Ada banyak tatapan wajah disini, iya disini di atas bis umum, masih dengan nuansa naik bis lagi.
Hari ini kembali terulang, karena mendesak saya harus balik lagi ke Malang, tentunya dari mojokerto harus dua kali naik bus, ada hal yang berbeda hari ini, dua bus yang saya tumpangi kondektur nya adalah seorang malaikat ta bersayap, alias ibu ibu, di tengah panas dan sesaknya bus, menyelinap sambil mencari penumpang yang baru naik, peluh berjatuhan, duh luar biasa sekali ibu ini, pekerjaan yang biasanya di Isi kaum adam gini mulai di jamah mak mak, tapi bukan itu. Yang saya lihat adalah kegigihan perjuangan mereka, pekerjaan ini tidak mudah, dan tentunya butuh banyak pengorbanan.

Apapun itu, dalam dunia angkutan banyak roda ekonomi yang harus berputar, mulai dari perusahan oto bus, pengasong, warung terminal, pengamen biasa, dan pengamen berpangkat.
Dari kehidupan ini mereka bergantung, untuk mendapatkan sesuap nasi, pendidikan layak, dan untuk kebahagiaan yang lain, perjuangan tak lagi mudah, semua berhimpitan, berhimpun, merebutkan nominal, ya begitulah,

Tulisannya ini tidak selesai, keburu sampai terminal, hahaha

Semakin jarang saya melakukan jarak jauh dengan kendaraan umum seperti bis, rasanya dari dulu tidak begitu banyak yang berubah, mulai pelayanan sampai dengan fasilitas yang ada. Ketika diterminal juga masih semrawut, bahkan tak jarang ada kondektur yang menarik ongkos dia atas tarif maksimal. Tapi bukan itu yang mau saya bahas.

Tepat saya naik dari terminal bus Mojokerto, kebetulan penuh sesak dan tidak mendapatkan tempat duduk, saya nikmati saja, anggap saja ini juga sisi lain dari nikmat Tuhan.
Tepat di depan saya ada seorang bapak, dan dua orang anaknya cewek n cowok, bapak ini berwajah khas chinese, yang bagi saya jarang saya temui di angkutan umum seperti ini (no rasis). Sang bapak rela tanpa duduk, dan memberikan tempat duduk yang ada untuk anaknya, yang sekira seumuran anak smp. Terlihat diraut wajah anak2 ini seperti orang yang pertama kali naik bus, wajah tidak nyaman n kesal. Sang ayah mencoba menghibur mereka dengan mengajak ngobrol, dan sesekali membuat candaan dengan menarik ujung bibir dan di lihatlah pada puterinya yang murung, "senyumnya di" si anak masih dengan wajah kesalnya.
Bahkan saya menjumpai si anak cowok jatuh dari kursi saat bus belok atau ambil haluan, dengan telaten sang ayah yg berkacamata mengajari bagaimana ketika duduk di pinggir, kaki harus di buka biar bisa untuk menahan tubuh biar tidak terpelanting.

Saya tatap sejenak wajah sang ayah, terlihat lelah, mungkin sejak dari kediri beliau nya sudah berdiri, kadang juga terlihat tatapan jauh kosong, saya hanya mencoba menerka apa yang ada di benak seorang ayah
"Nak, maafkan ayah, mungkin hari ini ayah belum bisa mengajak liburan yang nyaman, tempat yang indah yang seperti kalian bayangkan, begitu juga dengan sarana naik bus umum ini, mungkin bagi kalian ini adalah pengalaman yang menyebalkan, sekali lagi maafkan ayah dengan segala penuh keterbatasan. Satu hal yang ayah inginkan suatu hari nanti, cukup ayah saja yang merasakan kesederhanaan ini, setidaknya ada pelajaran dalam bis ini nak, tidak selamanya hidup kita indah, kadang pula juga kamu harus tau tentang kerikil kerikil tajam yang seringkali menghadang, kamu harus kuat, kamu harus jadi orang yang tangguh, sampai saatnya nanti kamu tau arti kehidupan sesungguhnya"

Sembari melepaskan lamunan, menghela nafas panjang, dan bis melaju lagi di diiringi lagu nostalgia masa lalu.

Unknown

Pengabdian,
banyak orang bercerita kepada saya tentang bagaimana itu pengabdian, yang paling dominan pengabdian itu adalah, ihlas, merelakan diri untuk kepentingan di luar pribadi, tanpa tendensi apapun, apalagi berbau materiel.
Tapi sisi lain yg saya pahami, adalah kata rela dan kata ihlas, hal yang begitu luar biasa, terkesan suci dan manusia terpilih. Tapi itu bukan masalah pokoknya.
Jika pengabdian dilihat dari bahasa, maka akan ada kata abdi, serapan dari bahasa arab, yang artinya adalah hamba, mengabdi berarti menghambakan diri pada "tuan" bisa berupa, manusia, benda, Tuhan, atau tujuan hidup yang lain.
Karena sering kali dalam mengabdi ini adalah rasa memberi, padahal bagi saya bukan memberi, lebih tepatnya adalah membalas, kenapa membelas? Karena karunia tuhan begitu besar untuk hidup kita, tak akan bisa satu manusia pun mampu membalasnya, dengan memberi berarti kita adalah mahluk yang sombong, maha pemberi kok masih di beri, berarti itu impossible, dan kita akan cenderung menjadi pribadi yang kedekatannya dengan tuhan lebih baik dari pada orang lain.
Pengabdian bagi saya adalah kesungguhan, kejujuran, kerelaan untuk menindas kepedulian pribadi, menekanya dalam sebuah pengamalan hidup, baik di pekerjaan, ataupun tanggung jawab sosial yang lain, dengan anda bekerja jujur dan sungguh sungguh, itu juga adalah salah satu bentuk pengabdian.