]
Orang juga berhak menikah dengan wanita yang terbukti subur dan penyayang terhadap anak, baik ia gadis –melalui penelitian medis, dan juga kebiasaannya sehari-hari– ataupun janda. Karena memiliki banyak keturunan juga tujuan absah dalam Islam, bahkan juga sangat dianjurkan.

*        Metode Pemahaman Hadist
Dalam memahami hadist diperlukan metode yang komperhensif sehingga pemahaman akan hadist sesuai dengan kandungan hakikat hadist tersebut. Dengan cara :
1.                  Melakukan penelitian sanat ( kebersambungannya sanad : biografi, metode periwayatan hadist). Kualitas pribadi. Kapasitas intelektual.Tidakada syad. Tidak ada illat.
2.                  Melakukan penelitian matan ( perbandingan hadist dengan ayat, hadist dengan hadist shohih/lebih shahih, hadist dengan perkembangan ilmu dan rasio, hadist dengan sejarah)
Jika proses di atas sudah terpenuhi maka akan terdapat hasil tentang kandungan hadist yang dihendaki. Dan akanada penilaian tentang status hadist apakah masuk shahih, hasan dan dho’if.











E.                 Kesimpulan
Berdasarkan informasi dari berbagai kitab hadist (kitabu al tis’ah) tidak ada pertentangan dalam pemahaman serta maksudnya.Bahkan menunjukkan keselarasan yang sangat nampak antara hadist yang diteliti dengan hadist yang dibuat perbandingan.
Berdasarkan kesambungan sanad perawi hadist yang bersumber pada kitab rijalul hadist ( Tahdzibul Kamal) antara perawi dan murid, perawi dan guru maka ada hubungannya, dan sampai kepada rasul dan dari segi keadilan dan kedhabitan perawi semuanya memiliki kapasitas yang bagus, tidak ada kritikan negatif dari para ulama hadist bahkan semua memberikan nilai positif. Oleh karena itu, penilaian sanad (Hadist) perawi adalah shohih.
Berdasarkan ayat Al-Qur’an dan Hadist yang dibuat perbandingan tidak ada yang bertentangan antara hadist yang diteliti dengan ayat Al-qur’an ataupun hadist lain. Memiliki hubungan dalam mengartikan persamaan pembahasan antara satu dengan yang lain.
Begitu pula dari segi sejarah dan perkembangan ilmu dan rasio ternyata sesuai dengan hadist yang diteliti, memiliki persamaan dalam aspek manfaat untuk menciptakan keharmonisan dalam rumah tangga.Maka hasil dari penelitian matan hadist adalah shohih.
Dari data kedua penilaian tentang kritik sanad dan kritik matan maka bisa diambil kesimpulan bahwa hadist yang dijadikan penelitian ini.Hukumnya shahih sempurna karena secara sanad shahih dan dari segi matan juga shahih.













F.                 Daftar Pustaka
Al Mu’jam Al Mufaras. Juz 1
Al-Bukhari dan Muslim
Jami’ At-Tirmidzi
Tahzhibul Kamal juz 6
Tahzhibul Kamal juz 7
Tahzhibul Kamal juz 7
Tahzhibul Kamal juz 33
Tahzhibul Kamal juz 34
Tahzhibul Kamal juz 32
Tahzhibul Kamal juz 22
Tafsir Jalalain
Sunan Abi Dawud
Shahih Muslim
Sahih al-Bukhari 5077
Sahih al-Bukhari 5078
Shahih al-Bukhari: Kitab an-Nafaqat, Bab ‘Aunul Mar’ah Zaujaha fi L4aladihi, juz 11, hal. 441.
https://www.facebook.com/notes/von-edison-alouisci/wahai-ikhwanpilih-janda-atau-gadis-renungan-qalbu/229524150397637


[1]Sunan Abi Dawud 2048
[2]Al Mu’jam Al Mufaras. Juz 1,
[3]Shahih Muslim No.2485
[4]Jami’ At-Tirmidzi No.1019
[5]Tahzhibul Kamal juz 6
[6]Tahzhibul Kamal juz 7
[7]Tahzhibul Kamal juz 7 Hlm 239-252
[8]Tahzhibul Kamal juz 33 Hlm 98
[9]Tahzhibul Kamal juz 34 Hlm 303-304
[10]Tahzhibul Kamal juz 32 Hlm 31-36
[11]Tahzhibul Kamal juz 22 Hlm 4-9
[12]Tafsir Jalalain
[13]Sahih al-Bukhari 5077
[14]Sahih al-Bukhari 5078
[15]Riwayat Al-Bukhari dan Muslim
[16]Shahih al-Bukhari: Kitab an-Nafaqat, Bab ‘Aunul Mar’ah Zaujaha fi L4aladihi, juz 11, hal. 441.
[17]Riwayat al-Bukhari dan Muslim