BAB I
PENDAHULUAN

  1. Latar belakang
Islam adalah agama yang sempurna. Islam adalah sebuah sistem kehidupan yang diturunkan kepada manusia oleh Sang Maha Pencipta kehidupan. Dzat Yang Maha Mengetahui manusia lebih dari manusia itu sendiri. Dan untuk itulah Al-Quran diturunkan, sebagai seperangkat pedoman kehidupan. 
Allah sangat menyayangi dan memuliakan manusia. Karena itu, diciptakannya manusia dan dijadikannya manusia sebagai khalifah fil ardh lengkap dengan peraturan dan cara perawatannya. Bila manusia ingin selamat, Al-Quran datang sebagai rahmat.
Sebagai khalifah fil ardh, manusia mempunyai amanah yang besar. Karena itu, Allah telah menetapkan masing-masing rizkinya dan menggariskan peraturan untuk memenuhi kebutuhannya. Surat An-Nissa ayat 3 dan 4 adalah salah satu ayat yang menerangkan tentang poligami.
  1. Rumusan masalah
    1. Bagaimana analisa semantik dari ayat tersebut ?
    2. Bagaimana ikhtisar kandungan ayat tersebut ?
    3. Bagaimana keterkaitan ayat tersebut dengan ayat sebelum dan sesudahnya?

  1. Tujuan
    1. Untuk mengetahui analisa semantik dari ayat tersebut ?
    2. Untuk mengetahui ikhtisar kandungan ayat tersebut ?
    3. Untuk mengetahui keterkaitan ayat tersebut dengan ayat sebelum dan sesudahnya?


BAB II
PEMBAHASAN

A.                PERBUATAN ADIL DALAM BERPOLOGAMI

÷bÎ)ur ÷LäêøÿÅz žwr& (#qäÜÅ¡ø)è? Îû 4uK»tGuø9$# (#qßsÅ3R$$sù $tB z>$sÛ Nä3s9 z`ÏiB Ïä!$|¡ÏiY9$# 4Óo_÷WtB y]»n=èOur yì»t/âur ( ÷bÎ*sù óOçFøÿÅz žwr& (#qä9Ï÷ès? ¸oyÏnºuqsù ÷rr& $tB ôMs3n=tB öNä3ãY»yJ÷ƒr& 4 y7Ï9ºsŒ #oT÷Šr& žwr& (#qä9qãès? ÇÌÈ   (#qè?#uäur uä!$|¡ÏiY9$# £`ÍkÉJ»s%ß|¹ \'s#øtÏU 4 bÎ*sù tû÷ùÏÛ öNä3s9 `tã &äóÓx« çm÷ZÏiB $T¡øÿtR çnqè=ä3sù $\«ÿÏZyd $\«ÿƒÍ£D ÇÍÈ  
“Dan jika kamu takut tidak akan dapat Berlaku adil terhadap (hak-hak) perempuan yang yatim (bilamana kamu mengawininya), Maka kawinilah wanita-wanita (lain) yang kamu senangi : dua, tiga atau empat. kemudian jika kamu takut tidak akan dapat Berlaku adil[265], Maka (kawinilah) seorang saja[266], atau budak-budak yang kamu miliki. yang demikian itu adalah lebih dekat kepada tidak berbuat aniaya.Berikanlah maskawin (mahar) kepada wanita (yang kamu nikahi) sebagai pemberian dengan penuh kerelaan[267]. kemudian jika mereka menyerahkan kepada kamu sebagian dari maskawin itu dengan senang hati, Maka makanlah (ambillah) pemberian itu (sebagai makanan) yang sedap lagi baik akibatnya.”. (Surat An-Nisaa: 3 dan 4)
B.                 ASBABUL WURUD
وان خفثم  “dan jika kamu”, adalah merupakan kalimat syarat dan kalimat jawabnya adalah kata فانكحوا maka nikahilah”, maksudnya jika kamu takut tidak bisa berlaku adil dalam mahar dan nafkah kepada istri-istrimu, فا نكحوا ما طبا لكم maka nikahilah wanita-wanita (lain)yang kamu senangi”, yaitu selain perempuan yatim itu.
Abu Ubaidah berkata خفثم  bermakna “kalian yakin”, pendapat lain mengatakan خفثم “kalian menyangka”. Ibnu Atthiyah berkata pendapat ini merupakan pendapat Al-Hadzdzaq, dimana kalimat tersebut bermakna zhan (sangkaan), bukan yakin dan makna implisitnya yaitu barang siapa yang merasa bahwa ia tidak bisa berbuat adil pada perempuan yatim yang dinikahinya, maka hendaklah ia menjauhinya.
Adapun kata ثقسطوا artinya “hendaknya kalian bersikap adil”, contoh: اقسط الرجل artinya bersikap adil dan قسط makna sebaliknya adalah seorang yangmenzhalimi temannya, firman allah dalam surat Al-Jin: 15 yang berbunyi:
$¨Br&ur tbqäÜÅ¡»s)ø9$# (#qçR%s3sù zO¨YygyfÏ9 $Y7sÜym ÇÊÎÈ  
"Adapun orang-orang yang menyimpang dari kebenaran, Maka mereka menjadi kayu api bagi neraka Jahannam"
Maknanya adalah “dan orang-orang yang menzhalimi orang lain, maka mereka menetapkan di dalam neraka jahanam sebagai kayu bakar. Pada ayat  سطون القا bermakna orang-orang yang zhalim,sedangkan pada hadits lain sebaliknya Rasulullah saw bersabda yang artinya “ orang-orang yang berlaku adil dalam agamanya berada diatas mimbar yang dipenuhi cahaya pada hari kiamat”. Pada hadits ini سطون القا bermakna orang yang adil, Ibnu Watstsab dan An-Nakhi membaca ayat di atas dengan memfathah-kan huruf ta’, تقسطوا dengan memberikan huruf tambahan لا (tidak), seakan-akan mengatakan “dan jika kamu khawatir berlaku zhalim”.
فا نكحوا ما طاب لكم من النساء  “maka nikahilah wanita-wanita (lain) yang kamu senangi”, makna ما berarti akad nikah yaitu nikahilah dengan ikatan pernikahan yang baik. Ibnu Ishak, Al-Jahdari, dan Hamzah membaca kata طاب dengan bacaan imalah(antara fathah dan kasroh), sedangkan dalam mushaf Ubai tertulis طيب  dengan huruf ya’. Penulisan ini menunjukan penggunaan imalah dalam mushaf Ubai. Sementara من النساء  menunjukan bahwa seseorang tidak dikategorikan sebagai wanita dewasa, kecuali ia telah baligh dan bentuk mufrod (tunggal) dari an-nisaa’ adalah niswaa’ dan seorang wanita tidak disebutkan dengan niswaa’ akan tetapi imra’ah.
 وثلث وربعمثنى   “dua, tiga, atau empat”, posisinya dalam I’rab adalah badal dari ما dalam bentuk nashab yang mana kata tersebut adalah bentuk dari nakirah dan tidak boleh di-tasrif-kan karena termasuk ma’dhulatu washf (bentuk sifat), demikian yang dikatakan oleh Abu Ali.
فان خفتم الا تعدلوا فواحدة  “kemudian jika kamu tidak akan dapat berlaku adil, maka (kawinilah) seorang saja”, Adh-Dhahhak dan yang lainya berkata “tidak bias bersikap adil dalam memberikan rasa cinta, kebutuhan biologis, mempergauli dan membagi waktu diantara dua, tiga atau empat istrinya”. فواحدة maka (kawinilah) seorang saja pelarangan menikah lebih dari satu ini karena ia melalaikan bersikap adil dan tidak mampu membagi waktu dan mempergauli mereka dengan baik, dan ini merupakan dalil kewajiban meninggalkan poligami bagi yang tidak mampu. Bacaan dengan rafa’ pada kalimat فواحدة adalah bacaan yang pantas. Al-Kisa’I berkata فواحدة adalah bacaan yang pantas dan sesuai apabila dinasabkan sebab keberadaannya sebagai dhamir fi’il yaitu  فواحدة فا نكحوا.
او ما ملكت ايمنكم “atau budak-budak yang kamu miliki”, maksudnya menggauli budak wanitanya dan kalimat ini merupakan athaf atas kalimat sebelumnya فواحدة maksudnya jika engkau takut tidak bisa bersikap adilterhadap seorang wanita, maka cukuplah bagimu budak-budak wanita. Ini menunjukan bahwa seorang budak yang dimiliki tidak harus digauli ataupun bersikap adil dalam membagi waktu, karena makna فان خفتم الا تعدلوا “kemudian jika kamu tidak akan dapat berlaku adil”, yaitu berlaku dalam membagi waktu. Adapun   او ما ملكت ايمنك فواحدةmaka (kawinilah) seorang saja, atau budak-budak yang kamu miliki”, ini menunjukkan bahwa budak wanita yang dimiliki berada pada kedudukan yang sama, hanya saja tidak wajib bagi tuannya untuk menggauli serta membagi waktu baginya, kecuali kewajiban bersikap lemah lembut kepadanya.
ذلك ادنى الا تعولوا “yang demikian itu adalah lebih dekat kepada tidak berbuat aniaya”, maksudnya adalah lebih dekat (baik) dari pada kamu bersikap plin plan kepada kebaikan dan berbuat aniaya.
C.    ASBABUN NUZUL
Poligami merupakan sesuatu yang disyariatkan oleh Allah swt sebagai solusi dari kehidupan masyarakat pada saat itu yang tidak ada pembatasan bagi seorang laki-laki dalam memiliki istri serta untuk memenuhi tuntutan sosial masyarakat yang semakin hari jumlah kaum wanitanya jauh lebih banyak dari kaum prianya.Ijma para ulama menyatakan bahwa diperbolehkan seseorang melakukan poligami dengan dua persyaratan :
1. Mampu berlaku adil terhadap para istrinya,
 2. Memiliki kemampuan untuk memberikan nafkah kepada para istrinya itu, sebagaimana firman Allah swt :
وَلْيَسْتَعْفِفِ الَّذِينَ لا يَجِدُونَ نِكَاحًا حَتَّى يُغْنِيَهُمُ اللَّهُ مِنْ فَضْلِهِ (٣٣)
D.    Artinya : “dan orang-orang yang tidak mampu kawin hendaklah menjaga kesucian (diri)nya, sehingga Allah memampukan mereka dengan karunia-Nya.” (QS. An Nuur : 33)
 Memang didalam siroh disebutkan bahwa Rasulullah saw baru melakukanpoligami padausia 53 tahun setelah Khodijah ra meninggal dunia hingga usia beliau 60 tahun
Poligami yang dilakukan Rasulullah saw dikarenakan tuntutan da’wah. Pada saat itu usia Nabi saw semakin tua sementara tugasnya bertambah berat didalam menyampaikan risalahnya sehingga beliau saw membutuhkan orang-orang yang paling dekat dengannya untuk menjadi perantara dalam menyampaikan hukum-hukum syariat yang berkenaan dengan wanita muslimah. Tentunya sangatlah merisihkan diri nabi saw jika beliau saw secara langsung menjelaskan hukum-hukum syariat tentang wanita kepada para wanita muslimah. Karena itulah, fungsi menyampaikan ini diambil oleh hampir seluruh istrinya.
Apa yang dilakukan Rasulullah saw dengan berpoligami setelah meninggalnya Khodijah sebagai istri pertamanya adalah juga perintah dari Allah swt. Dan hal itu tidak berarti bahwa setiap muslim baru bisa berpoligami setelah istri pertamanya meninggal dunia.
Islam adalah agama fitrah yang mengerti akan kebutuhan setiap manusia. Tentunya kebutuhan setiap manusia tidaklah sama antara satu dengan yang lainnya termasuk dorongan syahwat (libido). Ada diantara mereka yang membutuhkan istri lebih dari satu untuk memenuhi libidonya sementara sebagian lainnya merasa cukup dengan satu istri. Atau mungkin ada diantara mereka yang sedang diuji dengan sakit berkepanjangan yang dialami istrinya sehingga tidak bisa melayani kebutuhan seksual suaminya sementara dirinya membutuhkan jalan keluar untuk itu, lalu apakah solusi buat suaminya itu ?
Apakah dirinya harus menanti hingga istrinya meninggal dunia?! Sementara dorongan seksualnya semakin hari terus semakin bertambah! dan bukan tidak mungkin jika tidak ada solusi berpoligami maka dirinya akan jatuh kedalam perbuatan yang diharamkan untuk memenuhi kebutuhannya itu.
Tidak ada nash didalam Al Qur’an maupun sunnah yang melarang seorang muslim untuk berpoligami sementara istri pertamanya masih ada disampingnya selama dirinya sudah termasuk orang-orang yang memenuhi persyaratan untuk itu. Nash-nash Al Qur’an dan sunnah hanya memberikan batasan bagi seseorang yang berpoligami untuk tidak memiliki istri lebih dari empat orang, sebagaimana Diriwayatkan oleh Ahmad dari Salim dari ayahnya bahwa Ghailan bin Salamah ats Tsaqofi masuk islam sementar dirinya memiliki sepuluh orang istri. Lalu Nabi saw berkata kepadanya,”Pilihlah empat orang saja dari mereka.”
Adapun sebab nuzul dari ayat 3 surat an Nisa tentang poligami diatas, sebagaimana disebutkan didalam ash shahihain adalah bahwa Urwah bin az Zubeir bertanya kepada Aisyah tentang firman Allah وَإِنْ خِفْتُمْ أَلا تُقْسِطُوا فِي الْيَتَامَى , maka Aisyah berkata,”Wahai anak saadara perempuanku sesungguhnya anak perempuan yatim ini berada didalam perawatan walinya—ia menyertainya didalam hartanya, lalu walinya tertarik dengan harta dan kecantikan anak perempuan yatim itu dan menginginkan untuk menikahinya dan tidak berlaku adil terhadap maharnya, dia memberikan mahar kepadanya tidak seperti orang lain memberikan mahar kepadanya. Maka mereka dilarang untuk menikahi anak-anak perempuan yatim kecuali apabila mereka dapat berlaku adil terhadap anak-anak perempuan yatim itu dan memberikan kepada anak-anak perempuan yatim itu yang lebih besar dari kebiasaan mereka dalam hal mahar. Maka para wali itu pun disuruh untuk menikahi wanita-wanita lain yang disenanginya selain dari anak-anak perempuan yatim itu.”Ayat 3 dari surat An Nisa ini turun pada tahun kedelapan setelah Rasulullah saw berhijrah ke Madinah setelah meninggalnya Khodijah ra pada bulan Ramadhan tahun kesepuluh kenabian dan juga setelah beliau saw menikahi seluruh istrinya dan wanita terakhir yang dinikahinya adalah Maimunah pada tahun ke-7 H.
Labels: | edit post
1 Response
  1. Unknown Says:

    amien,, salam kenal juga,,,


Post a Comment