Kaderisasi Lintas Zaman
M. Husen Yusuf
Awal berdiri PMII tahun60-an
sangat erat dengan kondisi politik yang bernaung dalam NU yang pada saat itu
masih menjadi Partai politik. PMII di bentuk untuk mensuplay kader-kader partai
politi NU saat itu. Pola kderisasi bertahan samapai dengan 73-an. Bukan berarti
saat itu negative. Dan kita tahu banya para tokoh politik yang muncul.
Setelah satu dasawarsa ada
tekanan dari rezim baru. Tekanan ini sangat berasa dirasakan oleh kaum
sarungan. Karena akan adanya fusi sehingga memunculkan untuk menyelamatkan
organisasi harus independent. Dan ini mempengaruhi pola kaderisasi.
Salah pencetus NU kembali ke
Khittah adalah juga mayoritas alumni dari PMII. Walaupun factor-faktor
eksternal tidak bissa dilupakan begitu saja. Meskipun sudah independent tetapi
karena dilahirkan dari NU masih saja terkena imbas dari kebijakan orde baru dan
organisasi ini terpinggirkan. PMII menjadi organisasi cultural yang mampu
menahan represi Negara. Berbeda dengan HMI yang enjoy dengan memasuki ruang
pemerintahan dan larut dalam system yang timpang.
Dalam kaderisasi terrumuskan pada
saat muhaimin iskandar yang saat itu menggunakan paradigma arus balik
masyarakat piunggira.Kemudian tercetus Free Market Idea yang karena terlalu
bebas akhirnya kaderisasi menjadi terkendala. Dan pola-pola itu sampai terasa
sampai saat ini. Dalam hal ini dikebijakan public ada kritisisasi dalam
kebijakan yang beerlebihan.
Dikotomi cultural dan structural
seharusnya sudah tidak ada lagi dikotomi yang atau mensintesis cultural dan
structural. Kanapa Sintesa In muncul? Karena kegagapan bahwa Gus Dur menjadi
presiden ke-4 RI. Yang saat itu menyadari bahwa minimnya kader PMII yang kurang
dalam diapora kadeer. Pola kaderisasi sudah saatnya mampu untuk berdiri dalam
zamanya.
Kondisi kader saat ini adalah
minimnya kader-kader untuk menjadi orang-orang pilihan. Sebenarnya ada
targetkan dalam setiap pengkaderan formal. MAPABA misalnya menginkan agar
kader-kader yang terbentuk menjadi kader-kader mu’takid, PKD agar setelah itu
menjadi kader-kader Mujtahid, PKL menjadikan kader-kader Mujtahid.
Dalam konteks sebagai kader kita
harus menyadari bahwa kita ini benar kader yang terpiih. Dalam gerakan kita
harus menguasai ruang-ruang strategis dalam pendistribusian kader.
PMII harusnya lahir dari pesantren yang melahirkan ideology,
kerena lemahnya para agamawan muda yang bicaranya betul-betul dihormati. Dan
sampai saat ini kader seperti ini masih minim.
Dalam kaderisasi non formal, adanya pelatihan jurnalistik
dasar. Tidak dalam atau tanpa pelatihan pun harus bias menulis.
Dalam kaderisasi lagi-lagi yng paling penting adalah pola
kedekatan emosional yang bias membangun ideologi. PMII meskipun independent
dari NU tetapi PMII merupakan wajah NU. Untuk itu jadilah dan berusaha untuk
menjadi orang-orang pilihan. “Tidak ada orang pinter dan bodoh tetapi adanya
orang yang malas dan rajin”
?: Pola gerakan?
Ada beberapa pola yang saling berkesinambungan dan saling
melengakapi. Sehingga terjadi keseimbangan baik di bidang social ekonomi, dan
budaya. Problem dalam organisasi harusnya diseleseikan dengan bidangnya,
problem politik harus diseleseikan dengan politik, adat dengan adat, hukum
dengan hukum. Dan yang terpenting sadar akan posisinya.
?: Rencana strategis
Ada Renstra Organisasi, kita belum sadar dan belum berjalan
dengan baik, pencapaian target memerlukan waktu panjang, sebuah ironi, kita
berhasil menjadi pemimpin tapi menutup jalan kader lain untuk memimpin, kita
harus bangga bila mencetak kader lain yang lebih tinggi dari kita.
?: program prioritas
Tugas kita adalah membuat rekomendasi ke depan dalam bidang
kaderisasi, ending nya adalah mentabulasi permasalahan dan mencari solusi yang
terbaik, contoh permasalahan, setiap pihak tidak menjalankan hak dan kewajiban
masing-masing. Untuk itu mulai sekarang serius dengan apa yang menejadi
target/program prioritas kita.
Permasalahan PMII, penyeimbang permasalahan politik kader
dengan permasalahan pengurus lain yang concern dengan pengkaderan,
ketua 1 mendobel dengan menjabat sebagai ketua 2 :
Alumni yang telah di dorong tapi tidak mau mengayomi kader.
Minimal kita seperti itu
Alumni kurang terakomodir dan lokasi tersebar : di bentuk
ikatan alumni
Symbol organisasi harus tetap dihormati. Seorang ketua yang
menjadi symbol organisasi walaupun mempunyai kelemahan harus tetap dihormati.
Post a Comment