A.    Istilah dan pengertian perikatan

Dalam Buku III BW yang berjudul “van Verbintenissen”, di mana istilah ini juga merupakan istilah lain yang dikenal  dalam Code Civil Perancis, istilah mana diambil dari hukum Romawi yang terkenal dengan istilah “obligation”.    Istilah verbintenis dalam BW (KUHPerdata), ternyata diterjemahkan berbeda-beda dalam kepustakaan hukum Indonesia. Berkaitan dengan itu, Soetojo Prawirohamidjojo, di dalam salah satu bukunya menegaskan bahwa :
“Istilah verbintenis, ada yang menterjemahkan dengan “perutangan”, perjanjian maupun dengan “perikatan”. karena masing-masing para sarjana mempunyai sudut pandang yang berbeda dalam menterjemahkan dan mengartikannya, walaupun pengertian yang dimaksudkan perikatan tersebut dapat tidak terlalu jauh berbeda. Istilah perikatan dimaksud pada dasarnya berasal dari bahasa Belanda yakni “verbintenis”,  diterjemahkan kedalam bahasa Indonesia berbeda-beda, sebagai bukti, di dalam KUHPerdata digunakan istilah “perikatan” untuk “verbintenis”. R. Subekti, mempergunakan istilah “verbintenis” untuk perkataan     “perikatan”, demikian juga R. Setiawan, memakai istilah “perikatan” untuk “verbintenis”. Selanjutnya Utrecht, memakai istilah perutangan untuk “verbintenis”. Sebaliknya Soediman Kartohadiprodjo, mempergunakan istilah “hukum pengikatan” sebagai terjemahan dan “verbintenissenrecht, sedangkan. Sementara itu   R. Wirjono Prodjodikoro,  memakai istilah “het verbintenissenrecht” diterjemahkan sebagai “hukum perjanjian” bukan hukum perikatan, demikian juga Sri Soedewi Masjchoen Sofwan,  memakai istilah “hukum perutangan” untuk “verb intenissenrecht” .(R. Soetojo , 1979; 10).
menurut Hofmann, bahwa “perikatan adalah suatu hubungan hukum antara sejumlah terbatas subjek-subjek hukum, sehubungan dengan itu seorang atau beberapa orang dari padanya (debitur atau para debitur) mengikatkan dirinya untuk bersikap menurut cara-cara tertentu terhadap pihak lain yang berhak atas sikap demikian itu”. Selanjutnya Pitlo mengatakan, bahwa “perikatan adalah suatu hubungan hukum yang bersifat harta kekayaan antara dua orang atau lebih atas dasar mana pihak yang satu berhak (kreditur) dan pihak lain berkewajiban (debitur) atas sesuatu prestasi”. Sementara itu, menurut Abdulkadir Muhammad;.”Perikatan adalah hubungan hukum yang terjadi antara debitur dan kreditur, yang terletak dalam bidang harta kekayaan. Soediman Kartohadiprodjo, juga merumuskan perikatan tersebut dengan; “suatu hubungan hukum yang bersifat harta kekayaan antara dua orang atau lebih,  atas dasar mana pihak yang satu berhak (kreditur) dan pihak lain berkewajiban (debitur) atas sesuatu prestasi”. Demikian juga halnya, menurut R.Setiawan, bahwa  “perikatan adalah suatu hubungan hukum, yang artinya hubungan yang diatur dan diakui oleh hukum. (R.Setiawan, 1994; 2).
B.     Pengaturan hokum perikatan
Hukum Perikatan yang dimaksudkan ialah keseluruhan peraturan hukum yang mengatur tentang perikatan. Pengaturan tersebut meliputi bagian umum dan bagian khusus. Bagian umum membuat peraturan-peraturan yang berlaku bagi perikatan pada umumnya. Sedangkan bagian khusus memuat peraturan-peraturan mengenai perjanjian-perjanjian bernama yang banyak dipakai dalam masyarakat. Bagian umum meliputi bab babI, bab II bab III (hanya pasal 1352 dan 1353) da bab IV, yang berlaku bagi perikatan pada umumnya. Bagian khusus meliputi bab III (kecuali pasal 1352 dan pasal 1353) dan babV s/d XVIII, yang berlaku bagi perjanjian-perjanjian tertentu saja, yang sudah ditentukan namanya dalam baba-bab yang bersangkutan. Pengaturan hukum perikatan dilakukan dengan “sistem terbuka”, artinya setiap orang boleh mengadakan perikatan apa saja baik yang belum ditentukan namanya dalam undang-undang. tetapi keterbukaan ini dibatasi oleh tiga hal, yaitu tidak dilarang oleh undang-undang, tidak bertentangan dengan kesusilaan , dan tidak bertentangan dengan ketertiban umum.
C.     Prestasi dan wanprestasi
Prestasi adalah yang wajib dipenuhi oleh debitur dalam setiap perikatan. Prestasi adalah objek perikatan. Dalam hukum perdata kewajiban memenuhi prestasi selalu disertai jaminan harta kekayaan debitur. Dalam pasal 1131 KUH Perdata dinyatakan bahwa semua harta kekayaan debitur baik bergerak maupun tidak bergerak, baik yang sudah ada maupun yang akan ada, menjadi jaminan pemenuhan utangnya terhadap kreditur. Tetapi jaminan umum ini dapat dibatasi dengan jaminan khusus berupa benda tertentu yang ditetapkan dalam perjanjian antara pihak-pihak.
Wanprestasi artinya tidak memenuhi sesuatu yang diwajibkan seperti yang telah ditetapkan dalam perikatan. Tidak dipenuhinya kewajiban oleh debitur disebabkan oleh dua kemungkinan alasan, yaitu:
  1. Karena kesalahan debitur, baik dengan sengaja tidak dipenuhinya kewajiban maupun karena kelalaian.
  2. Karena keadaan memaksa (overmacht), force mejeure, jadi di luar kemampuan debitur. Debitur tidak bersalah.
Untuk menentukan apakah seorang debitur bersalah melakukan wanprestasi, perlu ditentukan dalam keadaan bagaimana debitur dikatakan sangaja atau lalai tidak memenuhi prestasi. Ada tiga keadaan, yaitu:
  1. debitur tidak memenuhi prestasi sama sekali,
  2. debitur memenuhi prestasi, tetapi tetapi tidak baik atau keliru,
  3. debitur memenuhi prestasi, tetapi tidak tepat waktunya atau terlambat.
D.    Ganti rugi
Menurut ketentuan pasal 1243 KUH Perdata, ganti kerugian karena tidak dipenuhinya suatu perikatan, barulah mulai diwajibkan apabila debitur setelah dinyatakan lalai memenuhi perikatannya, tetapi melalaikan, atau sesuatu yang harus diberikan atau dibuatnya hanya dapat diberikan atau dibuat dalam tenggang waktu yang telah dilampaukannya.
Maksud  “kerugian” dalam pasal di atas ialah kerugian yang timbul karena debitur melakukan wanprestasi (lalai atau sengaja untuk memenuhi prestasi). Kerugian tersebut wajib diganti oleh debitur terhitung sejak ia dinyakan lalai. Ganti rugi itu terdiri dari tiga unsur, yaitu:
  1. Ongkos atau biaya yang telah dikeluarkan, misalnya ongkos cetak, biaya materai, biaya iklan;
  2. Kerugian sesungguhnya karena kerusakan, kehilangan benda milik kreditur akibat kelalaian debitur, misalnya busuknya buah-buahan karena kelambatan penyerahan,     ambruknya rumah karena kesalahan konstruksi, sehingga merusak perabot rumah tangga;
  3. Bunga atau keuntungan yang diharapkan, misalnya bunga yang berjalan selama piutang terlambat diserahkan (dilunasi), keuntungan yang tidak diperoleh karena kelambatan penyerahan bendanya.

E.     Jenis-jenis perikatan
a.       Perikatan bersyarat
Perikatan bersyarat (voorwaardelijk verbintenis) adalah perikatan yang digantungkan pada syarat. Syarat itu adalah suatu peristiwa yang masih akan terjadi dan belum pasti terjadinya, baik dengan menangguhkan pelaksanaan perikatan hingga terjadinya peristiwa, maupun dengan membatalkan  perikatan karena terjadi atau tidak terjadinya peristiwa tersebut (pasal 1253 KUH Perdata)
b.      Perikatan dengan ketetapan waktu
Suatu ketetapan waktu tidak menangguhkan perikatan, melainkan hanya menangguhkan pelaksanaannya. Maksud syarat “Ketetapan waktu” ialah pelaksanaan perikatan itu digantungkan pada” waktu yang ditetapkan”. Waktu yang       ditetapkanadalah peristiwa yang masih akan terjadi dan terjadinya itu sudah pasti, atau dapat berupa tanggal yang sudah ditetapkan
c.       Perikatan Manasuka (boleh pilih)
Dalam Perikatan Manasuka, objek prestasi ada dua macam benda. Dikatakan perikatan manasuka, karena debitur telah memenuhi prestasi dengan memilih salah satu dari dua benda yang dijadikan objek perikatan. Tetapi debitur tidak dapat memaksa kreditur untuk menerima benda yang satu dan sebagian benda yang lainnya. Jika debitur telah memenuhi salah satu dari dua benda yang didsebutkan dalam perikatan, yang dibebaskan dan perikatan berakhir. Hak memilih prestasi itu ada pada debitur, jika hak ini tidak secara tegas diberikan kepada kreditur (pasal 1272 dan 1273 KUH Perdata)

d.      Perikatan Tanggung menanggung
Dalam perikatan tangung menanggung dapat terjadi seseorang debitur berhadapan dengan beberapa orang kreditur, atau seorang kreditur berdapan dengan beberapa orang debitur. Apabila kreditur terdiri dari beberapa orang, ini disebut tanggung-menanggung aktif. Dalam hal ini setiap kreditur barhak atas pemenuhan prestasi selurauh hutang, dan jika prestasi tersebut sudah dipenuhi, debitur dibebaskan dari hutangnya dan perikatan hapus (pasal 1278 KUH Perdata).
e.       Perikatan dapat dan tidak dapat dibagi
Suatu perikatan dikatakan dapat atau tidak dapat dapat dibagi, apabila benda yang menjadi objek perikatan dapat atau tidak dapat dibagi menurut imbangan, lagi pula pembagian itu tidak boleh mengurangi hakikat dari prestasi tersebut. Jadi sifat dapat atau tidak dapat dibagi itu didasarkan pada :
a. Sifat benda yang menjadi objek perikatan.
b. Maksud perikatannya, apakah itu dapat atau tidak dapat dibagi.
f.       Perikatan dengan ancaman hukuman
Perikatan ini membuat suatu ancaman hukuman terhadap debitur apabila ia lalai memenuhi prestasinnya. Ancaman hukuman ini bermaksud untuk memberikan suatu kepastian atau pelaksanaan isi perikatan seperti yang telah ditetapkan dalam perjanjian yang dibuat oleh pihak-pihak.
F.      Hapusnya perikatan
a.       Pembayaran
b.      Penawaran pembayaran tunai diikuti penitipan
c.       Pembaharuan hutang (novasi)
d.      Percampuran hutang
e.       Pembebasan hutang
f.       Pembatalan
g.      Berlakunya syarat-syarat batal
h.      Lampau waktu (daluarsa)
G.    Perikatan yang lahir dari perjanjian
a.       Istilah dan pengertian perjanjian
Istilah perjanjian ini, terumus dalam bahasa Belanda dengan istilah overeenkomst, yang biasanya diterjemahkan dengan perjanjian dan atau persetujuan. Kata perjanjian menunjukkan adanya makna, bahwa para pihak dalam perjanjian yang akan diadakan telah sepakat tentang apa yang mereka sepakati berupa janji-janji yang diperjanjikan. Sementara itu, kata persetujuan menunjukkan makna bahwa para pihak dalam suatu perjanjian tersebut juga sama-sama setuju tentang segala sesuatu yang mereka perjanjikan. Artinya terjemahan istilah tersebut dapat dikatakan sama,  terkadang bahkan digunakan bersamaan, hal ini disebabkan antara keduanya ditafsirkan sama, karena perjanjian itu sendiri sebenar juga adalah persetujuan.
b.      Pengaturan mengenai perjanjian
Peraturan yang dijadikan sebagai dasar hukum perjanjian adalah KUHPerdata Buku III  Bab II yang berjudul “Perikatan-perikatan yang Dilahirkan dari Kontrak atau Perjanjian”. Secara sistematis pengaturan mengenai perjanjian dalam KUHPerdata ini terdiri dari empat bagian, yakni  dari Pasal 1313 – 1351 KUHPerdata, yang terdiri dari :
Bagian Kesatu yang mengatur tentang ketentuan umum (Pasal 1313 – 1319 KUHPerdata)
Bagian Kedua yang mengatur tentang syarat-syarat sahnya suatu perjanjian (Pasal 1320 – 1337 KUHPerdata)
Bagian Ketiga yang mengatur tentang akibat-akibat dari perjanjian (Pasal 1338 – 1341 KUHPerdata)
Bagian Keempat yang mengatur tentang penafsiran perjanjian-perjanjian (Pasal 1342 – 1351 KUHPerdata)
Selain itu, terdapat beberapa ketentuan tambahan mengenai pengaturan perjanjian, yakni :
Pasal 1266 dan 1267 Bab I Buku III KUHPerdata yaitu tentang perikatan-perikatan bersyarat yang merupakan syarat-syarat putus yakni wanprestasi.
Pasal 1446 – 1456 KUHPerdata tentang kebatalan dan pembatalan

c.       Subyek dan obyek perjanjian
·         Subyek (manusia pribadi dan badan hokum)
·         Obyek (benda atau prestasi)
d.      Unsur-unsur perjanjian
·         Para pihak yang sedikitnya dua orang
·         Ada perrsetujuan antara pihak itu
·         Ada tujuan yang akan dicapai dengan diadakannya perjanjian
·         Ada prestasi yang akan dilaksanakan
·         Adanya bentuk tertentu
·         Ada syarat-syarat tertentu
e.       Asas-asas dalam perjanjian
·         Asas kebebasan berkontrak
·         Asas konsensualisme
·         Asas kepatutan
·         Asas kekuatan mengikat
·         Asas keseimbangan
·         Asas kepastian hokum
·         Bersifat obligatoir
·         Bersifat pelengkap
f.       Syarat syahnya perjanjian
·         adanya persetujuan kehendak antara pihak yang membuat perjanjian
·         adanya kecakapan para pihak untuk membuat perjanjian
·         ada  suatu sebab yang halal
g.      berakirnya perjanjian
   Berakhirnya suatu perjanjian memang tidak diatur secara tersendiri dalam Undang-undang. Akan tetapi, mengenai berakhirnya perjanjian ini dapat disimpulkan dari beberapa ketentuan yang terdapat dalam Undang-undang. Berakhirnya persetujuan harus benar-benar dibedakan dari pada hapusnya perikatan, karena suatu perikatan dapat hapus sedangkan persetujuannya yang merupakan sumbernya masih tetap ada. Hal tersebut bisa ditemukan dalam perjanjian jual beli, dimana apabila harga sudah dibayar maka perikatan mengenai pembayaran sudah hapus, tetapi perjanjiannya belum hapus karena perjanjian penyerahan barang belum terlaksana.

H.    Daftar Pustaka
Ahmad Ichsan, Hukum Perdata IA, Pembimbing Masa, Jakarta, 1969;
R.Subekti, Pokok-pokok Hukum Perdata, Intermasa, Jakarta, 1975;
Riduan Syahrani, Seluk-beluk dan Azas-azas Hukum Perdata, Alumni, Bandung, 1992;
Z.Ansori Ahmad, Sejarah dan Kedudukan BW di Indonesia, Rajawali, Jakarta, 1986;
Sri Soedewi Masjhoen Sofwan, Hukum Perdata dan  Hukum Benda, Seksi Hukum Perdata, Fakultas Hukum UGM, Yogyakarta, 1975;

Labels: 1 comments | | edit post


PERADILAN ISLAM DI KERAJAAN-KERAJAAN ISLAM NUSANTARA

1.  Peradilan Agama Islam di Kerajaan Mataram
            Disini digambarkan peradilan pada masa sebelum islam yang mana masih bercorak hindu ditandai dengan dua bagian yaitu, 1. Perkara  yang menjadi urusan raja (pradata). 2. Perkara yang bukan urusan peradilan raja (padu). 
            Kemudian pada masa sultan agung mulai ada perubahan dan penanaman hukum islamdiperadilan pradata dengan jalan menempatkan orang yang berkompeten dibidang agama islam pada lembaga peradilan. Setelah dirasa siap kemudian sultan agung mengubah pradata menjadi pengadilan serambi dan bukan langsung dipimpin raja, melainkan dipimpin oleh ulama. Dinamakan serambi karena proses peradilanya dilaksanakan diserambi masjid agung. Tataran ketua di pengadilan ini adalah penghulu dan didampingi  para ulama, meskipun begitu masih dibawah tangan sultan. Peradilan serambi berfungsi sebagai dewan penasihat sultan dalam menjalankan kewajibanya, dan itu tidak pernah bertentangan dengan sultan.
2.  Peradilan islam di aceh
Paska ditakhlukanya kerajaan samudra pasai oleh portugis kerajaan itu dibawah pengaruh kerajaan aceh yang berpusat di aceh darussalam, yang dikenal dengan  ketegasanya yaitu sultan iskandar muda yang semangat menegakan panji-panji islam.
Di aceh sitem peradilan yang berdasarkan hukum islam menyatu dengan pengadilan negeri, yang mempunyai ada empat tingkatan disini, yang pertama adlah Keucik yaitu peradilan tingkat kampung,, yang berbobot ringan, sedangkan yang lebih berat yaitu oeloubalang, kemudian panglima sagi, dan yang terahir adalah di sultan, yang pelaksanaanya dilakukan oleh mahkamah agung yang anggotanya terdiri dari , malikul adil, O.K. sri paduka tuan, O.K. raja bandahara, dan faqih.
3.  Peradilan islam di priangan
Kerajaan yang dulunya kadipaten dan oleh syarif hidayatulloh ditingkatkan menjadi kerajaan dibawah kekuasaan mataram, dan kemudian mejadin independent. Dikerajaan cirebon ini terdapat tiga bentuk peradilan, yaitu pengadilan agama, yang mengurusi tentang hukuman badan dan hukuman mati.  peradilan digama, mengurusi tentang perekara perkawinan dan waris, dan sedangkan peradilan cilaga adlah mengurusi tentang perniagaan.
Dicirebon peradilan dilaksanakan oleh 7 orang menteri yang mewakili 3 sultan, yaitu sultan sepuh, sultan anom, dan panembahan cirebon.
4.  Peradilan Agama di banten
Banten adalah kerajaan yang paling ketat menjalankan hukum islam dan tanpa interfensi dari hukum adat maupun corak hindu-budha, dan qishas sudah benar-benar diterapkan.
Syaikh tertinggi bergelar kyai ali yang kemudian dikenal dengan istilah qodhi, yang pada mulanya dijabat oleh ulama dari makah, dan pada masa perkembanganya di jabat oleh bangsawan banten sendiri.
5.  Peradilan islam di Sulawesi
Dikerajaan ini terjadi asimilisasi budaya, akan tetapi hukum islam diterima setelah rajanya secara resmi menerima islam, dan kemudian dibentuklah parewa syara’, yang kedudukanya sama dengan parewa adat, yang sebelumnya sudah ada sebelum islam. Parewa syara’ dipimpin oleh kadi, yaitu pejabat tertinggi syariat islam yang ada dikerajaan. Dan dimasing-masing paleli dibantu oleh imam, serta dibantu oleh khateb, yang gajinya diambilkan dari zakat, dan sodakoh raja.
6.  Peradilan islam di palembang
Pengadilan dipalembang yang dipimpin oleh pangeran penghulu merupakan bagian dari struktur pemerintahan, disamping peradilan syah bandar, hukuman dijatuhkan pada hukum al-quran dan Al-hadist, dan pengadilan patih diputuskan berdasarkan hukum adat.
Kasultanan ini menganut tiga sistem peradilan pertama, pengadilan agama dipimpin oleh pangeran penghulu Nato Agamo, kedua pengadilan umum yang dipimpin oleh tumenggung karto negoro, dan yang ketiga adalah pengadilan adat yang dipimpin oleh pan geran adipati.
Ada 3 hal yang mempengaruhi perkembangan hukum islam diwilayah ini:
1.     Orang-orang arab yang mulai pertama datang dan menyebarkan ajarn agama islam didaerah ini.
2.     Semula hukum islam diterapkan pribadi antara penganut islam yang ada.
3.     Pasca runtuhnya majapahit agama islam semakin berkembang didearah ini.


Sumber : Alaidin Kotto, Sejarah Peradilan Islam  PT.Rajawali Press Jakarta
Labels: 0 comments | | edit post

Labels: 0 comments | | edit post

MEMAHAMI SEJARAH DAN MAKNA FILOSOFIS PMII


ø Historisitas PMII

Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (Indonesian Moslem Students Movement), atau yang disingkat dengan PMII, dalam bahasa jawanya adalah Anak Cucu organisasi NU yang lahir dari rahim Departemen perguruan Tinggi IPNU.
Lahirnya PMII bukannya berjalan mulus, banyak sekali hambatan dan rintangan. Hasrat mendirikan organisasi NU sudah lama bergolak. namun pihak NU belum memberikan green light. Belum menganggap perlu adanya organisasi tersendiri buat mewadahi anak-anak NU yang belajar di perguruan tinggi. melihat fenomena yang ini, kemauan keras anak-anak muda itu tak pernah kendur, bahkan semakin berkobar-kobar saja dari kampus ke kampus. hal ini bisa dimengerti karena, kondisi sosial politik pada dasawarsa 50-an memang sangat memungkinkan untuk lahirnya organisasi baru. Banyak organisasi Mahasiswa bermunculan dibawah naungan  payung induknya. misalkan saja HMI yang dekat dengan Masyumi, SEMI dengan PSII, KMI dengan PERTI, IMM dengan Muhammadiyah dan Himmah yang bernaung dibawah Al-Washliyah. Wajar saja jika kemudiaan anak-anak NU ingin mendirikan wadah tersendiri dan bernaung dibawah panji bintang sembilan, dan benar keinginan itu kemudian diwujudkan dalam bentuk IMANU (Ikatan Mahasiswa Nahdlatul Ulama) pada akhir 1955 yang diprakarsai oleh beberapa tokoh pimpinan pusat IPNU.
Namun IMANU tak berumur panjang, dikarenakan PBNU menolak keberadaannya. ini bisa kita pahami kenapa Nu bertindak keras. sebab waktu itu, IPNU baru saja lahir pada 24 Februari 1954. Apa jadinya jika organisasi yang baru lahir saja belum terurus sudah menangani yang lain? hal ini logis seakli. Jadi keberatan NU bukan terletak pada prinsip berdirinya IMANU ( PMII ), tetapi lebih pada pertimbangan waktu, pembagian tugas dan efektifitas organisasi.
Oleh karenanya, sampai pada konggres IPNU yang ke-2 (awal 1957 di pekalongan) dan ke-3 (akhir 1958 di Cirebon). NU belum memandang perlu adanya wadah tersendiri bagi anak-anak mahasiswa NU. Namun kecenderungan ini nsudah mulai diantisipasi dalam bentuk kelonggaran menambah Departemen Baru dalam kestrukturan organisasi IPNU, yang kemudian dep[artemen ini dikenal dengan Departemen Perguruan Tinggi IPNU.    
Dan baru setelah konferensi Besar IPNU (14-16 Maret 1960 di kaliurang), disepakati untuk mendirikan wadah tersendiri bagi mahsiswa NU, yang disambut dengan berkumpulnya tokoh-tokoh mahasiswa NU yang tergabung dalam IPNU, dalam sebuah musyawarah selama tiga hari(14-16 April 1960) di Taman Pendidikan Putri Khadijah(Sekarang UNSURI) Surabaya. Dengan semangat membara, mereka membahas nama dan bentuk organisasi yang telah lama mereka idam-idamkan.
Bertepatan dengan itu, Ketua Umum PBNU KH. Idam Kholid  memberikan lampu hijau. Bahkan memberi semangat pada mahasiswa NU agar mampu menjadi kader partai, menjadi mahasiswa yang mempunyai prinsip: Ilmu untuk diamalkan dan bukan ilmu untuk ilmu…maka, lahirlah organisasi Mahasiswa dibawah naungan NU  pada tanggal 17 April 1960. Kemudian organisasi itu diberi nama Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia ( PMII ).
Disamping latar belakang lahirnya PMII seperti diatas, sebenarnya pada waktu itu anak-anak NU yang ada di organisasi  lain seperti HMI merasa tidak puas atas pola gerak HMI. Menurut mereka ( Mahasiswa NU ) , bahwa HMI sudah berpihak pada salah satu golongan  yang kemudian ditengarai bahwa HMI adalah anderbownya partai Masyumi, sehinggga wajar kalau mahasiswa NU  di HMI juga mencari alternatif lain. Hal ini juga diungkap oleh Deliar Nur ( 1987 ), beliau mengatakan bahwa PMII merupakan cermin ketidakpuasan sebagian mahasiswa muslim terhadap HMI, yang dianggap bahwa HMI dekat dengan golongan modernis ( Muhammadiyah ) dan dalam urusan politik lebih dekat dengan Masyumi.
          Dari paparan diatas bisa ditarik kesimpulan atau pokok-pokok pikiran dari makna dari kelahiran PMII:
¨            Bahwa PMII karena ketidakmampuan Departemen Perguruan Tinggi IPNU dalam menampung aspirasi anak muda NU yang ada di Perguruan Tinggi .
¨            PMII lahir dari rekayasa politik sekelompok mahasiswa muslim  ( NU ) untuk mengembangkan kelembagaan politik menjadi underbow NU dalam upaya merealisasikan aspirasi politiknya.
¨            PMII lahir dalam rangka mengembangkan paham Ahlussunah Waljama’ah dikalangan mahasiswa.
¨            Bahwa PMII lahir dari ketidakpuasan mahasiswa NU yang saat itu ada di HMI, karena HMI tidak lagi mempresentasikan paham mereka  ( Mahasiswa NU ) dan HMI ditengarai lebih dekat dengan partai MASYUMI.
¨            Bahwa lahirnya PMII merupakan wujud kebebasan berpikir, artinya sebagai mahasiswa harus menyadari sikap menentukan kehendak sendiri atas dasar pilihan sikap dan idealisme yang dianutnya.
Dengan demikian ide dasar pendirian PMII adalah murni dari anak-anak muda NU sendiri Bahwa kemudian harus bernaung dibawah panji NU itu bukan berarti sekedar pertimbangan praktis semata, misalnya karena kondisi pada saat itu yang memang nyaris menciptakan iklim dependensi sebagai suatu kemutlakan. Tetapi, keterikatan PMII kepada NU memang sudah terbentuk dan sengaja dibangun atas dasar kesamaan nilai, kultur, akidah, cita-cita dan bahkan pola berpikir, bertindak dan berperilaku.
Kemudian PMII harus mengakui dengan tetap berpegang teguh pada sikap Dependensi timbul berbagai pertimbangan menguntungkan atau tidak dalam bersikap dan berperilaku untuk sebuah kebebasan menentukan nasib sendiri.
Oleh karena itu haruslah diakui, bahwa peristiwa besar dalam sejarah PMII adalah ketika dipergunakannya istilah Independent dalam deklarasi Murnajati tanggal 14 Juli 1972 di Malang dalam MUBES III PMII, seolah telah terjadi pembelahan diri anak ragil NU dari induknya.Sejauh pertimbangan-pertimbangan yang terekam dalam dokumen historis, sikap independensi itu tidak lebih dari dari proses pendewasaan. PMII sebagai generasi muda bangsa yang ingin lebih eksis dimata masyarakat bangsanya. Ini terlihat jelas dari tiga butir pertimbangan yang melatar belakangi sikap independensi PMII tersebut.
Pertama, PMII melihat pembangunan dan pembaharuan mutlak memerlukan insan-insan Indonesia yang berbudi luhur, taqwa kepada Allah SWT, berilmu dan cakap serta tanggung jawab, bagi keberhasilan pembangunan yang dapat dinikmati secara merata oleh seluruh rakyat. Kedua, PMII selaku generasi muda indonesia sadar akan perannya untuk ikut serta bertanggungjawab, bagi keberhasilan pembangunan yang dapat dinikmati secar merata oleh seluruh rakyat. Ketiga, bahwa perjuangan PMII yang senantiasa menjunjung tinggi nilai-nilai moral dan idealisme sesuai deklarasi tawangmangu, menuntut berkembangnya sifat-sifat kreatif, keterbukaan dalam sikap, dan pembinaan rasa tanggungjawab.
Berdasarkan pertimbangan itulah, PMII menyatakan diri sebagai organisasi Independent, tidak terikat baik sikap maupun tindakan kepada siapapun, dan hanya komitmen terhadap perjuangan organisasi dan cita-cita perjuangan nasional yang berlandaskanPancasila.

ø Identitas dan citra diri PMII
       APA itu identitas PMII, seperti empat huruf kata 'PMII', yaitu Suatu wadah atau perkumpulan organisasi kemahasiswaan dengan label 'Pergerakan' yang Islam dan Indonesia yang mempunyai tujuan:
Terbentuknya Pribadi Muslim Indonesia Yang;
(1)   Bertaqwa kepada Allah swt
(2)   Berbudi luhur
(3)   Berilmu
(4)   Cakap, dan
(5)   Bertanggung jawab dalam mengamalkan ilmu pengetahuannya. (Bab IV AD PMII)
Menuju capaian ideal sebagai mahluk Tuhan, sebagai ummat yang sempurna, yang kamil, yaitu mahluk Ulul Albab.

Kata 'Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia' jika diudar lebih lanjut adalah:

1.      Pergerakan bisa didefinisikan sebagai 'lalu-lintas gerak', gerak dalam pengertian fisika adalah perpindahan suatu titik dari ordinat A ke ordinat B. Jadi 'Pergerakan' melampaui 'gerak' itu sendiri, karena pergerakan berarti dinamis, gerak yang terus-menerus. Ilustrasinya demikian, Misalnya seorang Alexandro Nesta menendang bola, mengarahkannya kepada Zambrotta, itu berarti suatu gerakan bola dari Nesta ke Zambrotta (hanya itu). Bandingkan, Nesta menendang bola ke Zambrotta, lalu mengoperkan bola itu kepada Vieri, dengan trik cantik Vieri menendang bola persis di pojok atas kanan gawang dan …… Itu yang namanya pergerakan bola. Kesimpulannya,  pergerakan meniscayakan dinamisasi, tidak boleh stagnan (berhenti beraktivitas) dan beku, beku dalaam pengertian kaku, tidak kreatif-inovatif. Prasyarat kreatif-inovatif adalah kepekaan dan kekritisan, dan kekritisan butuh kecerdasan.
Kenapa 'Pergerakan' bukan 'Perhimpunan'?, kalau berhimpun terus kapan bergeraknya….. Artinya bahwa, 'pergerakan' bukan hanya menerangkan suatu perkumpulan/organisasi tetapi juga menerangkan sifat dan karakter organisasi itu sendiri.
2.      Mahasiswa adalah sebutan orang-orang yang sedang melakukan studi di perguruan tinggi, dengan predikat sebutan yang melekat, mahasiswa sebagai 'wakil' rakyat, agen perubahan, komunitas penekan terhadap kebijaakan penguasa dll
3.      Islam, Agama Islam yang dijadikan basis landasam sekaligus identitas bahwa PMII adalah organisasi mahasiswa yang berlandaskan agama. Karenanya jelas bahwa rujukan PMII adalah kitab suci agama Islam ditambah dengan rujukan selanjutnya, sunnah nabi dan para sahabat, yang itu terangkum dalam pemahaman jumhur, yaitu ahlussunnah waljama'ah. Jadi Islam ala PMII adalah Islam yang mendasarkan diri pada aswaja --dengan varian didalamnya-- sebagai landasan teologis (keyakinan keberagamaan).
4.      Indonesia. Kenapa founding fathers PMII memasukkan kata 'Indonesia' pada organisasi ini, tidak lain untuk menunjukkan sekaligus mengidealkan PMII sebagai organisasi kebangsaan, organisasi mahasiswa yang berpandangan nasionalis, punya tanggung-jawab kebangsaan, kerakyataan dan kemanusiaan. Juga tidak tepat jika PMII hanya dipahami sebagai organisasi keagamaan semata. Jadi keislaman dan keindonesiaan sebagai landasan PMII adalah seimbang.
(kalo' mencari organisasi mahasiswa yang nasionalis dan agamis maka pilihan itu jatuh pada PMII)
Jadi PMII adalah pergerakan mahasiswa yang Islam dan yang Indonesia,  yang mendasarkan pada agama Islam dan sejarah, cita-cita kemerdekan dan laju perjalanan bangsa ini kedepan. Islam-Indonesia (dua kata digabung)  juga bisa dimaknai Islam yang bertransformasi ke ranah Nusantara/Indonesia, Islam Indonesia adalah Islam lokal --bukan Islam Arab secara persis--, tapi nilai universalitas Islam atau prinsip nilai Islam yang 'bersinkretisme' dengan budaya nusantara menjadi Islam Indonesia. Ini adalah karakter Islam PMII yang sejalan dengan ajaran aswaja.

Kesimpulaan:
Identitas PMII adalah Keislaman dan Keindonesia (kebangsaan)
Kata Kunci: Pergerakan, Mahasiswa, Islam, dan Indonesia

ø Seputar ideologi PMII
Pada paruh kedua abad kemarin dan gaungnya hingga hari ini (digarahi oleh kelompok intelektual 'kiri' Eropa yang mendasari new-left movement yang terkenal itu, sebut saja; kelompok madhab frankfurt, TW Adorno, Jurgen Habermas bahwa perdebatan mengenai ideologi masih mempunyai ruang, terlebih ideologi menuai kritik dan evaluasi terhadapnya. Kritik itu seputar perannya sebagai 'wadah' atau 'tempat'  kebenaraan atau bahkan sebagai 'sumber' kebenaran itu sendiri, yang disatu sisi dinilai sebagai pencerah ummat tetapi disisi lain sebagai alat hegemoni ummat.
Ideologi memang dianggaab sebaagaai laandasan kebenaaran yang paling fundaamental (mendasar) makanya tidak terlalu salah bila ddisebut sumber kebenaran sebagai ruh dari operasi praksis kehidupan. Tetapi dalam prosesnya kemudiaan ideologi ada tidak bebas dari kepentingan --prinsip peng-ada-an; sesuatu materi diciptakan/diadakan pasti punya maksud dan tujuan--, ironisnya kepentingan yang pada awalnya untuk kebaikan sesama tanpa ada pengistemewaan/pengklasifikasian kemudian berubah menjadi milik segolongan tertentu. Hasilnya ideologi menjadi tameng kebenaraan ummat tertentu, digunakan untuk tujuan-tujuan yang tidak selayaknya, tujuaan 'hanya kekuasaan' misalnya. Maka dalam konteks ini ideologi mendapat serangan habis-habisan.
Tanpa bermaksud memutus perdebatan sosiologi pengetahuan seperti diatas, Ideologi akan tetap memiliki ummat, ideologi masih memiliki pengikut tatkala ia masih rasional masih kontekstual tidak pilih kasih (diskriminatif) tidak menindas sehingga layak dijadikan sumber kebenaran, ketika peran itu masih melekat niscaya ideologi masih diperlukan.
Dibawa dalam ranah PMII, ideologi PMII digali dari sumbernya --yang pada pembicaraan sebelumnya disebut sebagai identitas PMII-- yaitu keislaman dan keindonesiaan. Sublimasi atau perpaduan antara dua unsur diatas menjadi rumusan materi yang terkandung dalam Nilai Dasar Pergerakan PMII, ya semacam qonun azasi di PMII atau itu tadi yang disebut... Ideologi. NDP berisi rumusan ketauhidan, pengyakinan kita terhadap Tuhan. Bentuk pengyakinan itu terletak dari pola relasi/hubungan antar komponen di alam ini, pola hubungan antara mikrokosmos dan makrokosmos, antara Tuhan dan manusia, antar manusia dan antara manusia dengan sekelilingnya.


Kesimpulan :
(1)   Ideologi masih relevan dijadikan sebagai rujukan kebenaran
(2)   Ideologi PMII terangkum (terwujud) dalam rumusan Nilai Dasar Pergerakan (NDP) yang merupakan sublimasi keislaman dan keindonesiaan

ø Landasan Teologis dan Filosofis PMII
Landasan filosofis dan teosofis PMII sebenarnya tergali dalam rumusan NDP dan turunannya kebawah. Artinya bahwa NDP dibangun atas dasar dua sublimasi besar yaitu ke-Islaman dan ke-Indonesiaan.
Sublimasi ke-Islaman berpijak dari kerangka paradikmatik bahwa Islam memiliki kerangka besar yang universal, transendental, trans-historis dan bahkan trans-personal. Universalisme atau variasi-variasi identitas Islam lainnya yang dimaksud bermuara pada satu gagasan besar, bagaimana membangun masyarakat yang berkeadilan.
Namun, harus disadari bahwa sungguhpun Islam memiliki universalitas atau yang lainnya, ia juga menampakkan diri sebagai entitas dengan identitas sangat kultural, antropologis, historis, sosiologis dan bahkan politis.
Dua gambaran tentang Islam yang paradoks ----atau minimal kontra produktif dan bahkan saling berbinary opposition--- menghadapkan believer pada tingkat minimal untuk melakukan human exercise bagaimana Islam dalam identitas yang ganda itu mampu disandingkan, dan bahkan dileburkan menjadi satu identitas besar, rahmatan lil alamin.
Dari sini, mengharuskan PMII untuk mengambil inisiatif dengan menempatkan Islam sebagai salah satu sublimasi identitas kelembagaan. Ini berarti, PMII  menempatkan Islam sebagai landasan teologis untuk dengan tetap meyakini universalitas, transhistoris dan bahkan transpersonalnya. Lebih dari itu, Keyakinan teologis tersebut tidak semata-mata ditempatkan sebagai landasan normatifnya, melainkan disertai upaya bagaimana Islam teologis itu mampu menunjukkan dirinya dalam dunia riel. Ini berarti, PMII akan selalu menempatkan Islam sebagai landasan normatif yang akan selalu hadir dalam setiap gerakan-gerakan sosial dan keagaamaan yang dimilikinya.
Selain itu, PMII sebagai konstruksi besar juga begitu menyadari bahwa ia tidaklah hadir dalam ruang hampa, kosong, berada diawang-awang dan jauh dari latar  sosial dan bahkan politik. Tetapi, ia justru hadir dan berdiam diri dalam satu ruang identitas besar, Indonesia dengan berbagai kemajemukan watak kulturalnya, sosiologis dan hingga antropologisnya.
Oleh karena, identitas diri yang tak terpisahkan dengan identitas besar Indonesia mengharuskan PMII untuk selalu menempatkan identitas besar itu menjadi salah satu sublimasi selain ke-Islaman.
Penempataan itu berarti menempatkan PMII sebagai institusi besar yang harus selalu melakukan pembacaan terhadap lingkungan besarnya, "Indonesia". Hal ini dalam rangka membangun aksi-aksi sosial, kemasyarakatan, dan kebangsaan yang selalu relevant, realistik, dan transformatik.
Dua penjelasan kaitannya dengan landasan sublimatif PMII diatas, dapat ditarik kedalam satu konstruksi besar bahwa PMII dalam setiap bangunan gerakan dan institusionalnya tetap menghadirkan identitas teologisnya, identitas Islam. Tetapi, lebih dari itu, landasan teologis Islam justru dihadirkan bukan hanya sebatas dalam bentuk pengaminan secara verbal dan normatif, melainkan bagaimana landasan teologis ini menjadi transformable dalam setiap gerakan dan aksi-aksi institusionalnya. Dengan begitu, mau tidak mau PMII harus mempertimbangkan tempat dimana ia lahir, berkembang, dan melakukan eksistensi diri, tepatnya ruang ke-Indonesiaan. Yang berarti, secara kelembagaan PMII harus selalu mempertimbangkan gambaran utuh konstruksi besar Indonesia dalam membangun setiap aksi-aksi kelembagaanya.
Endingnya, proses yang runut transformasi landasan teologis Islam dan konstruksi besar ke-Indonesia-an sebagai medium pembacaan objektifnya, maka akan muncul citra diri kader atau citra diri institusi yang ulil albab. Citra diri yang tidak hanya semata-mata menampilkan diri secara personal sebagai manusia beriman yang normatif dan verbalis, melainkan juga sebagai believer kreatif dan membumi-kontekstual. Citra diri personal ini secara langsung akan mengujudkan PMII secara kelembagaan sebagai entitas besar yang juga ulul albab.

Kesimpulan:
1.      Landasan teologis PMII adalah Islam-Keindonesiaan.
2.      Identitas filosofis PMII adalah citra diri yang dibangun melalui Islam sebagai teologi transformatif dan Ruang ke-Indonesia-an sebagai media pembacaan objektif.
3.      Tranformasi dua hal, landasan teologis dan identitas filosofis akan berakhir dengan tampilnya  identitas personal dan kelembagaan yang ulul albab.

CITRA DIRI MAHLUK ULUL ALBAB
Kader PMII Dapat Mewujudkan:
TRI MOTTO        : DZIKIR FIKIR AMAL SHOLEH
TRI KHIDMAD    : TAQWA INTELEKTUAL PROFESIONAL
TRI KOMITMEN : KEBENARAN KEJUJURAN KEADILAN







ø Landasan Filosofis Lambang PMII








Pencipta lambang         : H. Said Budairy
Makna Lambang          :

I.       Bentuk
ø  Perisai berarti ketahanan dan keampuhan mahasiswa islam terhadap berbagai tantangan dan pengaruh dari luar.
ø  Bintang adalah perlambang ketinggian dan semangat cita-cita yang selalu memancar.
ø  5 (lima) bintang sebelah atas, menggambarkan Rasulullah dengan empat sahabat terkemuka (Khulafa’ur Rasyidin)
ø  4 (empat) bintang sebelah bawah menggambarkan empat madzhab yang berhaluan Ahlussunnah Wal Jama’ah.
ø  9 (sembilan) bintang secara keseluruhan dapat berarti ganda, yaitu:
a.       Rasulullah dengan empat orang sahabatnya serta empat imam madzhab ASWAJA itu laksana bintang yang selalu bersinar cemerlang, mempunyai kedudukan tinggi dan penerang umat manusia.
b.      Sembilan bintnag juga menggambarkan sembilan orang pemuka penyebar Agama Islam di Indonesia yang disebut Wali Songo.
II.    Warna
ø  Biru, sebagaimana tulisan PMII, berarti kedalaman ilmu pengetahuan yang harus dimiliki dan digali oleh warga pergerakan, biru juga menggambarkan lautan Indonesia yang mengelilingi kepulauan Indonesia dan merupakan kesatuan wawasan nusantara.
ø  Biru muda, sebagaimana dasar perisai sebelah bawah berarti ketinggian ilmu, budi pekerti dan taqwa.
ø  Kuning, sebagaimana perisai sebelah atas, berarti identitas mahasiswa yang menjadi sifat dasar pergerakan, lambang kebesaran dan semangat yang selalu menyala serta penuh harapan menyongsong masa depan.