Bab II
PEMBAHASAN
Q.S. Surat
Annur Ayat 33:
É#Ïÿ÷ètGó¡uø9ur tûïÏ%©!$# w tbrßÅgs %·n%s3ÏR 4Ó®Lym ãNåkuÏZøóã ª!$# `ÏB ¾Ï&Î#ôÒsù 3 tûïÏ%©!$#ur tbqäótGö6t |=»tGÅ3ø9$# $£JÏB ôMs3n=tB öNä3ãZ»yJ÷r& öNèdqç7Ï?%s3sù ÷bÎ) öNçGôJÎ=tæ öNÍkÏù #Zöyz ( Nèdqè?#uäur `ÏiB ÉA$¨B «!$# üÏ%©!$# öNä38s?#uä 4 wur (#qèdÌõ3è? öNä3ÏG»utGsù n?tã Ïä!$tóÎ7ø9$# ÷bÎ) tb÷ur& $YYÁptrB (#qäótGö;tGÏj9 uÚttã Ío4quptø:$# $u÷R9$# 4 `tBur £`gdÌõ3ã ¨bÎ*sù ©!$# .`ÏB Ï÷èt/ £`ÎgÏdºtø.Î) Öqàÿxî ÒOÏm§ ÇÌÌÈ
“Dan
orang-orang yang tidak mampu kawin hendaklah menjaga kesucian (diri)nya,
sehingga Allah memampukan mereka dengan karunia-Nya. dan budak-budak yang kamu
miliki yang memginginkan perjanjian, hendaklah kamu buat perjanjian dengan
mereka, jika kamu mengetahui ada kebaikan pada mereka, dan berikanlah kepada
mereka sebahagian dari harta Allah yang dikaruniakan-Nya kepadamu. dan
janganlah kamu paksa budak-budak wanitamu untuk melakukan pelacuran, sedang
mereka sendiri mengingini kesucian, Karena kamu hendak mencari keuntungan
duniawi. dan barangsiapa yang memaksa mereka, Maka Sesungguhnya Allah adalah
Maha Pengampun lagi Maha Penyayang (kepada mereka) sesudah mereka dipaksa itu”.[1]
A.
Analisis Lafadz
Setelah
ayat yang lalu memerintahkan para wali
untuk mengawinkan siapa pun yang tidak memiliki pasangan dan layak kawin, dan
agar mereka didak menjadikan kemiskinan calon suami sebagai alasan untuk
menolak lamaran mereka, maka kini
melalui ayat di atas para calon suami
tersebut dituntut untuk tidak mendesak para wali untuk segera mengawinkan
mereka. Ayat ini menyatakan bahwa : Dan hendaklah
benar benar lagi bersungguh sungguh menjaga kesucian diri-Nya orang orang yang tidak memiliki kemampuan
materi untuk menikah dan memikul
tanggung jawab berkeluarga antara lain dengan cara berpuasa, melakukan
perbuatan positif seperti olahraga dan
olahfikir sehingga yakni hendaknya dia melanjutkan cara cara itu sampai tiba
saatnya Allah memampukan mereka dengan
karunia-Nya dan memudahkan untuknya untuk kawin. Ketika itu dia dapat
memelihara kesucian jiwanya dengan
perkawinan kendati tidak lagi menempuh alternatif pengganti itu.
Salah
satu cara Allah untuk memampukan para
hamba sahaya itu adalah melalui tuan tuan mereka. Karena itu ayat di atas
melanjutkan tuntunannya dan kali ini ditujukan kepada pemilik budak budak
tersebut. Ayat diatas menyatakan : Dan
budak- budak yang kamu miliki yang menginginkan untuk menjalin perjanjian dan kesepakatan dengan kamu
untuk membebaskan diri dengan membayar uang pengganti sebagai imbalan kebebasan
dan kemerdekaan mereka, maka hendaklah
kamu wahai pemilik para budak- budak membuat
perjanjian dengan mereka serta membantu mereka meraih kemerdekaannya jika kamu mengetahui yakni menduga ada kebaikan pada mereka yakni bahwa
mereka akan mampu melaksanakan tugas serta memenuhi kewajiban mereka, tampa
menjadi pengemis serta mampu pula memelihara diri dan agama mereka. Untuk itu
bantulah mereka agar sukses dalam usaha mereka antara lain dengan member kemudahan
–kemudahan, baik dalam bentuk material maupun immaterial dan di samping itu berikanlah kepada mereka sebagian dari harta
Allah yang dikaruniakan-Nya kepada kamu dalam bentuk pemberian wajib yakni
seperdelapan bagian yang ditentukan Allah untuk penyaluran zakat harta, atau
pemberian sunnah berupa infaq dan sedekah.[2]
Kata in
ardana tahashunan /bila mereka sendiri menginginkan kesucian, tidak dapat
dipahami sebagai syarat larangan ini,yakni
tidak dapat dipahami bahwa jika mereka tidak ingin atau tidak memelihara
kesuciannya, maka mereka boleh dipaksa. Betapa tidak dapat dipahami
demkikian?jika memang mereka tidak ingin memelihara diri,maka apa arti memaksa
yang dimaksud disini. Kata in yang biasa digunakan untuk makna syarat,
disini menggambarkan ke burukan yang terjadi dalam kenyataan masyarakat
jahiliah ketika itu.
Al-biqa’i memahami
juga kata in di sini(yang digunakan juga untuk menggambarkan sesuatu
yang diragukan terjadi),sebagai isyarat bahwa budak-budak wanita tidak banyak
bahkan jarangdiantara mereka
yang memelihara diri dan kesucian mereka.[3]
B.
Ayat dan Hadits
yang Mendukung
1.
Ayat yang
Mendukung
Satu
Ayat yang mendukung tentang pembahasan kita dalam ayat ini ialah ayat
sebelumnya, yaitu Q.S. surat Annur ayat 32 yang berbunyi:
(#qßsÅ3Rr&ur 4yJ»tF{$# óOä3ZÏB tûüÅsÎ=»¢Á9$#ur ô`ÏB ö/ä.Ï$t6Ïã öNà6ͬ!$tBÎ)ur 4 bÎ) (#qçRqä3t uä!#ts)èù ãNÎgÏYøóã ª!$# `ÏB ¾Ï&Î#ôÒsù 3 ª!$#ur ììźur ÒOÎ=tæ ÇÌËÈ
“Dan kawinkanlah orang-orang yang sedirian
diantara kamu, dan orang-orang yang layak (berkawin) dari hamba-hamba sahayamu
yang lelaki dan hamba-hamba sahayamu yang perempuan. jika mereka miskin Allah
akan memampukan mereka dengan kurnia-Nya. dan Allah Maha luas (pemberian-Nya)
lagi Maha Mengetahui”.
Ayat
ini menyatakan : Hai para wali, para penanggung jawab bahkan seluruh kaum
muslimin: perhatikanlah siapa di sekelilingkamu dan kawinlah
yakni bantulah agar dapat kawin orang-orang yang sendirian diantara kamu,
agar mereka dapat hidup tenang dan terhindar dari perbuatan zina dan yang haram
lainnya dan demikian juga orang-orang yang layak membina rumahtangga dari
hamba-hamba sahaya kamu yang laki-laki dan hamba-hamba sahaya kamu yang
perempuan. Karena mereka juga manusia yang perlu menyalurka kebutuhan
seksualnya.
2.
Hadits yang
Mendukung
Selanjutnya
Hadits yang mendukung ayat ini adalah
رواه
البخارى و مسلم رحمهما الله تعالى بسندهما إلى عبد الله بن مسعود رضى الله عنه أن
رسول الله صلى الله عليه وسلم قال: "يا معشر الشباب, من استطاع منكم الباءة
فليتزوج, فإنه أغض للبصر, و أحصن للفرج, ومن لم يستطع فعليه بالصوم فإنه له وجاء" (رواه البخارى فى كتاب
النكاح باب من لم يستطع الباءة فليصم, ورواه مسلم فى كتاب باب استحباب النكاح إذا
تاقت نفسه إليه ووجد مؤنه)[4]
Wahai
sekalian pemuda.! Siapa di antara kalian yang sudah sanggup berkeluarga maka
hendaklah ia menikah, karna hal itu lebih menjaga pandangan, dan
memelihara syahwat/kemaluan, dan siapa yang belum sanggup/menikah, maka
hendaklah ia berpuasa karna itu meredakan/syahwat. HR. Bukhori, no. 5066.
Muslim, no. 1400.
Inilah
kurang lebihnya transelit redaksi Hadits diatas, namun untuk lebih
menarik marilah kita bahas secara mendetail.
Makna Kalimat:
Ma'syara
adalah ungkapan untuk sekelompok komunitas yang ada kesamaan sifat, misalnya
mas'syara al-anbiaya, atau ma'syara asy-syabab, ma'syara an-nisaa' dan
lain-lain.
As-Syabab adalah jama' bagi As-Syaab, yang artinya adalah orang yang sudah dewasa/baligh dan belum sampai umurnya 30 tahun.
As-Syabab adalah jama' bagi As-Syaab, yang artinya adalah orang yang sudah dewasa/baligh dan belum sampai umurnya 30 tahun.
Al-Ba'ah,
menurut bahasa/ethimologi artinya adalah jima', bersetubuh,hubungan intim, atau
biaya/material, jadi maksud kalimat ba'ah dalam Hadits adalah maka siapa
yang sudah sanggup jima' maka hendaklah ia menikah, atau siapa yang ada biaya
hendaklah ia nikah.
Akantetapi
yang lebih bagusnya adalah menggabungkan makna yang dua ini yaitu"
siapa yang sudah mampu zahir-batin (biaya-jima') maka hendaklah ia menikah. Falyatazawwaj,
kalimat Az-zawaj disini adalah Nikah yaitu: akad atas perempuan dan
menggaulinya sehingga tercapai tujuan nikah itu.
Aghaddu,
artinya sangat memejamkan, yang asal kalimatnya adalah Ghaddu yang maknanya:
bahwa memejamkan seseorang matanya, seperti menghalangi mata supaya tidak
melihat maksiatmisalnya. Ahshanu, asalnya Al-ihshaan artinya;mencegah,
benteng,tembok.
As-shaum,
menurut bahasa artinya: menahan, dan menurut istilah fiqih adalah: menahan diri
dari makan dan minum dan segala hal yang membatalkan puasa dari terbit fajar
kedua/pada sahur sampai terbenam matahari/magrib.[5]
C.
Munasabah
Al-Ayat
Sebelum
ayat ini, juga menjelaskan tentang seruan untuk menikah yang objeknya adalah
para wali dan para penanggung jawab agar menyuruh anak-anaknya (laki-laki dan
perempuan) yang sudah “mampu” untuk menikah. Penjelasan lebih lanjut dalam ayat
ini adalah sebagai berikut:
(#qßsÅ3Rr&ur 4yJ»tF{$# óOä3ZÏB tûüÅsÎ=»¢Á9$#ur ô`ÏB ö/ä.Ï$t6Ïã öNà6ͬ!$tBÎ)ur 4 bÎ) (#qçRqä3t uä!#ts)èù ãNÎgÏYøóã ª!$# `ÏB ¾Ï&Î#ôÒsù 3 ª!$#ur ììźur ÒOÎ=tæ ÇÌËÈ
“Dan
kawinkanlah orang-orang yang sedirian
diantara kamu, dan orang-orang yang layak (berkawin) dari hamba-hamba
sahayamu yang lelaki dan hamba-hamba sahayamu yang perempuan. jika mereka miskin Allah
akan memampukan mereka dengan kurnia-Nya. dan Allah Maha luas (pemberian-Nya)
lagi Maha Mengetahui”
Ayat
ini menyatakan: Hai para wali, para penanggung jawab bahkanseluruh kaum
muslimin: perhatikanlah siapa yang berada di sekeliling kamu dan kawinkanlah
yakni bantulah agar dapat kawin orang-orang sendirian diantara kamu,
agar mereka dapat hidup tenang dan terhindar dari perbuatan zina dan yang haram
lainnya.
D.
Asbabunnuzul
Ayat
Mekkah
pada masa awal Islam mengenal Sembilan orang wanita yang profesinya melacur,
serta memasang tanda-tanda didepan pitu-pintu rumah mereka. Salah seorang
diantaranya adalah ‘Anaq dan Murtsid Ibnu Abu murtsid yang disebut kasusnya
pada ayat ketiga surat ini. Di Madinah dikenal luas adanya enam perempuan yang
kesemuanya adalah hamba sahaya ‘Abdilah bin Ubayy Ibnu Salul, tokoh munafik yang
menyebarluaskan rumor tentang keluarga Nabi.saw. Ibnu ‘Arabi mengutip riwayat
dari Imam Malik dan az-Zuhri yang menyatakan bahwa seorang tawanan Perang Badar
ditahan pada ‘Abdillah bin Ubayy bin Salul. Tawanan ini hendak berhubungan sek
dengan Muadzah, salah seorang dari budak wanita yang dipekerjakan oleh
‘Abdillah sebagai pelacur. Tetapi Muadzah enggan karena dia telah memeluk
Islam, namun ‘Abdillah memaksa dan memukulnya, dengan harapan wanita itu hamil
dari sang tawanan, lalu dia menuntut ganti rugi. Karena kebiasaan masyarakat
Jahiliyyah adalah membayar kepada tuan pemilik hamba sahaya seratus ekor unta
untuk mendapatkan anaknya yang lahir dari sang pelacur milik tuan itu. Menurut
riwayat tadi, Muadzah dating mengadu kepada Nabi saw. Dan turunlah ayat ini.[6]
E.
Kandungan Hukum
Dalam ini meskipun dianjurkan bagi para pemuda,
akan tetapi sesungguhnya sangat diperlukan (semua golongan) bersamaan dengan
bertambahnya fitnah dan mudahnya berbagai macam sebab kemungkaran dan banyaknya
godaan. Terutama bagi orang yang hidup di tengah masyarakat yang di dalamnya
banyak terjadi tabarruj (wanita yang tampil bersolek di depan umum) dan
dekadensi moral. Selayaknya ibadah ini dibiasakan agar iffah (kesucian diri)
dan agama terjaga. Disamping berpuasa, hendaknya juga memohon pertolongan dengan
berdoa kepada Allah Ta’ala agar agama dan kehormatannya dijaga. Semoga
dimudahkan untuk menikah yang dapat menjaga kehormatannya. Meminta pertolongan
dapat juga dilakukan dengan mengingat apa yang telah Allah sediakan di surga,
berupa bidadari bagi orang yang istiqamah dalam syariat Allah Ta’ala, dan menjaga
dirinya.
Ada sementara ulama’
yang menjadikan ayat ini sebagai salah satu ayat yang berbicara tentang
pentahapan-pentahapan hukum. Memang al Qur’an melakukan pentahapan dalam sekian banyak tuntunan
syariatnya, baik yang berkaitan dengan larangan seperti larangan meminum
minuman keras, yang pada mulanya belum di larang,selanjutnya dilarang pada saat
tertentu hingga dilarang total. Demikian juga pentahapan tentang perintahnya
seperti perintahnnya sholat, yang pada mulannya belum lima kali sehari dan
masih boleh bercakap-cakap. Ayat
ini menurut mereka merupakan tahap pertama dari larangan perzinahan dan
hubungan tidak sah, yang dimulai dengan larangan memeksa, tetapi
membolehkan perkawinan mut’ah,
selanjutnya baru kemudian datang larangan kawin mut’ah, dan membatasi pernikahan
yang sah adalah hanya yang bertujuan menjalin hubungan yang langgeng bukan yang
bersifat sementara sebagai mana perkawinan mut’ah. Nah jika pendapat ini
diterima – walau bagi penulis sulit di terima – maka kalimat jika mereka sendiri menginginkan kesucian merupakan
syarat, tetapi syarat yang berlaku sementara, yakni sebelum turunya larangan
hubungan seks kecuali melalui pernikahan yang kita kenal secara umum dewasa
ini.[7]
Sebenarnya ayat ini mempunyai dua unsur makna
hukum, yang bergabung dalam satu ayat. Makna hukum yang pertama adalah seruan
bagi para pemuda agar bisa menjaga diri dari perbuatan zina, dan makna hukum
kedua adalah peringatan bagi para pemilik budak agar tidak memaksakan kehendak
kepada hambanya untuk melakukan perbuatan zina. Sebenarnya kalau kita tarik
kedalam konteks sekarang, maka makna hukum kedua ini tidak bisa digunakan lagi,
artinya zaman sekarang tidak ada lagi budak yang dijadikan hamba, akan tetapi
makna hukum kedua ini di interpretasikan sebagai bentuk pemaksaan kehendak
pribadi kepada orang yang hakekatnya lebih lemah dari kita untuk melakukan
perbuatan yang dilarang oleh Islam. Disinilah kita bisa memahami arti
keseluruhan dari ayat ini, sehingga kita tidak mengambil sebagian saja arti
hukum yang terkandung didalamnya, karena al-Qur’an adalah panduan hidup yang
multi zaman dan multi makan.
[1]
.Q.S.Annur.Ayat: 33.
[2] .
M.Quraish Shihab, TAFSIR AL-MISBAH (Pesan, Kesan dan Keserasian Al-Qur’an).(Jakarta:Lentera
Hati,2006)577
[3] .ibid
:578
[4]
.Fakultas Syariah UIN Malang.Tahfidz Ayat Al-ahkam.(Malang:Fakultas
syariah.2008).20
[5] . Syekh
Muhammad Sholeh Al-Munajjid, Bagaimana Mengendalikan Rangsangan Seksual
Dengan Berpuasa.(……;Islamqa.1
[6]
.M.Quraish Shihab, TAFSIR AL-MISBAH (Pesan, Kesan dan Keserasian Al-Qur’an).(Jakarta:Lentera
Hati,2006)
[7]
.Syekh H. Abdul Halim Hasan Binjaj,Tafsir Ahkam,(Jakarta:Kencana
Prenada.2006).77
Post a Comment