Labels: 0 comments | | edit post

MEMAHAMI SEJARAH DAN MAKNA FILOSOFIS PMII


ø Historisitas PMII

Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (Indonesian Moslem Students Movement), atau yang disingkat dengan PMII, dalam bahasa jawanya adalah Anak Cucu organisasi NU yang lahir dari rahim Departemen perguruan Tinggi IPNU.
Lahirnya PMII bukannya berjalan mulus, banyak sekali hambatan dan rintangan. Hasrat mendirikan organisasi NU sudah lama bergolak. namun pihak NU belum memberikan green light. Belum menganggap perlu adanya organisasi tersendiri buat mewadahi anak-anak NU yang belajar di perguruan tinggi. melihat fenomena yang ini, kemauan keras anak-anak muda itu tak pernah kendur, bahkan semakin berkobar-kobar saja dari kampus ke kampus. hal ini bisa dimengerti karena, kondisi sosial politik pada dasawarsa 50-an memang sangat memungkinkan untuk lahirnya organisasi baru. Banyak organisasi Mahasiswa bermunculan dibawah naungan  payung induknya. misalkan saja HMI yang dekat dengan Masyumi, SEMI dengan PSII, KMI dengan PERTI, IMM dengan Muhammadiyah dan Himmah yang bernaung dibawah Al-Washliyah. Wajar saja jika kemudiaan anak-anak NU ingin mendirikan wadah tersendiri dan bernaung dibawah panji bintang sembilan, dan benar keinginan itu kemudian diwujudkan dalam bentuk IMANU (Ikatan Mahasiswa Nahdlatul Ulama) pada akhir 1955 yang diprakarsai oleh beberapa tokoh pimpinan pusat IPNU.
Namun IMANU tak berumur panjang, dikarenakan PBNU menolak keberadaannya. ini bisa kita pahami kenapa Nu bertindak keras. sebab waktu itu, IPNU baru saja lahir pada 24 Februari 1954. Apa jadinya jika organisasi yang baru lahir saja belum terurus sudah menangani yang lain? hal ini logis seakli. Jadi keberatan NU bukan terletak pada prinsip berdirinya IMANU ( PMII ), tetapi lebih pada pertimbangan waktu, pembagian tugas dan efektifitas organisasi.
Oleh karenanya, sampai pada konggres IPNU yang ke-2 (awal 1957 di pekalongan) dan ke-3 (akhir 1958 di Cirebon). NU belum memandang perlu adanya wadah tersendiri bagi anak-anak mahasiswa NU. Namun kecenderungan ini nsudah mulai diantisipasi dalam bentuk kelonggaran menambah Departemen Baru dalam kestrukturan organisasi IPNU, yang kemudian dep[artemen ini dikenal dengan Departemen Perguruan Tinggi IPNU.    
Dan baru setelah konferensi Besar IPNU (14-16 Maret 1960 di kaliurang), disepakati untuk mendirikan wadah tersendiri bagi mahsiswa NU, yang disambut dengan berkumpulnya tokoh-tokoh mahasiswa NU yang tergabung dalam IPNU, dalam sebuah musyawarah selama tiga hari(14-16 April 1960) di Taman Pendidikan Putri Khadijah(Sekarang UNSURI) Surabaya. Dengan semangat membara, mereka membahas nama dan bentuk organisasi yang telah lama mereka idam-idamkan.
Bertepatan dengan itu, Ketua Umum PBNU KH. Idam Kholid  memberikan lampu hijau. Bahkan memberi semangat pada mahasiswa NU agar mampu menjadi kader partai, menjadi mahasiswa yang mempunyai prinsip: Ilmu untuk diamalkan dan bukan ilmu untuk ilmu…maka, lahirlah organisasi Mahasiswa dibawah naungan NU  pada tanggal 17 April 1960. Kemudian organisasi itu diberi nama Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia ( PMII ).
Disamping latar belakang lahirnya PMII seperti diatas, sebenarnya pada waktu itu anak-anak NU yang ada di organisasi  lain seperti HMI merasa tidak puas atas pola gerak HMI. Menurut mereka ( Mahasiswa NU ) , bahwa HMI sudah berpihak pada salah satu golongan  yang kemudian ditengarai bahwa HMI adalah anderbownya partai Masyumi, sehinggga wajar kalau mahasiswa NU  di HMI juga mencari alternatif lain. Hal ini juga diungkap oleh Deliar Nur ( 1987 ), beliau mengatakan bahwa PMII merupakan cermin ketidakpuasan sebagian mahasiswa muslim terhadap HMI, yang dianggap bahwa HMI dekat dengan golongan modernis ( Muhammadiyah ) dan dalam urusan politik lebih dekat dengan Masyumi.
          Dari paparan diatas bisa ditarik kesimpulan atau pokok-pokok pikiran dari makna dari kelahiran PMII:
¨            Bahwa PMII karena ketidakmampuan Departemen Perguruan Tinggi IPNU dalam menampung aspirasi anak muda NU yang ada di Perguruan Tinggi .
¨            PMII lahir dari rekayasa politik sekelompok mahasiswa muslim  ( NU ) untuk mengembangkan kelembagaan politik menjadi underbow NU dalam upaya merealisasikan aspirasi politiknya.
¨            PMII lahir dalam rangka mengembangkan paham Ahlussunah Waljama’ah dikalangan mahasiswa.
¨            Bahwa PMII lahir dari ketidakpuasan mahasiswa NU yang saat itu ada di HMI, karena HMI tidak lagi mempresentasikan paham mereka  ( Mahasiswa NU ) dan HMI ditengarai lebih dekat dengan partai MASYUMI.
¨            Bahwa lahirnya PMII merupakan wujud kebebasan berpikir, artinya sebagai mahasiswa harus menyadari sikap menentukan kehendak sendiri atas dasar pilihan sikap dan idealisme yang dianutnya.
Dengan demikian ide dasar pendirian PMII adalah murni dari anak-anak muda NU sendiri Bahwa kemudian harus bernaung dibawah panji NU itu bukan berarti sekedar pertimbangan praktis semata, misalnya karena kondisi pada saat itu yang memang nyaris menciptakan iklim dependensi sebagai suatu kemutlakan. Tetapi, keterikatan PMII kepada NU memang sudah terbentuk dan sengaja dibangun atas dasar kesamaan nilai, kultur, akidah, cita-cita dan bahkan pola berpikir, bertindak dan berperilaku.
Kemudian PMII harus mengakui dengan tetap berpegang teguh pada sikap Dependensi timbul berbagai pertimbangan menguntungkan atau tidak dalam bersikap dan berperilaku untuk sebuah kebebasan menentukan nasib sendiri.
Oleh karena itu haruslah diakui, bahwa peristiwa besar dalam sejarah PMII adalah ketika dipergunakannya istilah Independent dalam deklarasi Murnajati tanggal 14 Juli 1972 di Malang dalam MUBES III PMII, seolah telah terjadi pembelahan diri anak ragil NU dari induknya.Sejauh pertimbangan-pertimbangan yang terekam dalam dokumen historis, sikap independensi itu tidak lebih dari dari proses pendewasaan. PMII sebagai generasi muda bangsa yang ingin lebih eksis dimata masyarakat bangsanya. Ini terlihat jelas dari tiga butir pertimbangan yang melatar belakangi sikap independensi PMII tersebut.
Pertama, PMII melihat pembangunan dan pembaharuan mutlak memerlukan insan-insan Indonesia yang berbudi luhur, taqwa kepada Allah SWT, berilmu dan cakap serta tanggung jawab, bagi keberhasilan pembangunan yang dapat dinikmati secara merata oleh seluruh rakyat. Kedua, PMII selaku generasi muda indonesia sadar akan perannya untuk ikut serta bertanggungjawab, bagi keberhasilan pembangunan yang dapat dinikmati secar merata oleh seluruh rakyat. Ketiga, bahwa perjuangan PMII yang senantiasa menjunjung tinggi nilai-nilai moral dan idealisme sesuai deklarasi tawangmangu, menuntut berkembangnya sifat-sifat kreatif, keterbukaan dalam sikap, dan pembinaan rasa tanggungjawab.
Berdasarkan pertimbangan itulah, PMII menyatakan diri sebagai organisasi Independent, tidak terikat baik sikap maupun tindakan kepada siapapun, dan hanya komitmen terhadap perjuangan organisasi dan cita-cita perjuangan nasional yang berlandaskanPancasila.

ø Identitas dan citra diri PMII
       APA itu identitas PMII, seperti empat huruf kata 'PMII', yaitu Suatu wadah atau perkumpulan organisasi kemahasiswaan dengan label 'Pergerakan' yang Islam dan Indonesia yang mempunyai tujuan:
Terbentuknya Pribadi Muslim Indonesia Yang;
(1)   Bertaqwa kepada Allah swt
(2)   Berbudi luhur
(3)   Berilmu
(4)   Cakap, dan
(5)   Bertanggung jawab dalam mengamalkan ilmu pengetahuannya. (Bab IV AD PMII)
Menuju capaian ideal sebagai mahluk Tuhan, sebagai ummat yang sempurna, yang kamil, yaitu mahluk Ulul Albab.

Kata 'Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia' jika diudar lebih lanjut adalah:

1.      Pergerakan bisa didefinisikan sebagai 'lalu-lintas gerak', gerak dalam pengertian fisika adalah perpindahan suatu titik dari ordinat A ke ordinat B. Jadi 'Pergerakan' melampaui 'gerak' itu sendiri, karena pergerakan berarti dinamis, gerak yang terus-menerus. Ilustrasinya demikian, Misalnya seorang Alexandro Nesta menendang bola, mengarahkannya kepada Zambrotta, itu berarti suatu gerakan bola dari Nesta ke Zambrotta (hanya itu). Bandingkan, Nesta menendang bola ke Zambrotta, lalu mengoperkan bola itu kepada Vieri, dengan trik cantik Vieri menendang bola persis di pojok atas kanan gawang dan …… Itu yang namanya pergerakan bola. Kesimpulannya,  pergerakan meniscayakan dinamisasi, tidak boleh stagnan (berhenti beraktivitas) dan beku, beku dalaam pengertian kaku, tidak kreatif-inovatif. Prasyarat kreatif-inovatif adalah kepekaan dan kekritisan, dan kekritisan butuh kecerdasan.
Kenapa 'Pergerakan' bukan 'Perhimpunan'?, kalau berhimpun terus kapan bergeraknya….. Artinya bahwa, 'pergerakan' bukan hanya menerangkan suatu perkumpulan/organisasi tetapi juga menerangkan sifat dan karakter organisasi itu sendiri.
2.      Mahasiswa adalah sebutan orang-orang yang sedang melakukan studi di perguruan tinggi, dengan predikat sebutan yang melekat, mahasiswa sebagai 'wakil' rakyat, agen perubahan, komunitas penekan terhadap kebijaakan penguasa dll
3.      Islam, Agama Islam yang dijadikan basis landasam sekaligus identitas bahwa PMII adalah organisasi mahasiswa yang berlandaskan agama. Karenanya jelas bahwa rujukan PMII adalah kitab suci agama Islam ditambah dengan rujukan selanjutnya, sunnah nabi dan para sahabat, yang itu terangkum dalam pemahaman jumhur, yaitu ahlussunnah waljama'ah. Jadi Islam ala PMII adalah Islam yang mendasarkan diri pada aswaja --dengan varian didalamnya-- sebagai landasan teologis (keyakinan keberagamaan).
4.      Indonesia. Kenapa founding fathers PMII memasukkan kata 'Indonesia' pada organisasi ini, tidak lain untuk menunjukkan sekaligus mengidealkan PMII sebagai organisasi kebangsaan, organisasi mahasiswa yang berpandangan nasionalis, punya tanggung-jawab kebangsaan, kerakyataan dan kemanusiaan. Juga tidak tepat jika PMII hanya dipahami sebagai organisasi keagamaan semata. Jadi keislaman dan keindonesiaan sebagai landasan PMII adalah seimbang.
(kalo' mencari organisasi mahasiswa yang nasionalis dan agamis maka pilihan itu jatuh pada PMII)
Jadi PMII adalah pergerakan mahasiswa yang Islam dan yang Indonesia,  yang mendasarkan pada agama Islam dan sejarah, cita-cita kemerdekan dan laju perjalanan bangsa ini kedepan. Islam-Indonesia (dua kata digabung)  juga bisa dimaknai Islam yang bertransformasi ke ranah Nusantara/Indonesia, Islam Indonesia adalah Islam lokal --bukan Islam Arab secara persis--, tapi nilai universalitas Islam atau prinsip nilai Islam yang 'bersinkretisme' dengan budaya nusantara menjadi Islam Indonesia. Ini adalah karakter Islam PMII yang sejalan dengan ajaran aswaja.

Kesimpulaan:
Identitas PMII adalah Keislaman dan Keindonesia (kebangsaan)
Kata Kunci: Pergerakan, Mahasiswa, Islam, dan Indonesia

ø Seputar ideologi PMII
Pada paruh kedua abad kemarin dan gaungnya hingga hari ini (digarahi oleh kelompok intelektual 'kiri' Eropa yang mendasari new-left movement yang terkenal itu, sebut saja; kelompok madhab frankfurt, TW Adorno, Jurgen Habermas bahwa perdebatan mengenai ideologi masih mempunyai ruang, terlebih ideologi menuai kritik dan evaluasi terhadapnya. Kritik itu seputar perannya sebagai 'wadah' atau 'tempat'  kebenaraan atau bahkan sebagai 'sumber' kebenaran itu sendiri, yang disatu sisi dinilai sebagai pencerah ummat tetapi disisi lain sebagai alat hegemoni ummat.
Ideologi memang dianggaab sebaagaai laandasan kebenaaran yang paling fundaamental (mendasar) makanya tidak terlalu salah bila ddisebut sumber kebenaran sebagai ruh dari operasi praksis kehidupan. Tetapi dalam prosesnya kemudiaan ideologi ada tidak bebas dari kepentingan --prinsip peng-ada-an; sesuatu materi diciptakan/diadakan pasti punya maksud dan tujuan--, ironisnya kepentingan yang pada awalnya untuk kebaikan sesama tanpa ada pengistemewaan/pengklasifikasian kemudian berubah menjadi milik segolongan tertentu. Hasilnya ideologi menjadi tameng kebenaraan ummat tertentu, digunakan untuk tujuan-tujuan yang tidak selayaknya, tujuaan 'hanya kekuasaan' misalnya. Maka dalam konteks ini ideologi mendapat serangan habis-habisan.
Tanpa bermaksud memutus perdebatan sosiologi pengetahuan seperti diatas, Ideologi akan tetap memiliki ummat, ideologi masih memiliki pengikut tatkala ia masih rasional masih kontekstual tidak pilih kasih (diskriminatif) tidak menindas sehingga layak dijadikan sumber kebenaran, ketika peran itu masih melekat niscaya ideologi masih diperlukan.
Dibawa dalam ranah PMII, ideologi PMII digali dari sumbernya --yang pada pembicaraan sebelumnya disebut sebagai identitas PMII-- yaitu keislaman dan keindonesiaan. Sublimasi atau perpaduan antara dua unsur diatas menjadi rumusan materi yang terkandung dalam Nilai Dasar Pergerakan PMII, ya semacam qonun azasi di PMII atau itu tadi yang disebut... Ideologi. NDP berisi rumusan ketauhidan, pengyakinan kita terhadap Tuhan. Bentuk pengyakinan itu terletak dari pola relasi/hubungan antar komponen di alam ini, pola hubungan antara mikrokosmos dan makrokosmos, antara Tuhan dan manusia, antar manusia dan antara manusia dengan sekelilingnya.


Kesimpulan :
(1)   Ideologi masih relevan dijadikan sebagai rujukan kebenaran
(2)   Ideologi PMII terangkum (terwujud) dalam rumusan Nilai Dasar Pergerakan (NDP) yang merupakan sublimasi keislaman dan keindonesiaan

ø Landasan Teologis dan Filosofis PMII
Landasan filosofis dan teosofis PMII sebenarnya tergali dalam rumusan NDP dan turunannya kebawah. Artinya bahwa NDP dibangun atas dasar dua sublimasi besar yaitu ke-Islaman dan ke-Indonesiaan.
Sublimasi ke-Islaman berpijak dari kerangka paradikmatik bahwa Islam memiliki kerangka besar yang universal, transendental, trans-historis dan bahkan trans-personal. Universalisme atau variasi-variasi identitas Islam lainnya yang dimaksud bermuara pada satu gagasan besar, bagaimana membangun masyarakat yang berkeadilan.
Namun, harus disadari bahwa sungguhpun Islam memiliki universalitas atau yang lainnya, ia juga menampakkan diri sebagai entitas dengan identitas sangat kultural, antropologis, historis, sosiologis dan bahkan politis.
Dua gambaran tentang Islam yang paradoks ----atau minimal kontra produktif dan bahkan saling berbinary opposition--- menghadapkan believer pada tingkat minimal untuk melakukan human exercise bagaimana Islam dalam identitas yang ganda itu mampu disandingkan, dan bahkan dileburkan menjadi satu identitas besar, rahmatan lil alamin.
Dari sini, mengharuskan PMII untuk mengambil inisiatif dengan menempatkan Islam sebagai salah satu sublimasi identitas kelembagaan. Ini berarti, PMII  menempatkan Islam sebagai landasan teologis untuk dengan tetap meyakini universalitas, transhistoris dan bahkan transpersonalnya. Lebih dari itu, Keyakinan teologis tersebut tidak semata-mata ditempatkan sebagai landasan normatifnya, melainkan disertai upaya bagaimana Islam teologis itu mampu menunjukkan dirinya dalam dunia riel. Ini berarti, PMII akan selalu menempatkan Islam sebagai landasan normatif yang akan selalu hadir dalam setiap gerakan-gerakan sosial dan keagaamaan yang dimilikinya.
Selain itu, PMII sebagai konstruksi besar juga begitu menyadari bahwa ia tidaklah hadir dalam ruang hampa, kosong, berada diawang-awang dan jauh dari latar  sosial dan bahkan politik. Tetapi, ia justru hadir dan berdiam diri dalam satu ruang identitas besar, Indonesia dengan berbagai kemajemukan watak kulturalnya, sosiologis dan hingga antropologisnya.
Oleh karena, identitas diri yang tak terpisahkan dengan identitas besar Indonesia mengharuskan PMII untuk selalu menempatkan identitas besar itu menjadi salah satu sublimasi selain ke-Islaman.
Penempataan itu berarti menempatkan PMII sebagai institusi besar yang harus selalu melakukan pembacaan terhadap lingkungan besarnya, "Indonesia". Hal ini dalam rangka membangun aksi-aksi sosial, kemasyarakatan, dan kebangsaan yang selalu relevant, realistik, dan transformatik.
Dua penjelasan kaitannya dengan landasan sublimatif PMII diatas, dapat ditarik kedalam satu konstruksi besar bahwa PMII dalam setiap bangunan gerakan dan institusionalnya tetap menghadirkan identitas teologisnya, identitas Islam. Tetapi, lebih dari itu, landasan teologis Islam justru dihadirkan bukan hanya sebatas dalam bentuk pengaminan secara verbal dan normatif, melainkan bagaimana landasan teologis ini menjadi transformable dalam setiap gerakan dan aksi-aksi institusionalnya. Dengan begitu, mau tidak mau PMII harus mempertimbangkan tempat dimana ia lahir, berkembang, dan melakukan eksistensi diri, tepatnya ruang ke-Indonesiaan. Yang berarti, secara kelembagaan PMII harus selalu mempertimbangkan gambaran utuh konstruksi besar Indonesia dalam membangun setiap aksi-aksi kelembagaanya.
Endingnya, proses yang runut transformasi landasan teologis Islam dan konstruksi besar ke-Indonesia-an sebagai medium pembacaan objektifnya, maka akan muncul citra diri kader atau citra diri institusi yang ulil albab. Citra diri yang tidak hanya semata-mata menampilkan diri secara personal sebagai manusia beriman yang normatif dan verbalis, melainkan juga sebagai believer kreatif dan membumi-kontekstual. Citra diri personal ini secara langsung akan mengujudkan PMII secara kelembagaan sebagai entitas besar yang juga ulul albab.

Kesimpulan:
1.      Landasan teologis PMII adalah Islam-Keindonesiaan.
2.      Identitas filosofis PMII adalah citra diri yang dibangun melalui Islam sebagai teologi transformatif dan Ruang ke-Indonesia-an sebagai media pembacaan objektif.
3.      Tranformasi dua hal, landasan teologis dan identitas filosofis akan berakhir dengan tampilnya  identitas personal dan kelembagaan yang ulul albab.

CITRA DIRI MAHLUK ULUL ALBAB
Kader PMII Dapat Mewujudkan:
TRI MOTTO        : DZIKIR FIKIR AMAL SHOLEH
TRI KHIDMAD    : TAQWA INTELEKTUAL PROFESIONAL
TRI KOMITMEN : KEBENARAN KEJUJURAN KEADILAN







ø Landasan Filosofis Lambang PMII








Pencipta lambang         : H. Said Budairy
Makna Lambang          :

I.       Bentuk
ø  Perisai berarti ketahanan dan keampuhan mahasiswa islam terhadap berbagai tantangan dan pengaruh dari luar.
ø  Bintang adalah perlambang ketinggian dan semangat cita-cita yang selalu memancar.
ø  5 (lima) bintang sebelah atas, menggambarkan Rasulullah dengan empat sahabat terkemuka (Khulafa’ur Rasyidin)
ø  4 (empat) bintang sebelah bawah menggambarkan empat madzhab yang berhaluan Ahlussunnah Wal Jama’ah.
ø  9 (sembilan) bintang secara keseluruhan dapat berarti ganda, yaitu:
a.       Rasulullah dengan empat orang sahabatnya serta empat imam madzhab ASWAJA itu laksana bintang yang selalu bersinar cemerlang, mempunyai kedudukan tinggi dan penerang umat manusia.
b.      Sembilan bintnag juga menggambarkan sembilan orang pemuka penyebar Agama Islam di Indonesia yang disebut Wali Songo.
II.    Warna
ø  Biru, sebagaimana tulisan PMII, berarti kedalaman ilmu pengetahuan yang harus dimiliki dan digali oleh warga pergerakan, biru juga menggambarkan lautan Indonesia yang mengelilingi kepulauan Indonesia dan merupakan kesatuan wawasan nusantara.
ø  Biru muda, sebagaimana dasar perisai sebelah bawah berarti ketinggian ilmu, budi pekerti dan taqwa.
ø  Kuning, sebagaimana perisai sebelah atas, berarti identitas mahasiswa yang menjadi sifat dasar pergerakan, lambang kebesaran dan semangat yang selalu menyala serta penuh harapan menyongsong masa depan.
KOMPILLASI HUKUM ISLAM DI INDONESIA
BUKU II
HUKUM PERKAWINAN
BAB II KETENTUAN UMUM
Paassaall 1
Yang dimaksud dengan:
a. Peminangan ialah kegiatan upaya ke arah terjadinya hubungan perjodohan
antara seorang pria dengan seorang wanita;
b. Wali hakim ialah wali nikah yang ditunjuk oleh menteri agama atau pejabat
yang ditunjuk olehnya, yang diberi hak dan kewenangan untuk bertindak
sebagai wali nikah.
c. Akad nikah ialah rangkaian ijab yang diucapkan oleh wali dan kabul yang
diucapkan oleh mempelai pria atau wakilnya disaksikan oleh dua orang saksi.
d. Mahar adalah pemberian dari calon mempelai pria kepada calon mempelai
wanita, baik berbentuk barang, uang atau jasa yang tidak bertentangan dengan
hukum Islam.
e. Taklik talak ialah perjanjian yang diucapkan calon mempelai pria setelah akad
nikah yang dicantumkan dalam akta nikah berupa janji talak yang digantungkan
kepada suatu keadaan tertentu yang mungkin terjadi pada masa yang akan
datang.
f. Harta kekayaan dalam perkawinan atau syirkah adalah harta yang diperoleh
baik sendiri-sendiri atau bersama suami-istri selama dalam ikatan perkawinan
berlangsung dan selanjutnya disebut harta bersama, tanpa mempersoalkan
terdaftar atas nama siapa pun.
g. Pemeliharaan anak atau hadhanah adalah kegiatan mengasuh, memelihara, dan
mendidik anak hingga dewasa atau mampu berdiri sendiri.
h. Perwalian adalah kewenangan yang diberikan kepada seseorang untuk
melakukan sesuatu perbuatan hukum sebagai wakil untuk kepentingan dan atas
nama anak yang tidak mempunyai kedua orang tua, atau kedua orang tua atau
orang tua yang masih hidup tidak cakap melakukan perbuatan hukum.
i. Khuluk adalah perceraian yang terjadi atas permintaan istri dengan
memberikan tebusan atau ‘iwadl kepada dan atas persetujuan suaminya.
j. Mut‘ah adalah pemberian bekas suami kepada istri yang dijatuhi talak berupa
benda atau uang dan lainnya.
BAB IIII
DASSAR--DASSAR PERKAWIINAN
Paassaall 2
Perkawinan menurut hukum Islam adalah pernikahan, yaitu akad yang sangat kuat
atau miitsaaqan ghaliizhan untuk menaati perintah Allah dan melakukannya
merupakan ibadah.
Paassaall 3
Perkawinan bertujuan untuk mewujudkan kehidupan rumah tangga yang sakinah,
mawaddah, dan rahmah.
22
Paassaall 4
Perkawinan adalah sah, apabila dilakukan menurut hukum Islam sesuai dengan
Pasal 2 Ayat (1) Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan.
Paassaall 5
(1) Agar terjamin ketertiban perkawinan bagi masyarakat Islam setiap perkawinan
harus dicatat.
(2) Pencatatan perkawinan tersebut pada Ayat (1), dilakukan oleh Pegawai Pencatat
Nikah sebagaimana yang diatur dalam Undang-Undang No. 22 Tahun 1946 jo
Undang-Undang No. 32 Tahun 1954.
Paassaall 6
(1) Untuk memenuhi ketentuan dalam Pasal 5, setiap perkawinan harus
dilangsungkan di hadapan dan di bawah pengawasan Pegawai Pencatat Nikah.
(2) Perkawinan yang dilakukan di luar pengawasan Pegawai Pencatat Nikah tidak
mempunyai kekuatan hukum.
Paassaall 7
(1) Perkawinan hanya dapat dibuktikan dengan akta nikah yang dibuat oleh
Pegawai Pencatat Nikah.
(2) Dalam hal perkawinan tidak dapat dibuktikan dengan akta nikah, dapat
diajukan itsbat nikahnya ke Pengadilan Agama.
(3) Itsbat nikah yang dapat diajukan ke Pengadilan Agama terbatas mengenai halhal
yang berkenaan dengan:
a. adanya perkawinan dalam rangka penyelesaian perceraian;
b. hilangnya akta nikah;
c. adanya keraguan tentang sah atau tidaknya salah satu syarat
perkawinan;
d. adanya perkawinan yang terjadi sebelum berlakunya Undang-
Undang No. 1 Tahun 1974; dan
e. perkawinan yang dilakukan oleh mereka yang tidak mempunyai
halangan perkawinan menurut Undang-Undang No. 1 Tahun 1974.
(4) Yang berhak mengajukan permohonan itsbat nikah ialah suami atau istri, anakanak
mereka, wali nikah, dan pihak yang berkepentingan dengan perkawinan
itu.
Paassaall 8
Putusnya perkawinan selain cerai mati hanya dapat dibuktikan dengan surat cerai
berupa putusan Pengadilan Agama baik yang berbentuk putusan perceraian, ikrar
talak, khuluk, atau putusan taklik talak.
Paassaall 9
(1) Apabila bukti sebagaimana pada Pasal 8 tidak ditemukan karena hilang dan
sebagainya, dapat dimintakan salinannya kepada Pengadilan Agama.
(2) Dalam hal surat bukti yang dimaksud dalam Ayat (1) tidak dapat diperoleh,
maka dapat diajukan permohonan ke Pengadilan Agama.
33
Paassaall 10
Rujuk hanya dapat dibuktikan dengan Kutipan Buku Pendaftaran Rujuk yang
dikeluarkan oleh Pegawai Pencatat Nikah.
BAB IIIIII
PEMIINANGAN
Paassaall 11
Peminangan dapat langsung dilakukan oleh orang yang berkehendak mencari
pasangan jodoh, tetapi dapat pula dilakukan oleh perantara yang dapat dipercaya.
Paassaall 12
a. Peminangan dapat dilakukan terhadap seorang wanita yang masih perawan atau
terhadap janda yang telah habis masa iddahnya.
b. Wanita yang ditalak suami yang masih berada dalam masa iddah raj‘iah, haram
dan dilarang untuk dipinang.
c. Dilarang juga meminang seorang wanita yang sedang dipinang pria lain,
selama pinangan pria tersebut belum putus atau belum ada penolakan dari
pihak wanita.
d. Putusnya pinangan pihak pria, karena adanya pernyataan tentang putusnya
hubungan pinangan atau secara diam-diam pria yang meminang telah menjauh
dan meninggalkan wanita yang dipinang.
Paassaall 13
(1) Pinangan belum menimbulkan akibat hukum dan para pihak bebas
memutuskan hubungan peminangan.
(2) Kebebasan memutuskan hubungan peminangan dilakukan dengan tata cara
yang baik sesuai dengan tuntunan agama dan kebiasaan setempat, sehingga
tetap terbina kerukunan dan saling menghargai.
BAB IIV
RUKUN DAN SSYARAT PERKAWIINAN
Baagiiaan Kessaattu
Rukun
Paassaall 14
Untuk melakukan perkawinan harus ada:
a. Calon suami
b. Calon istri
c. Wali nikah
d. Dua orang saksi, dan
e. Ijab dan Kabul
44
Baagiiaan Keduaa
Caallon mempellaaii
Paassaall 15
(1) Untuk kemaslahatan keluarga dan rumah tangga, perkawinan hanya boleh
dilakukan calon mempelai yang telah mencapai umur yang ditetapkan dalam
Pasal 7 Undang-Undang No. 1 Tahun 1974, yakni calon suami sekurangkurangnya
berumur 19 tahun dan calon istri sekurang-kurangnya berumur 16
tahun.
(2) Bagi calon mempelai yang belum mencapai umur 21 tahun harus mendapat izin
sebagaimana diatur dalam Pasal 6 Ayat (2), (3), (4), dan (5) UU No. 1 Tahun
1974.
Paassaall 16
(1) Perkawinan didasarkan atas persetujuan calon mempelai.
(2) Bentuk persetujuan calon mempelai wanita dapat berupa pernyataan tegas dan
nyata dengan tulisan, lisan, atau isyarat tetapi dapat juga berupa diam dalam
arti selama tidak ada penolakan yang tegas.
Paassaall 17
(1) Sebelum berlangsung perkawinan, Pegawai Pencatat Nikah menanyakan lebih
dahulu persetujuan calon mempelai di hadapan dua saksi nikah.
(2) Bila ternyata perkawinan tidak disetujui oleh salah seorang calon mempelai
maka perkawinan itu tidak dapat dilangsungkan.
(3) Bagi calon mempelai yang menderita tuna wicara atau tuna rungu persetujuan
dapat dinyatakan dengan tulisan atau isyarat yang dapat dimengerti.
Paassaall 18
Bagi calon suami dan calon istri yang akan melangsungkan pernikahan tidak
terdapat halangan perkawinan sebagaimana diatur dalam Bab VI.
Baagiiaan Kettiigaa
Waallii Niikaah
Paassaall 19
Wali nikah dalam perkawinan merupakan rukun yang harus dipenuhi bagi calon
mempelai wanita yang bertindak untuk menikahkannya.
Paassaall 20
Yang bertindak sebagai wali nikah ialah seorang laki-laki yang memenuhi syarat
hukum Islam yakni muslim dan akil baligh.
Wali nikah terdiri dari:
a. Wali nasab;
b. Wali hakim.
Paassaall 21
(1) Wali nasab terdiri dari empat kelompok dalam urutan kedudukan, kelompok
yang satu didahulukan dari kelompok yang lain sesuai erat-tidaknya sususan
kekerabatan dengan calon mempelai wanita.
55
Pertama, kelompok kerabat laki-laki garis lurus ke atas yakni ayah, kakek dari
pihak ayah, dan seterusnya.
Kedua, kelompok kerabat saudara laki-laki kandung atau saudara laki-laki
seayah dan keturunan laki-laki mereka.
Ketiga, kelompok kerabat paman, yakni saudara laki-laki kandung ayah,
saudara seayah, dan keturunan laki-laki mereka.
Keempat, kelompok saudara laki-laki kandung kakek, saudara laki-laki seayah
kakek, dan keturunan laki-laki mereka.
(2) Apabila dalam satu kelompok wali nikah terdapat beberapa orang yang samasama
berhak menjadi wali, maka yang paling berhak menjadi wali ialah yang
lebih dekat derajat kekerabatannya dengan calon mempelai wanita.
(3) Apabila dalam satu kelompok sama derajat kekerabatannya maka yang paling
berhak menjadi wali nikah ialah kera-bat kandung dari kerabat yang hanya
seayah.
(4) Apabila dalam satu kelompok derajat kekerabatannya sama, yakni sama-sama
derajat kandung atau sama-sama derajat kerabat seayah, mereka sama-sama
berhak menjadi wali nikah, dengan mengutamakan yang lebih tua dan
memenuhi syarat-syarat wali.
Paassaall 22
Apabila wali nikah yang paling berhak, urutannya tidak memenuhi syarat sebagai
wali nikah atau oleh karena wali nikah itu menderita tuna wicara, tuna rungu, atau
sudah udzur, maka hak menjadi wali bergeser kepada wali nikah yang lain menurut
derajat berikutnya.
Paassaall 23
(1) Wali hakim baru dapat bertindak sebagai wali nikah apabila wali nasab tidak
ada atau tidak mungkin menghadirkannya atau tidak diketahui tempat
tinggalnya atau gaib atau adlal atau enggan.
(2) Dalam hal wali adlal atau enggan maka wali hakim dapat bertindak sebagai wali
nikah setelah ada putusan Pengadilan Agama tentang wali tersebut.
Baagiiaan Keempaatt
SSaakssii Niikaah
Paassaall 24
(1) Saksi dalam perkawinan merupakan rukun pelaksanaan akad nikah.
(2) Setiap perkawinan harus disaksikan oleh dua orang saksi.
Paassaall 25
Yang dapat ditunjuk menjadi saksi dalam akad nikah ialah seorang laki-laki muslim,
adil, akil baligh, tidak terganggu ingatan, dan tidak tuna rungu atau tuli.
Paassaall 26
Saksi harus hadir dan menyaksikan secara langsung akad nikah serta
menandatangani akta nikah pada waktu dan di tempat akad nikah dilangsungkan.
66
Baagiiaan Kelliimaa
Akaad Niikaah
Paassaall 27
Ijab dan kabul antara wali dan calon mempelai pria harus jelas beruntun dan tidak
berselang waktu.
Paassaall 28
Akad nikah dilaksanakan sendiri secara pribadi oleh wali nikah yang bersangkutan.
Wali nikah dapat mewakilkan kepada orang lain.
Paassaall 29
(1) Yang berhak mengucapkan kabul ialah calon mempelai pria secara pribadi.
(2) Dalam hal-hal tertentu ucapan kabul nikah dapat diwakilkan kepada pria lain
dengan ketentuan calon mempelai pria memberi kuasa yang tegas secara
tertulis bahwa penerimaan wakil atas akad nikah itu adalah untuk mempelai
pria.
(3) Dalam hal calon mempelai wanita atau wali keberatan calon mempelai pria
diwakili, maka akad nikah tidak boleh dilangsungkan.
BAB V
MAHAR
Paassaall 30
Calon mempelai pria wajib membayar mahar kepada calon mempelai wanita yang
jumlah, bentuk, dan jenisnya disepakati oleh kedua belah pihak.
Paassaall 31
Penentuan mahar berdasarkan asas kesederhanaan dan kemudahan yang
dianjurkan oleh ajaran Islam.
Paassaall 32
Mahar diberikan langsung kepada calon mempelai wanita, dan sejak itu menjadi
hak pribadinya.
Paassaall 33
(1) Penyerahan mahar dilakukan dengan tunai.
(2) Apabila calon mempelai wanita menyetujui, penyerahan mahar boleh
ditangguhkan baik untuk seluruhnya atau untuk sebagian. Mahar yang belum
ditunaikan penyerahannya menjadi utang calon mempelai pria.
Paassaall 34
(1) Kewajiban menyerahkan mahar bukan merupakan rukun dalam perkawinan.
(2) Kelalaian menyebut jenis dan jumlah mahar pada waktu akad nikah tidak
menyebabkan batalnya perkawinan. Begitu pula halnya dalam keadaan mahar
masih terhutang, tidak mengurangi sahnya perkawinan.
77
Paassaall 35
(1) Suami yang mentalak istrinya qabla ad-dukhul wajib membayar setengah mahar
yang telah ditentukan dalam akad nikah.
(2) Apabila suami meninggal dunia qabla ad-dukhul, seluruh mahar yang
ditetapkan menjadi hak penuh istrinya.
(3) Apabila perceraian terjadi qabla ad-dukhul tetapi besarnya mahar belum
ditetapkan, maka suami wajib membayar mahar mitsil.
Paassaall 36
Apabila mahar hilang sebelum diserahkan, mahar itu dapat diganti dengan barang
lain yang sama bentuk dan jenisnya atau dengan barang lain yang sama nilainya
atau dengan uang yang senilai dengan harga barang mahar yang hilang.
Paassaall 37
Apabila terjadi selisih pendapat mengenai jenis dan nilai mahar yang ditetapkan,
penyelesaiannya diajukan ke Pengadilan Agama.
Paassaall 38
(1) Apabila mahar yang diserahkan mengandung cacat atau kurang, tetapi calon
mempelai wanita tetap bersedia menerimanya tanpa syarat, penyerahan mahar
dianggap lunas.
(2) Apabila istri menolak untuk menerima mahar karena cacat suami harus
menggantinya dengan mahar lain yang tidak cacat. Selama penggantinya belum
diserahkan, mahar dianggap masih belum dibayar.
BAB VII
LLARANGAN KAWIIN
Paassaall 39
Dilarang melangsungkan perkawinan antara seorang pria dengan seorang wanita
disebabkan:
1. Karena pertalian nasab:
a. dengan seorang wanita yang melahirkan atau yang
menurunkannya atau keturunannya;
b. dengan seorang wanita keturunan ayah atau ibu;
c. dengan seorang wanita saudara yang melahirkannya.
2. Karena pertalian kerabat semenda;
a. dengan seorang wanita yang melahirkan istrinya atau bekas
istrinya;
b. dengan seorang wanita bekas istri orang yang menurunkannya;
c. dengan seorang wanita keturunan istri atau bekas istrinya, kecuali
putusnya hubungan perkawinan dengan bekas istrinya itu qabla
ad-dukhul;
d. dengan seorang wanita bekas istri keturunannya.
3. Karena pertalian sesusuan;
a. dengan wanita yang menyusuinya dan seterusnya menurut garis
lurus ke atas;
88
b. dengan seorang wanita sesusuan dan seterusnya menurut garis
lurus ke bawah;
c. dengan seorang wanita saudara sesusuan, dan kemenakan
sesusuan ke bawah;
d. dengan seorang wanita bibi sesusuan dan nenek bibi sesusuan ke
atas;
e. dengan anak yang disusui oleh istrinya dan keturunannya.
Paassaall 40
Dilarang melangsungkan perkawinan antara seorang pria dengan seorang wanita
karena keadaan tertentu;
a. karena wanita yang bersangkutan masih terikat satu perkawinan dengan pria
lain,
b. seorang wanita yang masih berada dalam masa iddah dengan pria lain;
c. seorang wanita yang tidak beragama Islam.
Paassaall 41
(1) Seorang pria dilarang memadu istrinya dengan seorang wanita yang
mempunyai hubungan pertalian nasab atau susuan dengan istrinya:
a. saudara kandung, seayah atau seibu serta keturunannya;
b. wanita dengan bibinya atau kemenakannya.
(2) Larangan tersebut pada Ayat (1) tetap berlaku meskipun istri-istrinya telah
ditalak raj‘i, tetapi masih dalam masa iddah.
Paassaall 42
Seorang pria dilarang melangsungkan perkawinan dengan seorang wanita apabila
pria tersebut sedang mempunyai 4 (empat) orang istri yang keempat-empatnya
masih terikat tali perkawinan sedang yang lainnya dalam masa iddah talak raj‘i.
Paassaall 43
(1) Dilarang melangsungkan perkawinan antara seorang pria:
a. dengan seorang wanita bekas istrinya yang ditalak tiga
b. dengan seorang wanita bekas istrinya yang di-li‘an.
(2) Larangan tersebut pada Ayat (1) Huruf a gugur, kalau bekas istri tadi telah
kawin dengan pria lain, kemudian perkawinan tersebut putus ba‘da ad-dukhul
dan telah habis masa iddahnya.
Paassaall 44
Seorang wanita Islam dilarang melangsungkan perkawinan dengan seorang pria
yang tidak beragama Islam.
BAB VIIII
PERJJANJJIIAN PERKAWIINAN
Paassaall 45
Kedua calon mempelai dapat mengadakan perjanjian perkawinan dalam bentuk:
(1) Taklik talak, dan
(2) Perjanjian lain yang tidak bertentangan dengan hukum Islam.
99
Paassaall 46
(1) Isi taklik talak tidak boleh bertentangan dengan hukum Islam.
(2) Apabila keadaan yang disyaratkan dalam taklik talak betul-betul terjadi
kemudian, tidak dengan sendirinya talak jatuh. Supaya talak sungguh-sungguh
jatuh, istri harus mengajukan persoalannya ke Pengadilan Agama.
(3) Perjanjian taklik talak bukan suatu perjanjian yang wajib diadakan pada setiap
perkawinan, akan tetapi sekali taklik talak sudah diperjanjikan tidak dapat
dicabut kembali.
Paassaall 47
(1) Pada waktu atau sebelum perkawinan dilangsungkan, kedua calon mempelai
dapat membuat perjanjian tertulis yang disahkan Pegawai Pencatat Nikah
mengenai kedudukan harta dalam perkawinan.
(2) Perjanjian tersebut pada Ayat (1) dapat meliputi percampuran harta pribadi dan
pemisahan harta pencaharian masing-masing sepanjang hal itu tidak
bertentangan dengan hukum Islam.
(3) Di samping ketentuan dalam Ayat (1) dan (2) di atas, boleh juga isi perjanjian itu
menetapkan kewenangan masing-masing untuk mengadakan ikatan hipotek
atas harta pribadi dan harta bersama atau harta syarikat.
Paassaall 43
(1) Apabila dibuat perjanjian perkawinan mengenai pemisahan harta bersama atau
harta syarikat, maka perjanjian tersebut tidak boleh menghilangkan kewajiban
suami untuk memenuhi kebutuhan rumah tangga.
(2) (2) Apabila dibuat perjanjian perkawinan tidak memenuhi ketentuan tersebut
pada Ayat (1) dianggap tetap terjadi pemisahan harta bersama atau harta
syarikat dengan kewajiban suami menanggung biaya kebutuhan rumah tangga.
Paassaall 49
(1) Perjanjian percampuran harta pribadi dapat meliputi semua harta, baik yang
dibawa masing-masing ke dalam perkawinan maupun yang diperoleh masingmasing
selama perkawinan.
(2) Dengan tidak mengurangi ketentuan tersebut pada Ayat (1) dapat juga
diperjanjikan bahwa percampuran harta pribadi hanya terbatas pada harta
pribadi yang dibawa pada saat perkawinan dilangsungkan, sehingga
percampuran ini tidak meliputi harta pribadi yang diperoleh selama
perkawinan atau sebaliknya.
Paassaall 50
(1) Perjanjian perkawinan mengenai harta, mengikat kepada para pihak dan pihak
ketiga terhitung mulai tanggal dilangsungkan perkawinan di hadapan Pegawai
Pencatat Nikah.
(2) Perjanjian perkawinan mengenai harta, dapat dicabut atas persetujuan bersama
suami-istri dan wajib mendaftarkannya di Kantor Pegawai Pencatat Nikah
tempat perkawinan dilangsungkan.
(3) Sejak pendaftaran tersebut, pencabutan telah mengikat kepada suami-istri
tetapi terhadap pihak ketiga pencabutan baru mengikat sejak tanggal
pendaftaran itu diumumkan oleh suami-istri dalam suatu surat kabar setempat.
1100
(4) Apabila dalam tempo enam bulan pengumuman tidak dilakukan oleh yang
bersangkutan, pendaftaran pencabutan dengan sendirinya gugur dan tidak
mengikat kepada pihak ketiga.
(5) Pencabutan perjanjian perkawinan mengenai harta tidak boleh merugikan
perjanjian yang telah diperbuat sebelumnya dengan pihak ketiga.
Paassaall 51
Pelanggaran atas perjanjian perkawinan memberi hak kepada istri untuk meminta
pembatalan nikah atau mengajukannya sebagai alasan gugatan perceraian ke
Pengadilan Agama.
Paassaall 52
Pada saat dilangsungkan perkawinan dengan istri kedua, ketiga, atau keempat,
boleh diperjanjikan mengenai tempat kediaman, waktu giliran dan biaya rumah
tangga bagi istri yang akan dinikahinya itu.
BAB VIIIIII
KAWIIN HAMIILL
Paassaall 53
(1) Seorang wanita hamil di luar nikah, dapat dikawinkan dengan pria yang
menghamilinya.
(2) Perkawinan dengan wanita hamil yang disebut pada Ayat (1) dapat
dilangsungkan tanpa menunggu lebih dahulu kelahiran anaknya.
(3) Dengan dilangsungkannya perkawinan pada saat wanita hamil, tidak diperlukan
perkawinan ulang setelah anak yang dikandung lahir.
Paassaall 54
(1) Selama seseorang masih dalam keadaan ihram, tidak boleh melangsungkan
perkawinan dan juga tidak boleh bertindak sebagai wali nikah.
(2) Apabila terjadi perkawinan dalam keadaan ihram, atau wali nikahnya masih
berada dalam ihram, maka perkawinannya tidak sah.
BAB IIX
BERIISSTRII LLEBIIH DARII SSATU ORANG
Paassaall 55
(1) Beristri lebih dari satu orang pada waktu yang bersamaan, terbatas hanya
sampai empat orang istri.
(2) Syarat utama beristri lebih dari seorang, suami harus mampu berlaku adil
terhadap istri-istri dan anak-anaknya.
(3) Apabila syarat utama yang disebut pada Ayat (2) tidak mungkin dipenuhi, suami
dilarang beristri lebih dari seorang.
Paassaall 56
(1) Suami yang hendak beristri lebih dari satu orang harus mendapat izin dari
Pengadilan Agama.
1111
(2) Pengajuan permohonan izin dimaksud pada Ayat (1) dilakukan menurut tata
cara sebagaimana diatur dalam Bab VIII Peraturan Pemerintah No. 9 Tahun
1975.
(3) Perkawinan yang dilakukan dengan istri kedua, ketiga, atau keempat tanpa izin
dari Pengadilan Agama, tidak mempunyai kekuatan hukum.
Paassaall 57
Pengadilan Agama hanya memberikan izin kepada seorang suami yang akan
beristri lebih dan seorang apabila:
a. istri tidak dapat menjalankan kewajiban sebagai istri;
b. istri mendapat cacat badan atau penyakit yang tidak dapat disembuhkan;
c. istri tidak dapat melahirkan keturunan.
Paassaall 58
(1) Selain syarat utama yang disebut pada Pasal 55 Ayat (2), maka untuk
memperoleh izin Pengadilan Agama harus pula dipenuhi syarat-syarat yang
ditentukan pada Pasal 5 Undang-Undang No. 1 Tahun 1974, yaitu:
a. adanya persetujuan istri;
b. adanya kepastian bahwa suami mampu menjamin keperluan hidup
istri-istri dan anak-anak mereka.
(2) Dengan tidak mengurangi ketentuan Pasal 41 Huruf b Peraturan Pemerintah No.
9 Tahun 1975, persetujuan istri atau istri-istri dapat diberikan secara tertulis atau
dengan lisan, tetapi sekalipun telah ada persetujuan tertulis, persetujuan ini
dipertegas dengan persetujuan lisan istri pada sidang Pengadilan Agama.
(3) Persetujuan dimaksud pada Ayat (1) Huruf a tidak diperlukan bagi seorang
suami apabila istri atau istri-istrinya tidak mungkin dimintai persetujuannya dan
tidak dapat menjadi pihak dalam perjanjian atau apabila tidak ada kabar dari
istri atau istri-istrinya sekurang-kurangnya dua tahun atau karena sebab lain
yang perlu mendapat penilaian hakim.
Paassaall 59
Dalam hal istri tidak mau memberikan persetujuan, dan permohonan izin untuk
beristri lebih dari satu orang berdasarkan salah satu alasan yang diatur dalam Pasal
55 Ayat (2) dan 57, Pengadilan Agama dapat menetapkan tentang pemberian izin
setelah memeriksa dan mendengar istri yang bersangkutan di persidangan
Pengadilan Agama, dan terhadap penetapan ini istri atau suami dapat mengajukan
banding atau kasasi.
BAB X
PENCEGAHAN PERKAWIINAN
Paassaall 60
(1) Pencegahan perkawinan bertujuan untuk menghindari suatu perkawinan yang
dilarang hukum Islam dan peraturan perundang-undangan.
(2) Pencegahan perkawinan dapat dilakukan bila calon suami atau calon istri yang
akan melangsungkan perkawinan tidak memenuhi syarat-syarat untuk
melangsungkan perkawinan menurut hukum Islam dan peraturan perundangundangan.
1122
Paassaall 61
Tidak sekufu tidak dapat dijadikan alasan untuk mencegah perkawinan, kecuali
tidak sekufu karena perbedaan agama atau ikhtilaaf ad-din.
Paassaall 62
(1) Yang dapat mencegah perkawinan ialah para keluarga dalam garis keturunan
lurus ke atas dan ke bawah, saudara, wali nikah, wali pengampu dari salah
seorang calon mempelai, dan pihak-pihak yang bersangkutan.
(2) Ayah kandung yang tidak pernah melaksanakan fungsinya sebagai kepala
keluarga tidak gugur hak kewaliannya untuk mencegah perkawinan yang akan
dilakukan oleh wali nikah yang lain.
Paassaall 63
Pencegahan perkawinan dapat dilakukan oleh suami atau istri yang masih terikat
dalam perkawinan dengan salah seorang calon istri atau calon suami yang akan
melangsungkan perkawinan.
Paassaall 64
Pejabat yang ditunjuk untuk mengawasi perkawinan berkewajiban mencegah
perkawinan bila rukun dan syarat perkawinan tidak dipenuhi.
Paassaall 65
(1) Pencegahan perkawinan diajukan kepada Pengadilan Agama dalam daerah
hukum tempat perkawinan akan dilangsungkan dengan memberitahukan juga
kepada Pegawai Pencatat Nikah.
(2) Kepada calon-calon mempelai diberitahukan mengenai permohonan
pencegahan perkawinan dimaksud dalam Ayat (1) oleh Pegawai Pencatat
Nikah.
Paassaall 66
Perkawinan tidak dapat dilangsungkan apabila pencegahan belum dicabut.
Paassaall 67
Pencegahan perkawinan dapat dicabut dengan menarik kembali permohonan
pencegahan pada Pengadilan Agama oleh yang mencegah atau dengan putusan
Pengadilan Agama.
Paassaall 68
Pegawai Pencatat Nikah tidak diperbolehkan melangsungkan atau membantu
melangsungkan perkawinan bila ia mengetahui adanya pelanggaran dari ketentuan
Pasal 7 Ayat (1), Pasal 8, Pasal 9, Pasal 10, atau Pasal 12 Undang-Undang No. 1
Tahun 1974 meskipun tidak ada pencegahan perkawinan.
Paassaall 69
(1) Apabila Pegawai Pencatat Nikah berpendapat bahwa terhadap perkawinan
tersebut ada larangan menurut Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 maka ia akan
menolak melangsungkan perkawinan.
1133
(2) Dalam hal penolakan, maka permintaan salah satu pihak yang ingin
melangsungkan perkawinan oleh Pegawai Pencatat Nikah akan diberikan suatu
keterangan tertulis dari penolakan tersebut disertai dengan alasan-alasan
penolakannya.
(3) Para pihak yang perkawinannya ditolak berhak mengajukan permohonan
kepada Pengadilan Agama dalam wilayah mana Pegawai Pencatat Nikah yang
mengadakan penolakan berkedudukan untuk memberikan keputusan, dengan
menyerahkan surat keterangan penolakan tersebut di atas.
(4) Pengadilan Agama akan memeriksa perkaranya dengan acara singkat dan akan
memberikan ketetapan, apakah ia akan menguatkan penolakan tersebut
ataukah memerintahkan supaya perkawinan dilangsungkan.
(5) Ketetapan ini hilang kekuatannya, jika rintangan-rintangan yang
mengakibatkan penolakan tersebut hilang dan pada pihak yang ingin kawin
dapat mengulangi pemberitahuan tentang maksud mereka.
BAB XII
BATALLNYA PERKAWIINAN
Paassaall 70
Perkawinan batal apabila:
a. suami melakukan perkawinan, sedangkan ia tidak berhak melakukan akad
nikah karena sudah mempunyai empat orang istri, sekalipun salah satu dari
keempat istrinya itu dalam iddah talak raj‘i;
b. seseorang menikahi bekas istrinya yang telah dili‘annya;
c. seseorang menikahi bekas istrinya yang pernah dijatuhi tiga kali talak olehnya,
kecuali bila bekas istri tersebut pernah menikah dengan pria lain yang
kemudian bercerai lagi ba‘da ad-dukhul dari pria tersebut dan telah habis masa
iddah-nya;
d. perkawinan dilakukan antara dua orang yang mempunyai hubungan darah,
semenda, dan sesusuan sampai derajat tertentu yang menghalangi perkawinan
menurut Pasal 8 Undang-Undang No. 1 Tahun 1974, yaitu:
1. berhubungan darah dalam garis keturunan lurus ke bawah atau ke atas;
2. berhubungan darah dalam garis keturunan menyamping yaitu antara
saudara, antara seorang dengan saudara orang tua, dan antara seorang
dengan saudara neneknya;
3. berhubungan semenda, yaitu mertua, anak tiri, menantu, dan ibu atau ayah
tiri;
4. berhubungan sesusuan, yaitu orang tua sesusuan, anak sesusuan, saudara
sesusuan, dan bibi atau paman sesusuan;
e. istri adalah saudara kandung atau sebagai bibi atau kemenakan dari istri atau
istri-istrinya.
Paassaall 71
Suatu perkawinan dapat dibatalkan apabila:
a. seorang suami melakukan poligami tanpa izin Pengadilan Agama;
b. perempuan yang dikawini ternyata kemudian diketahui masih menjadi istri pria
lain yang mafqud;
c. perempuan yang dikawini ternyata masih dalam iddah dari suami lain;
1144
d. perkawinan yang melanggar batas umur perkawinan, sebagaimana ditetapkan
dalam Pasal 7 Undang-Undang 1 Tahun 1974;
e. perkawinan dilangsungkan tanpa wali atau dilaksanakan oleh wali yang tidak
berhak;
f. perkawinan yang dilaksanakan dengan paksaan.
Paassaall 72
(1) Seorang suami atau istri dapat mengajukan permohonan pembatalan
perkawinan apabila perkawinan dilangsungkan di bawah ancaman yang
melanggar hukum.
(2) Seorang suami atau istri dapat mengajukan permohonan pembatalan
perkawinan apabila pada waktu berlangsungnya perkawinan terjadi penipuan
atau salah sangka mengenai diri suami atau istri;
(3) Apabila ancaman telah berhenti, atau yang bersalah sangka itu menyadari
keadaannya, dan dalam jangka waktu 6 (enam) bulan setelah itu masih tetap
hidup sebagai suami-istri, dan tidak menggunakan haknya untuk mengajukan
permohonan pembatalan, maka haknya gugur.
Paassaall 73
Yang dapat mengajukan permohonan pembatalan perkawinan adalah:
a. para keluarga dalam garis keturunan lurus ke atas dan ke bawah dari suami atau
istri;
b. suami atau istri;
c. pejabat yang berwenang mengawasi pelaksanaan perkawinan menurut undangundang;
d. para pihak yang berkepentingan yang mengetahui adanya cacat dalam rukun
dan syarat perkawinan menurut hukum Islam dan peraturan perundangundangan
sebagaimana tersebut dalam Pasal 67.
Paassaall 74
(1) Permohonan pembatalan perkawinan dapat diajukan kepada Pengadilan
Agama yang mewilayahi tempat tinggal suami atau istri atau tempat perkawinan
dilangsungkan.
(2) Batalnya suatu perkawinan dimulai setelah putusan Pengadilan Agama
mempunyai kekuatan hukum yang tetap dan berlaku sejak saat berlangsungnya
perkawinan.
Paassaall 75
Keputusan pembatalan perkawinan tidak berlaku surut terhadap:
a. perkawinan yang batal karena salah satu dari suami atau istri murtad;
b. anak-anak yang dilahirkan dari perkawinan tersebut;
c. pihak ketiga sepanjang mereka memperoleh hak-hak dengan beriktikad baik,
sebelum keputusan pembatalan perkawinan mempunyai kekuatan hukum yang
tetap.
Paassaall 76
Batalnya suatu perkawinan tidak akan memutuskan hubungan hukum antara anak
dengan orang tuanya.
1155
BAB XIIII
HAK DAN KEWAJJIIBAN SSUAMII--IISSTRII
Baagiiaan Kessaattu
Umum
Paassaall 77
(1) Suami-istri memikul kewajiban yang luhur untuk menegakkan rumah tangga
yang sakinah, mawaddah, dan rahmah yang menjadi sendi dasar dari susunan
masyarakat.
(2) Suami-istri wajib saling mencintai, saling menghormati, setia dan memberi
bantuan lahir batin yang satu kepada yang lain.
(3) Suami-istri memikul kewajiban untuk mengasuh dan memelihara anak-anak
mereka, baik mengenai pertumbuhan jasmani, rohani, maupun kecerdasan dan
pendidikan agamanya.
(4) Suami-istri wajib memelihara kehormatannya.
(5) Jika suami atau istri melalaikan kewajibannya, masing-masing dapat
mengajukan gugatan kepada Pengadilan Agama.
Paassaall 78
(1) Suami-istri harus mempunyai tempat kediaman yang tetap.
(2) Rumah kediaman yang dimaksud dalam Ayat (1), ditentukan oleh suami-istri
bersama.
Baagiiaan Keduaa
Kedudukaan SSuaamii--IIssttrrii
Paassaall 79
(1) Suami adalah kepala keluarga dan istri ibu rumah tangga.
(2) Hak dan kedudukan istri adalah seimbang dengan hak dan kedudukan suami
dalam kehidupan rumah tangga dan pergaulan hidup bersama dalam
masyarakat.
(3) Masing-masing pihak berhak untuk melakukan perbuatan hukum.
Baagiiaan Kettiigaa
Kewaajjiibaan SSuaamii
Paassaall 80
(1) Suami adalah pembimbing terhadap istri dan rumah tangganya, akan tetapi
mengenai hal-hal urusan rumah tangga yang penting-penting diputuskan oleh
suami-istri secara bersama.
(2) Suami wajib melindungi istrinya dan memberikan segala sesuatu keperluan
hidup berumah tangga sesuai dengan kemampuannya.
(3) Suami wajib memberi pendidikan agama kepada istrinya dan memberi
kesempatan belajar pengetahuan yang berguna dan bermanfaat bagi agama,
nusa, dan bangsa.
(4) Sesuai dengan penghasilannya suami menanggung:
a. nafkah, kiswah, dan tempat kediaman bagi istri;
b. biaya rumah tangga, biaya perawatan, dan biaya pengobatan bagi
istri dan anak;
1166
c. biaya pendidikan bagi anak.
(5) Kewajiban suami terhadap istrinya seperti tersebut pada Ayat (4) Huruf a dan b
di atas mulai berlaku sesudah ada tamkin sempurna dari istrinya.
(6) Istri dapat membebaskan suaminya dari kewajiban terhadap dirinya
sebagaimana tersebut pada Ayat (4) huruf a dan b.
(7) Kewajiban suami sebagaimana dimaksud ayat (5) gugur apabila isteri nusyuz.
Baagiiaan keempaatt
Tempaatt Kediiaamaan
Paassaall 81
(1) Suami wajib menyediakan tempat kediaman bagi istri dan anak-anaknya, atau
bekas istri yang masih dalam iddah.
(2) Tempat kediaman adalah tempat tinggal yang layak untuk istri selama dalam
ikatan perkawinan, atau dalam iddah talak atau iddah wafat.
(3) Tempat kediaman disediakan untuk melindungi istri dan anak-anaknya dari
gangguan pihak lain, sehingga mereka merasa aman dan tenteram. Tempat
kediaman juga berfungsi sebagai tempat menyimpan harta kekayaan, sebagai
tempat menata dan mengatur alat-alat rumah tangga.
(4) Suami wajib melengkapi tempat kediaman sesuai dengan kemampuannya serta
disesuaikan dengan keadaan lingkung-an tempat tinggalnya, baik berupa alat
perlengkapan rumah tangga maupun sarana penunjang lainnya.
Baagiiaan kelliimaa
Kewaajjiibaan SSuaamii yaang Berriissttrrii LLebiih daarrii SSeorraang
Paassaall 82
(1) Suami yang mempunyai istri lebih dari seorang berkewajiban memberi tempat
tinggal dan biaya hidup kepada masing-masing istri secara berimbang menurut
besar kecilnya jumlah keluarga yang ditanggung masing-masing istri, kecuali
jika ada perjanjian perkawinan.
(2) Dalam hal para istri rela dan ikhlas, suami dapat menempatkan istrinya dalam
satu tempat kediaman.
Baagiiaan Keenaam
Kewaajjiibaan IIssttrrii
Paassaall 83
(1) Kewajiban utama bagi seorang istri ialah berbakti lahir dan batin kepada suami
di dalam batas-batas yang dibenarkan hukum Islam.
(2) Istri menyelenggarakan dan mengatur keperluan rumah tangga sehari-hari
dengan sebaik-baiknya.
Paassaall 84
(1) Istri dapat dianggap nusyuz jika ia tidak mau melaksanakan kewajibankewajiban
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 83 Ayat (1) kecuali dengan
alasan yang sah.
(2) Selama istri dalam nusyuz, kewajiban suami terhadap istrinya yang tersebut
pada Pasal 80 Ayat (4) Huruf a dan b tidak berlaku kecuali hal-hal untuk
kepentingan anaknya.
(3) Kewajiban suami tersebut pada Ayat (2) di atas berlaku kembali sesudah istri
tidak nusyuz
1177
(4) Ketentuan tentang ada atau tidak adanya nusyuz dari istri harus didasarkan atas
bukti yang sah.
BAB XIIIIII
HARTA KEKAYAAN DALLAM PERKAWIINAN
Paassaall 85
Adanya harta bersama dalam perkawinan itu tidak menutup kemungkinan adanya
harta milik masing-masing suami atau istri.
Paassaall 86
(1) Pada dasarnya tidak ada percampuran antara harta suami dan harta istri karena
perkawinan.
(2) Harta istri tetap menjadi hak istri dan dikuasai penuh olehnya, demikian juga
harta suami tetap menjadi hak suami dan dikuasai penuh olehnya.
Paassaall 87
(1) Harta bawaan dari masing-masing suami dan istri dan harta yang diperoleh
masing-masing sebagai hadiah atau warisan adalah di bawah penguasaan
masing-masing, sepanjang para pihak tidak menentukan lain dalam perjanjian
perkawinan.
(2) Suami dan istri mempunyai hak sepenuhnya untuk melakukan perbuatan hukum
atas harta masing-masing berupa hibah, hadiah, sodakah, atau lainnya.
Paassaall 88
Apabila terjadi perselisihan antara suami-istri tentang harta bersama, maka
penyelesaian perselisihan itu diajukan kepada Pengadilan Agama.
Paassaall 89
Suami bertanggung jawab menjaga harta bersama, harta istri, maupun hartanya
sendiri.
Paassaall 90
Istri turut bertanggung jawab menjaga harta bersama maupun harta suami yang ada
padanya.
Paassaall 91
(1) Harta bersama sebagaimana tersebut dalam Pasal 85 di atas dapat berupa
benda berwujud atau tidak berwujud.
(2) Harta bersama yang berwujud dapat meliputi benda tidak bergerak, benda
bergerak, dan surat-surat berharga.
(3) Harta bersama yang tidak berwujud dapat berupa hak maupun kewajiban.
(4) Harta bersama dapat dijadikan sebagai barang jaminan oleh salah satu pihak
atas persetujuan pihak lainnya.
Paassaall 92
Suami atau istri tanpa persetujuan pihak lain tidak diperbolehkan menjual atau
memindahkan harta bersama.
1188
Paassaall 93
(1) Pertanggungjawaban terhadap utang suami atau istri dibebankan pada hartanya
masing-masing.
(2) Pertanggungjawaban terhadap utang yang dilakukan untuk kepentingan
keluarga, dibebankan kepada harta bersama.
(3) Bila harta bersama tidak mencukupi, dibebankan kepada harta suami.
(4) Bila harta suami tidak ada atau tidak mencukupi dibebankan kepada harta istri.
Paassaall 94
(1) Harta bersama dari perkawinan seorang suami yang mempunyai istri lebih dari
seorang, masing-masing terpisah dan berdiri sendiri.
(2) Pemilikan harta bersama dari perkawinan seorang suami yang mempunyai istri
lebih dari seorang sebagaimana tersebut dalam Ayat (1), dihitung pada saat
berlangsungnya akad perkawinan yang kedua, ketiga, atau yang keempat.
Paassaall 95
(1) Dengan tidak mengurangi ketentuan Pasal 24 Ayat (2) Huruf c Peraturan
Pemerintahan No. 9 Tahun 1975 dan Pasal 136 Ayat (2), suami atau istri dapat
meminta Pengadilan Agama untuk meletakkan sita jaminan atas harta bersama
tanpa adanya permohonan gugatan cerai, apabila salah satu melakukan
perbuatan yang merugikan dan membahayakan harta bersama seperti judi,
mabuk, boros, dan sebagainya.
(2) Selama masa sita dapat dilakukan penjualan atas harta bersama untuk
kepentingan keluarga dengan izin Pengadilan Agama.
Paassaall 96
(1) Apabila terjadi cerai mati, maka separo harta bersama menjadi hak pasangan
yang hidup lebih lama.
(2) Pembagian harta bersama bagi seorang suami atau istri yang istri atau suaminya
hilang harus ditangguhkan sampai adanya kepastian matinya yang hakiki atau
matinya secara hukum atas dasar putusan Pengadilan Agama.
Paassaall 97
Janda atau duda cerai hidup masing-masing berhak seperdua dari harta bersama
sepanjang tidak ditentukan lain dalam perjanjian perkawinan.
BAB XIIV
PEMELLIIHARAAN ANAK
Paassaall 98
(1) Batas usia anak yang mampu berdiri sendiri atau dewasa adalah 21 tahun,
sepanjang anak tersebut tidak memiliki cacat fisik maupun mental atau belum
pernah melangsungkan perkawinan.
(2) Orang tuanya mewakili anak tersebut mengenai segala perbuatan hukum di
dalam dan di luar pengadilan.
(3) Pengadilan Agama dapat menunjuk salah seorang kerabat terdekat yang
mampu menunaikan kewajiban tersebut apabila kedua orang tuanya tidak
mampu.
1199
Paassaall 99
Anak yang sah adalah:
a. anak yang dilahirkan dalam atau akibat perkawinan yang sah;
b. hasil pembuahan suami-istri yang sah di luar rahim dan dilahirkan oleh istri
tersebut.
Paassaall 100
Anak yang lahir di luar perkawinan hanya mempunyai hubungan nasab dengan
ibunya dan keluarga ibunya.
Paassaall 101
Seorang suami yang mengingkari sahnya anak, sedangkan istri tidak
menyangkalnya, dapat meneguhkan pengingkarannya dengan li‘an.
Paassaall 102
(1) Suami yang akan mengingkari seorang anak yang lahir dari istrinya,
mengajukan gugatan kepada Pengadilan Agama dalam jangka waktu 180 hari
sesudah hari lahirnya atau 360 hari sesudah putusnya perkawinan atau setelah
suami itu mengetahui bahwa istrinya melahirkan anak dan berada di tempat
yang memungkinkan dia mengajukan perkaranya kepada Pengadilan Agama.
(2) Pengingkaran yang diajukan sesudah lampau waktu tersebut tidak dapat
diterima.
Paassaall 103
(1) Asal usul seorang anak hanya dapat dibuktikan dengan akta kelahiran atau alat
bukti lainnya.
(2) Bila akta kelahiran atau alat bukti lainnya yang tersebut dalam Ayat (1) tidak
ada, maka Pengadilan Agama dapat mengeluarkan penetapan tentang asal usul
seorang anak setelah mengadakan pemeriksaan yang teliti berdasarkan buktibukti
yang sah.
(3) Atas dasar ketetapan Pengadilan Agama yang tersebut dalam Ayat (2), maka
instansi Pencatat Kelahiran yang ada dalam daerah hukum Pengadilan Agama
tersebut mengeluarkan akta kelahiran bagi anak yang bersangkutan.
Paassaall 104
(1) Semua biaya penyusuan anak dipertanggungjawabkan kepada ayahnya.
Apabila ayahnya telah meninggal dunia, maka biaya penyusuan dibebankan
kepada orang yang berkewajiban memberi nafkah kepada ayahnya atau
walinya.
(2) Penyusuan dilakukan untuk paling lama dua tahun, dan dapat dilakukan
penyapihan dalam masa kurang dua tahun dengan persetujuan ayah dan
ibunya.
Paassaall 105
Dalam hal terjadinya perceraian:
(1) pemeliharaan anak yang belum mumayyiz atau belum berumur 12 tahun adalah
hak ibunya;
2200
(2) pemeliharaan anak yang sudah mumayyiz diserahkan kepada anak untuk
memilih di antara ayah atau ibunya sebagai pemegang hak pemeliharaannya;
(3) biaya pemeliharaan ditanggung oleh ayahnya.
Paassaall 106
(1) Orang tua berkewajiban merawat dan mengembangkan harta anaknya yang
belum dewasa atau di bawah pengampuan, dan tidak diperbolehkan
memindahkan atau menggadaikannya kecuali karena keperluan yang
mendesak jika kepentingan dan kemaslahatan anak itu menghendaki atau suatu
kenyataan yang tidak dapat dihindarkan lagi.
(2) Orang tua bertanggung jawab atas kerugian yang ditimbulkan karena
kesalahan dan kelalaian dari kewajiban yang tersebut pada Ayat (1).
BAB XV
PERWALLIIAN
Paassaall 107
(1) Perwalian hanya terhadap anak yang belum mencapai umur 21 tahun dan atau
belum pernah melangsungkan perkawinan.
(2) Perwalian meliputi perwalian terhadap diri dan harta kekayaannya.
(3) Bila wali tidak mampu berbuat atau lalai melaksanakan tugas perwaliannya,
maka Pengadilan Agama dapat menunjuk salah seorang kerabat untuk
bertindak sebagai wali atas permohonan kerabat tersebut.
(4) Wali sedapat-dapatnya diambil dari keluarga anak tersebut atau orang lain
yang sudah dewasa, berpikiran sehat, adil, jujur dan berkelakuan baik, atau
badan hukum
Paassaall 108
Orang tua dapat mewasiatkan kepada seseorang atau badan hukum untuk
melakukan perwalian atas diri dan kekayaan anak atau anak-anaknya sesudah ia
meninggal dunia.
Paassaall 109
Pengadilan Agama dapat mencabut hak perwalian seseorang atau badan hukum
dan memindahkannya kepada pihak lain atas permohonan kerabatnya bila wali
tersebut pemabuk, penjudi, pemboros, gila, dan atau melalaikan atau
menyalahgunakan hak serta wewenangnya sebagai wali demi kepentingan orang
yang berada di bawah perwaliannya.
Paassaall 110
(1) Wali berkewajiban mengurus diri dan harta orang yang berada di bawah
perwaliannya dengan sebaik-baiknya dan berkewajiban memberikan
bimbingan agama, pendidikan, dan keterampilan lainnya untuk masa depan
orang yang berada di bawah perwaliannya.
(2) Wali dilarang mengikatkan, membebani, dan mengasingkan harta orang yang
berada di bawah perwaliannya, kecuali bila perbuatan tersebut
menguntungkan bagi orang yang berada di bawah perwaliannya atau
merupakan suatu kenyataan yang tidak dapat dihindarkan.
2211
(3) Wali bertanggung jawab terhadap harta orang yang berada di bawah
perwaliannya, dan mengganti kerugian yang timbul sebagai akibat kesalahan
atau kelalaiannya.
(4) Dengan tidak mengurangi ketentuan yang diatur dalam Pasal 51 Ayat (4)
Undang-Undang No. 1 Tahun 1974, pertanggungjawaban wali yang tersebut
dalam ayat (1) harus dibuktikan dengan pembukuan yang ditutup setiap satu
tahun sekali.
Paassaall 111
(1) Wali berkewajiban menyerahkan seluruh harta orang yang berada di bawah
perwaliannya, bila yang bersangkutan telah mencapai umur 21 tahun atau telah
kawin.
(2) Apabila perwalian telah berakhir, maka Pengadilan Agama berwenang
mengadili perselisihan antara wali dan orang yang berada di bawah
perwaliannya tentang harta yang diserahkan kepadanya.
Paassaall 112
Wali dapat mempergunakan harta orang yang berada di bawah perwaliannya,
sepanjang diperlukan untuk kepentingannya menurut kepatutan atau bil ma‘ruf
kalau wali itu fakir.
BAB XVII
PUTUSSNYA PERKAWIINAN
Baagiiaan Kessaattu
Umum
Paassaall 113
Perkawinan dapat putus karena:
a) kematian,
b) perceraian, dan
c) atas putusan pengadilan.
Paassaall 114
Putusnya perkawinan yang disebabkan karena perceraian dapat terjadi karena
talak atau berdasarkan gugatan perceraian.
Paassaall 115
Perceraian hanya dapat dilakukan di depan sidang Pengadilan Agama setelah
Pengadilan Agama tersebut berusaha dan tidak berhasil mendamaikan kedua
belah pihak.
Paassaall 116
Perceraian dapat terjadi karena alasan atau alasan-alasan:
1. salah satu pihak berbuat zina atau menjadi pemabuk, pemadat, penjudi, dan
lain sebagainya yang sukar disembuhkan;
2. salah satu pihak meninggalkan pihak lain selama 2 (dua) tahun berturut-turut
tanpa izin pihak lain dan tanpa alasan yang sah atau karena hal lain di luar
kemampuannya;
2222
3. salah satu pihak mendapat hukuman penjara 5 (lima) tahun atau hukuman yang
lebih berat setelah perkawinan berlangsung;
4. salah satu pihak melakukan kekejaman atau penganiayaan berat yang
membahayakan pihak yang lain;
5. salah satu pihak mendapat cacat badan atau penyakit dengan akibat tidak dapat
menjalankan kewajibannya sebagai suami atau istri;
6. antara suami dan istri terus-menerus terjadi perselisihan dan pertengkaran dan
tidak ada harapan akan hidup rukun lagi dalam rumah tangga;
7. suami melanggar taklik talak;
8. peralihan agama atau murtad yang menyebabkan terjadinya ketidakrukunan
dalam rumah tangga.
Paassaall 117
Talak adalah ikrar suami di hadapan sidang Pengadilan Agama yang menjadi salah
satu sebab putusnya perkawinan, dengan cara sebagaimana dimaksud dalam Pasal
129, 130, dan 131.
Paassaall 118
Talak raj‘i adalah talak kesatu atau kedua, dalam talak ini suami berhak rujuk
selama istri dalam masa iddah.
Paassaall 119
(1) Talak ba‘in shughra adalah talak yang tidak boleh dirujuk tetapi boleh akad
nikah baru dengan bekas suaminya meskipun dalam iddah.
(2) Talak ba‘in shughra sebagaimana tersebut pada Ayat (1) adalah:
a. talak yang terjadi qabla ad-dukhul;
b. talak dengan tebusan atau khuluk;
c. talak yang dijatuhkan oleh Pengadilan Agama.
Paassaall 120
Talak ba‘in kubra adalah talak yang terjadi untuk ketiga kalinya. Talak jenis ini
tidak dapat dirujuk dan tidak dapat dinikahkan kembali, kecuali apabila perikahan
itu dilakukan setelah bekas istri menikah dengan orang lain dan kemudian terjadi
perceraian ba‘da ad-dukhul dan habis masa iddahnya.
Paassaall 121
Talak sunni adalah talak yang dibolehkan yaitu talak yang dijatuhkan terhadap istri
yang sedang suci dan tidak dicampuri dalam waktu suci tersebut.
Paassaall 122
Talak bid‘i adalah talak yang dilarang, yaitu talak yang dijatuhkan pada waktu istri
dalam keadaan haid, atau istri dalam keadaan suci tetapi sudah dicampuri pada
waktu suci tersebut.
Paassaall 123
Perceraian itu terjadi terhitung pada saat perceraian itu dinyatakan di depan sidang
pengadilan.
2233
Paassaall 124
Khuluk harus berdasarkan atas alasan perceraian sesuai ketentuan Pasal 116.
Paassaall 125
Li‘an menyebabkan putusnya perkawinan antara suami-istri untuk selama-lamanya.
Paassaall 126
Li‘an terjadi karena suami menuduh istri berbuat zina dan atau mengingkari anak
dalam kandungan atau yang sudah lahir dari istrinya, sedangkan istri menolak
tuduhan dan atau pengingkaran tersebut.
Paassaall 127
Tata cara li‘an diatur sebagai berikut:
a. suami bersumpah empat kali dengan kata tuduhan zina dan atau pengingkaran
anak tersebut, diikuti sumpah kelima dengan kata-kata ,,laknat Allah atas
dirinya apabila tuduhan dan atau pengingkaran tersebut dusta”;
b. istri menolak tuduhan dan atau pengingkaran tersebut dengan sumpah empat
kali dengan kata "tuduhan dan atau pengingkaran tersebut tidak benar”, diikuti
sumpah kelima dengan kata-kata murka Allah atas dirinya bila "tuduhan dan
atau pengingkaran tersebut benar";
c. tata cara pada Huruf a dan b tersebut merupakan satu kesatuan yang tak
terpisahkan;
d. apabila tata cara pada Huruf a tidak diikuti dengan tata cara huruf b, maka
dianggap tidak terjadi li‘an.
Paassaall 128
Li‘an hanya sah apabila dilakukan dihadapan sidang Pengadilan Agama.
Baagiiaan Keduaa
Taattaa Caarraa Perrccerraaiiaan
Paassaall 129
Seorang suami yang akan menjatuhkan talak kepada istrinya mengajukan
permohonan baik lisan maupun tertulis kepada Pengadilan Agama yang
mewilayahi tempat tinggal istri disertai dengan alasan serta meminta agar diadakan
sidang untuk keperluan itu.
Paassaall 130
Pengadilan Agama dapat mengabulkan atau menolak permohonan tersebut, dan
terhadap keputusan tersebut dapat diminta upaya hukum banding dan kasasi.
Paassaall 131
(1) Pengadilan Agama yang bersangkutan mempelajari permohonan dimaksud
Pasal 129 dan dalam waktu selambat-lambatnya tiga puluh hari memanggil
pemohon dan istrinya untuk meminta penjelasan tentang segala sesuatu yang
berhubungan dengan maksud menjatuhkan talak.
(2) Setelah Pengadilan Agama tidak berhasil menasihati kedua belah pihak dan
ternyata cukup alasan untuk menjatuhkan talak serta yang bersangkutan tidak
2244
mungkin lagi hidup rukun dalam rumah tangga, Pengadilan Agama
menjatuhkan keputusannya tentang izin bagi suami untuk mengikrarkan talak.
(3) Setelah keputusan mempunyai kekuatan hukum tetap, suami mengikrarkan
talaknya di depan sidang Pengadilan Agama, dihadiri oleh istri atau kuasanya.
(4) Bila suami tidak mengucapkan ikrar talak dalam tempo 6 (enam) bulan terhitung
sejak putusan Pengadilan Agama tentang izin ikrar talak baginya mempunyai
kekuatan hukum yang tetap, maka hak suami untuk mengikrarkan talak gugur
dan ikatan perkawinan tetap utuh.
(5) Setelah sidang penyaksian ikrar talak, Pengadilan Agama membuat
penetapantentang terjadinya talak rangkap empat yang merupakan bukti
perceraian bagi bekas suami dan istri. Helai pertama beserta surat ikrar talak
dikirimkan kepada Pegawai Pencatat Nikah yang mewilayahi tempat tinggal
suami untuk diadakan pencatatan, helai kedua dan ketiga masing-masing
diberikan kepada suami-istri, dan helai keempat disimpan oleh Pengadilan
Agama.
Paassaall 132
(1) Gugatan perceraian diajukan oleh istri atau kuasanya pada Pengadilan Agama,
yang daerah hukumnya mewilayahi tempat tinggal penggugat kecuali istri
meninggalkan tempat kediaman bersama tanpa izin suami.
(2) Dalam hal tergugat bertempat kediaman di luar negeri, Ketua Pengadilan
Agama memberitahukan gugatan tersebut kepada tergugat melalui Perwakilan
Republik Indonesia setempat.
Paassaall 133
(1) Gugatan perceraian karena alasan tersebut dalam Pasal 116 Huruf b dapat
diajukan setelah lampau 2 (dua) tahun terhitung sejak tergugat meninggalkan
rumah.
(2) Gugatan dapat diterima apabila tergugat menyatakan atau menunjukkan sikap
tidak mau lagi kembali ke rumah kediaman bersama.
Paassaall 134
Gugatan perceraian karena alasan tersebut dalam Pasal 116 Huruf f dapat diterima
apabila telah cukup jelas bagi Pengadilan Agama mengenai sebab-sebab
perselisihan dan pertengkaran itu dan setelah mendengar pihak keluarga serta
orang-orang yang dekat dengan suami-istri tersebut.
Paassaall 135
Gugatan perceraian karena alasan suami mendapat hukuman penjara 5 (lima) tahun
atau hukuman yang lebih berat sebagai dimaksud dalam Pasal 116 Huruf c, maka
untuk mendapatkan putusan perceraian sebagai bukti penggugat cukup
menyampaikan salinan putusan pengadilan yang memutuskan perkara disertai
keterangan yang menyatakan bahwa putusan itu telah mempunyai kekuatan hukum
yang tetap.
Paassaall 136
(1) Selama berlangsung gugatan perceraian atas permohonan penggugat atau
tergugat berdasarkan pertimbangan bahaya yang mungkin ditimbulkan,
2255
Pengadilan Agama dapat mengizinkan suami-istri tersebut untuk tidak tinggal
dalam satu rumah.
(2) Selama berlangsungnya gugatan perceraian, atas permohonan penggugat atau
tergugat, Pengadilan Agama dapat:
a. menentukan nafkah yang harus ditanggung oleh suami;
b. menentukan hai-hai yang perlu untuk menjamin terpeliharanya barangbarang
yang menjadi hak bersama suami-istri atau barang-barang yang
menjadi hak suami atau barang-barang yang menjadi hak istri.
Paassaall 137
Gugatan perceraian gugur apabila suami atau istri meninggal sebelum adanya
putusan Pengadilan Agama mengenai gugatan perceraian itu.
Paassaall 138
(1) Setiap kali diadakan sidang Pengadilan Agama yang memeriksa gugatan
perceraian, baik penggugat maupun tergugat atau kuasa mereka akan
dipanggil untuk menghadiri sidang tersebut.
(2) Panggilan untuk menghadiri sidang sebagaimana tersebut dalam Ayat (1)
dilakukan oleh petugas yang ditunjuk oleh Ketua Pengadilan Agama.
(3) Panggilan disampaikan kepada pribadi yang bersangkutan. Apabila yang
bersangkutan tidak dapat dijumpai, panggilan disampaikan melalui lurah atau
yang sederajat.
(4) Panggilan sebagai tersebut dalam Ayat (1) dilakukan dan disampaikan secara
patut dan sudah diterima oleh penggugat maupun tergugat atau kuasa mereka
selambat-lambatnya 3 (tiga hai sebelum sidang dibuka).
(5) Panggilan kepada tergugat dilampii dengan salinan surat gugatan.
Paassaall 139
(1) Apabila tempat kediaman tergugat tidak jelas atau tergugat tidak mempunyai
tempat kediaman yang tetap, panggilan dilakukan dengan cara menempelkan
gugatan pada papan pengumuman di Pengadilan Agama dan
mengumumkannya melalui satu atau beberapa surat kabar atau media massa
lain yang ditetapkan oleh Pengadilan Agama.
(2) Pengumuman melalui surat kabar atau beberapa surat kabar atau media massa
seperti tersebut dalam ayat (1) dilakukan sebanyak 2 (dua) kali dengan
tenggang waktu satu bulan antara pengumuman pertama dan kedua.
(3) Tenggang waktu antara panggilan terakhir sebagaimana dimaksud pada Ayat
(2) dengan persidangan ditetapkan sekurang-kurangnya 3 (tiga) bulan.
(4) Dalam hal sudah dilakukan sebagaimana dimaksud dalam Ayat (2) dan tergugat
atau kuasanya tetap tidak hadir, gugatan diterima tanpa hadirnya tergugat,
kecuali apabila gugatan itu tanpa hak atau tidak beralasan.
Paassaall 140
Apabila tergugat berada dalam keadaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 132
Ayat (2), panggilan disampaikan melalui perwakilan Republik Indonesia setempat.
2266
Paassaall 141
(1) Pemeriksaan gugatan perceraian dilakukan oleh hakim selambat-lambatnya 30
(tiga puluh) hai setelah diterimanya berkas atau surat gugatan perceraian.
(2) Dalam menetapkan waktu sidang gugatan perceraian perlu diperhatikan
tentang waktu pemanggilan dan diterimanya panggilan tersebut oleh
penggugat maupun tergugat atau kuasa mereka.
(3) Apabila tergugat berada dalam keadaan seperti tersebut dalam Pasal 116 Huruf
b, sidang pemeriksaan gugatan perceraian ditetapkan sekurang-kurangnya 6
(enam) bulan terhitung sejak dimasukkannya gugatan perceraian pada
Kepaniteraan Pengadilan Agama.
Paassaall 142
(1) Pada sidang pemeriksaan gugatan perceraian, suami-istri datang sendiri atau
mewakilkan kepada kuasanya.
(2) Dalam hal suami atau istri mewakilkan, untuk kepentingan pemeriksaan hakim
dapat memerintahkan yang bersangkutan untuk hadir sendiri.
Paassaall 143
(1) Dalam pemeriksaan gugatan perceraian hakim berusaha mendamaikan kedua
pihak.
(2) Selama perkara belum diputuskan, usaha mendamaikan dapat dilakukan pada
setiap sidang pemeriksaan.
Paassaall 144
Apabila terjadi perdamaian, maka tidak dapat diajukan gugatan perceraian baru
berdasarkan alasan atau alasan-alasan yang ada sebelum perdamaian dan telah
diketahui oleh penggugat pada waktu dicapainya perdamaian.
Paassaall 145
Apabila tidak dapat dicapai perdamaian, pemeriksaan gugatan perceraian
dilakukan dalam sidang tertutup.
Paassaall 146
(1) Putusan mengenai gugatan perceraian dilakukan dalam sidang terbuka.
(2) Suatu perceraian dianggap terjadi beserta akibat-akibatnya terhitung sejak
jatuhnya putusan Pengadilan Agama yang telah mempunyai kekuatan hukum
yang tetap.
Paassaall 147
(1) Setelah perkara perceraian itu diputuskan, maka Panitera Pengadilan Agama
menyampaikan salinan surat putusan tersebut kepada suami-istri atau kuasanya
dengan menarik Kutipan Akta Nikah dari masing-masing yang bersangkutan.
(2) Panitera Pengadilan Agama berkewajiban mengirimkan satu helai salinan
putusan Pengadilan Agama yang telah mempunyai kekuatan hukum yang tetap
tanpa bermeterai kepada Pegawai Pencatat Nikah yang mewilayahi tempat
tinggal istri untuk diadakan pencatatan.
(3) Panitera Pengadilan Agama mengirimkan Surat Keterangan kepada masingmasing
suami-istri atau kuasanya bahwa putusan seperti tersebut pada Ayat (1)
2277
telah mempunyai kekuatan hukum yang tetap dan merupakan bukti perceraian
bagi suami dan bekas istri.
(4) Panitera Pengadilan Agama membuat catatan dalam ruang yang tersedia pada
Kutipan Akta Nikah yang bersangkutan bahwa mereka telah bercerai. Catatan
tersebut berisi tempat terjadinya perceraian, tanggal perceraian, nomor dan
tanggal surat putusan, serta tanda tangan panitera.
(5) Apabila Pegawai Pencatat Nikah yang mewilayahi tempat tinggal istri berbeda
dengan Pegawai Pencatat Nikah tempat pernikahan mereka dilangsungkan,
maka satu helai salinan putusan Pengadilan Agama sebagaimana dimaksud
dalam Ayat (2) dikirimkan pula kepada Pegawai Pencatat Nikah yang
mewilayahi tempat perkawinan dilangsungkan, dan bagi perkawinan yang
dilangsungkan di luar negeri salinan itu disampaikan kepada Pegawai Pencatat
Nikah di Jakarta.
(6) Kelalaian mengirimkan salinan putusan tersebut dalam Ayat (1) menjadi
tanggung jawab panitera yang bersangkutan, apabila yang demikian itu
mengakibatkan kerugian bagi bekas suami atau istri atau keduanya.
Paassaall 148
(1) Seorang istri yang mengajukan gugatan perceraian dengan jalan khuluk,
menyampaikan permohonannya kepada Pengadilan Agama yang mewilayahi
tempat tinggalnya disertai alasan atau alasan-alasannya.
(2) Pengadilan Agama selambat-lambatnya satu bulan memanggil istri dan
suaminya untuk didengar keterangannya masing-masing.
(3) Dalam persidangan tersebut Pengadilan Agama memberikan penjelasan
tentang akibat khuluk, dan memberikan nasihat-nasihatnya.
(4) Setelah kedua belah pihak sepakat tentang besarnya ,iwadh atau tebusan, maka
Pengadilan Agama memberikan penetapan tentang izin bagi suami untuk
mengikrarkan talaknya di depan sidang Pengadilan Agama. Terhadap
penetapan itu tidak dapat dilakukan upaya banding dan kasasi.
(5) Penyelesaian selanjutnya ditempuh sebagaimana yang diatur dalam Pasal 131
Ayat (5).
(6) Dalam hal tidak tercapai kesepakatan tentang besarnya tebusan atau 'iwadh,
Pengadilan Agama memeriksa dan memutus sebagai perkara biasa.
BAB XVIIII
AKIIBAT PUTUSSNYA PERKAWIINAN
Baagiiaan Kessaattu
Akiibaatt Taallaak
Paassaall 149
Bilamana perkawinan putus karena talak, maka bekas suami wajib:
a. memberi mut‘ah yang layak kepada bekas istrinya, baik berupa uang atau
benda, kecuali bekas istri tersebut qabla ad-dukhul
b. memberi nafkah, maskan dan kiswah kepada bekas istri selama dalam iddah,
kecuali bekas istri telah dijatuhi talak ba‘in atau nusyuz dan dalam keadaan
tidak hamil;
c. melunasi mahar yang masih terutang seluruhnya, dan separo apabila qabla addukhul;
2288
d. memberikan biaya hadhanah untuk anak-anaknya yang belum mencapai umur
21 tahun.
Paassaall 150
Bekas suami berhak melakukan rujuk kepada bekas istrinya yang masih dalam
iddah.
Paassaall 151
Bekas istri selama dalam iddah wajib menjaga dirinya, tidak menerima pinangan,
dan tidak menikah dengan pria lain.
Paassaall 152
Bekas istri berhak mendapat nafkah iddah dari bekas suaminya, kecuali bila ia
nusyuz.
Baagiiaan Keduaa
Waakttu Tunggu
Paassaall 153
(1) Bagi seorang istri yang putus perkawinannya berlaku waktu tunggu atau iddah,
kecuali qabla ad-dukhul dan perkawinannya putus bukan karena kematian
suami.
(2) Waktu tunggu bagi seorang janda ditentukan sebagai berikut:
a. apabila perkawinan putus karena kematian walaupun qabla ad-dukhul,
waktu tunggu ditetapkan 130 (seratus tiga puluh) hari;
b. apabila perkawinan putus karena perceraian, waktu tunggu bagi yang masih
haid ditetapkan 3 (tiga) kali suci dengan sekurang-kurangnya 90 (sembilan
puluh) hari, dan bagi yang tidak haid ditetapkan 90 (sembilan puluh) hari;
c. apabila perkawinan putus karena perceraian sedangkan janda tersebut
dalam keadaan hamil, waktu tunggu ditetapkan sampai melahirkan;
d. apabila perkawinan putus karena kernatian, sedangkan janda tersebut
dalam keadaan hamil, waktu tunggu ditetapkan sampai melahirkan.
(3) Tidak ada waktu tunggu bagi yang putus perkawinan karena perceraian
sedangkan antara janda tersebut dengan bekas suaminya qabla ad-dukhul.
(4) Bagi perkawinan yang putus karena perceraian, tenggang waktu tunggu
dihitung sejak jatuhnya putusan Pengadilan Agama yang mempunyai kekuatan
hukum tetap, sedangkan bagi perkawinan yang putus karena kematian,
tenggang waktu tunggu dihitung sejak kematian suami.
(5) Waktu tunggu bagi istri yang pernah haid sedang pada waktu menjalani iddah
tidak haid karena menyusui, maka iddahnya tiga kali waktu suci.
(6) Dalam hal keadaan pada Ayat (5) bukan karena menyusui, maka iddahnya
selama satu tahun, akan tetapi bila dalam waktu satu tahun tersebut ia berhaid
kembali, maka iddahnya menjadi tiga kali waktu suci.
Paassaall 154
Apabila istri tertalak raj‘i kemudian dalam waktu iddah sebagaimana dimaksud
dalam Ayat (2) Huruf b, Ayat (5), dan Ayat (6) Pasal 153, ditinggal mati oleh
suaminya, maka iddahnya berubah menjadi empat bulan sepuluh hari terhitung
saat kematian bekas suaminya.
2299
Paassaall 155
Waktu iddah bagi janda yang putus perkawinannya karena khuluk, fasakh, dan li‘an
berlaku iddah talak.
Baagiiaan Kettiigaa
Akiibaatt Perrccerraaiiaan
Paassaall 156
Akibat putusnya perkawinan karena perceraian ialah:
a. anak yang belum mumayyiz berhak mendapatkan hadhanah dari ibunya,
kecuali bila ibunya telah meninggal dunia, maka kedudukannya digantikan
oleh:
1. wanita-wanita dalam garis lurus dari ibu;
2. ayah;
3. wanita-wanita dalam garis lurus ke atas dari ayah;
4. saudara perempuan dari anak yang bersangkutan;
5. wanita-wanita kerabat sedarah menurut garis samping dari ibu;
6. wanita-wanita kerabat sedarah menurut garis samping dari ayah.
b. anak yang sudah mumayyiz berhak memilih untuk mendapatkan hadhanah dari
ayah atau ibunya; c.
c. apabila pemegang hadhanah ternyata tidak dapat menjamin keselamatan
jasmani dan rohani anak, meskipun biaya nafkah dan hadhanah telah dicukupi,
maka atas permintaan kerabat yang bersangkutan Pengadilan Agama dapat
memindahkan hak hadhanah kepada kerabat lain yang mempunyai hak
hadhanah pula;
d. semua biaya hadhanah dan nafkah anak menjadi tanggungan ayah menurut
kemampuannya, sekurang-kurangnya sampai anak tersebut dewasa dan dapat
mengurus diri sendiri (21 tahun);
e. bilamana terjadi perselisihan mengenai hadhanah dan nafkah anak, Pengadilan
Agama memberikan putusannya berdasarkan Huruf (a), (b), (c), dan (d);
f. pengadilan dapat pula dengan mengingat kemampuan ayahnya menetapkan
jumlah biaya untuk pemeliharaan dan pendidikan anak yang tidak turut
padanya.
Paassaall 157
Harta bersama dibagi menurut ketentuan sebagaimana tersebut dalam Pasal 96 dan
97.
Baagiiaan Keempaatt
Mutt‘‘aah
Paassaall 158
Mut‘ah wajib diberikan oleh bekas suami dengan syarat:
a. belum ditetapkan mahar bagi istri ba‘da ad-dukhul;
b. perceraian itu atas kehendak suami.
Paassaall 159
Mut‘ah sunnah diberikan oleh bekas suami tanpa syarat tersebut pada Pasal 158.
3300
Paassaall 160
Besarnya mut‘ah disesuaikan dengan kepatutan dan kemampuan suami.
Baagiiaan Kelliimaa
Akiibaatt Khulluk
Paassaall 161
Perceraian dengan jalan khuluk mengurangi jumlah talak dan tidak dapat dirujuk.
Baagiiaan Keenaam
Akiibaatt LLii‘‘aan
Paassaall 162
Bilamana li‘an terjadi maka perkawinan itu putus untuk selamanya dan anak yang
dikandung dinasabkan kepada ibunya, sedang suami terbebas dari kewajiban
memberi nafkah.
BAB XVIIIIII
RUJJUK
Baagiiaan Kessaattu
Umum
Paassaall 163
(1) Seorang suami dapat merujuk istrinya yang dalam masa iddah.
(2) Rujuk dapat dilakukan dalam hal-hal:
a. putusnya perkawinan karena talak, kecuali talak yang telah terjatuh tiga kali
atau talak yang dijatuhkan qabla ad-dukhul;
b. putusnya perkawinan berdasar putusan pengadilan dengan alasan atau
alasan-alasan selain zina dan khuluk.
Paassaall 164
Seorang wanita dalam iddah talak raj‘i berhak mengajukan keberatan atas
kehendak rujuk dari bekas suaminya di hadapan Pegawai Pencatat Nikah
disaksikan dua orang saksi.
Paassaall 165
Rujuk yang dilakukan tanpa persetujuan bekas istri dapat dinyatakan tidak sah
dengan putusan Pengadilan Agama.
Paassaall 166
Rujuk harus dapat dibuktikan dengan Kutipan Buku Pendaftaran Rujuk dan bila
bukti tersebut hilang atau rusak sehingga tidak dapat dipergunakan lagi, dapat
dimintakan duplikatnya kepada instansi yang mengeluarkannya semula.
Baagiiaan Keduaa
Taattaa Caarraa Rujjuk
Paassaall 167
(1) Suami yang hendak merujuk istrinya datang bersama- sama istrinya ke Pegawai
Pencatat Nikah atau Pembantu Pegawai Pencatat Nikah yang mewilayahi tempat
3311
tinggal suami-istri dengan membawa penetapan tentang terjadinya talak dan
surat keterangan lain yang diperlukan.
(2) Rujuk dilakukan dengan persetujuan istri di hadapan Pegawai Pencatat Nikah
atau Pembantu Pegawai Pencatat Nikah.
(3) Pegawai Pencatat Nikah atau Pembantu Pegawai Pencatat Nikah memeriksa dan
menyelidiki apakah suami yang akan merujuk itu memenuhi syarat-syarat
merujuk menurut hukum munakahat, apakah rujuk yang akan dilakukan itu
masih dalam iddah talak raj‘i, apakah perempuan yang akan dirujuk itu adalah
istrinya.
(4) Setelah itu suami mengucapkan rujuknya dan masing-masing yang
bersangkutan beserta saksi-saksi menandatangani Buku Pendaftaran Rujuk.
(5) Setelah rujuk itu dilaksanakan, Pegawai Pencatat Nikah atau Pembantu Pegawai
Pencatat Nikah menasihati suami-istri tentang hukum-hukum dan kewajiban
mereka yang berhubungan dengan rujuk.
Paassaall 168
(1) Dalam hal rujuk yang dilakukan di hadapan Pembantu Pegawai Pencatat Nikah,
daftar rujuk dibuat rangkap 2 (dua), diisi dan ditandatangani oleh masingmasing
yang bersangkutan beserta saksi-saksi, sehelai dikirim kepada Pegawai
Pencatat Nikah yang mewilayahinya, disertai surat-surat keterangan yang
diperlukan untuk dicatat dalam Buku Pendaftaran Rujuk dan yang lain disimpan.
(2) Pengiriman lembar pertama dari daftar rujuk oleh Pembantu Pegawai Pencatat
Nikah dilakukan selambat-lambatnya 15 (lima belas) hari sesudah rujuk
dilakukan.
(3) Apabila lembar pertama dari Daftar Rujuk itu hilang, maka Pembantu Pegawai
Pencatat Nikah membuatkan salinan dari daftar lembar kedua, dengan berita
acara tentang sebab-sebab hilangnya.
Paassaall 169
(1) Pegawai Pencatat Nikah membuat surat keterangan tentang terjadinya rujuk dan
mengirimkannya kepada Pengadilan Agama di tempat berlangsungnya talak
yang bersangkutan, dan kepada suami dan istri masing-masing diberikan
Kutipan Buku Pendaftaran Rujuk menurut contoh yang ditetapkan oleh Menteri
Agama.
(2) Suami-istri atau kuasanya dengan membawa Kutipan Buku Pendaftaran Rujuk
tersebut datang ke Pengadilan Agama di tempat berlangsungnya talak dahulu
untuk mengurus dan mengambil Kutipan Akta Nikah masing-masing yang
bersangkutan setelah diberi catatan oleh Pengadilan Agama dalam ruang yang
telah tersedia pada Kutipan Akta Nikah tersebut, bahwa yang bersangkutan
telah rujuk.
(3) Catatan yang dimaksud Ayat (2), berisi tempat terjadinya rujuk, tanggal rujuk
diikrarkan, nomor dan tanggal Kutipan Buku Pendaftaran Rujuk, dan tanda
tangan panitera.
3322
BAB XIIX
MASSA BERKABUNG
Paassaall 170
(1) Istri yang ditinggal mati oleh suaminya wajib melaksanakan masa berkabung
selama masa iddah sebagai tanda turut berduka cita dan sekaligus menjaga
timbulnya fitnah.
(2) Suami yang ditinggal mati oleh istrinya, melakukan masa berkabung menurut
kepatutan.
Labels: 0 comments | | edit post