FILOSOFI PELATIHAN PARTISIPATIF
(Pendidikan Sebagai
Praktek Pembebasan Manusia)
Perkenalan
dengan Filsafat Pendidikan Paulo Freire
Adalah kenyataan
bahwa didunia ini ada sebagian manusia yang hidup menderita sementara sebagian
yang lainya menikmati jerih payah orang lain, dengan cara-cara yang tidak adil.
Dalam kenyataannya, kelompok manusia yang
pertama adalah bagian dari mayoritas umat manusia, sementara kelompok
yang kedua merupakan bagian minoritas. Kondisi
yang tidak seimbang dan tidak adil inilah yang sering disebut oleh Paulo
Freire – seorang pendidik multikultural dari Brasil—sebagai situasi penindasa.
Mayoritas kau tertindas menjadi tidak manusiawi karena hak-hak asasi mereka
dinistakan, mereka dibuat tidak berdaya dan dibenamkan dalam kebudayaan bisu.
Manurut Freire,
kebudayaan bisu adalah kondisi kultural sekelompok masyarakat yang ciri
utamanya adalah ketidak berdayaan dan ketakutan umum untuk mengungkapkan
pikiran dan perasaan sendiri. Sehingga diam nyaris dianggap sesuatu yang
sakral, sikap yang sopan dan harus ditaati.
Bagi Freire,
penindasan – apapun naman dan alasannya – adalah tidak manusiawi, sesuatu yang
merendahkan harkat kemanusiaan (dehumanisasi). Karena itu, ihtiar untuk
memanusiakan kembali manusia (humanisasi) adalah pilihan mutlak dan tidak bisa
ditawar-tawar lagi.
Manusia memiliki
naluri, juga memiliki kesadaran (consciousness). Manusia memiliki
kepribadian ,eksistensi. Ini tidak berarti manusia tidak memiliki keterbatasan,
tetapi dengan fitrah kemanusiaanya
seseorang harus mampu mengatasi situasi-situasi batas itu. Apabila tanpa
ikhtiar dan kesadaran sama sekali, maka sesungguhnya ia tidak manusiawi lagi.
Seorang manusiwai harus menjadi pencipta
(creator) sejarahnya sendiri. Dan, karena seseorang hidup didunia dengan
orang-orang lain sebagai umat manusia, maka kenyataan ada bersama (being
together) itu harus dijalani dalam proses menjadi (becaoming) yang tak pernah
selesai. Ini bukan sekedar adaptasi, tapi integrasi untuk menjadi manusia
seutuhnya.
Menurut Freire, pendidikan haruslah berorientasi kepada
penegenlan realitas diri manusia dan dirinya sendiri. Pengenalan itu tidak
cukup hanya bersifat obyektif atau subyektif, tetapi kedua-duanya. Kesadaran
subyektif dan kemampuan obyektif adalah suatu fungsi dialektif yang ajeg (constant)
dalam diri manusia dalam hubungannya dengan kenyataan yang saling bertentangan
yang harus dipahami. Jadi, hubungan dialektos tersebut tidak terutama berarti
persoalan mana yang lebih benar atau yang lebih salah. Oleh karena itu
pendidikan harus melibatkan tiga unsru sekaligus dalam hubungan dialektsnya
yang ajeg, aykni: 1). Pengajar 2). Pelajar atau anak didik, dan 3). Realitas
dunia.
Yang pertama dan kedua adalah subyek yang sadar (cpgnitive),
sementara yang ketida adalah obyek yang tersadari (cognizable). Hubungan
dialektis semacam inilah yang tidak terdapat dalam sistem pendidikan mapan
selama ini—atau yang sering disebut freire sebagai pendidikan gaya bank ( the bangking system), dimana
murid adalah tabungan yang harus diisi penuh oleh guru yang mengasumsikan diri
sebagai penabungnnya. Anak didik dalam konteks pendidikan ini akan muncul
sebagai duplikasi guru mereka, sehingga
melahirkan nekrofili (kecintaan pada segala yang tidak memiliki jiwa
kehidupan) dan bukan biofili (kecintaan pada segala yang memiliki jiwa
kehidupan.
Bagi Feire, sistem pendidikan harus menjadi kekuatan penyadar dan pembebas umat manusia, sehingga
memungkinkan anak didik menjadi dirinya sendiri. Pendidikan harus ditujukan
untuk pembebasan (liberal) dan bukan penguasaan (dominasi). Pendidikan memang
menjadi proses pemerdekaan, bukan pebjinakan sosial budaya (social and cultural
domestication), dan karena itu, secara metodologis bertumph diatas
prinsip-prinsip aksi dan refleksi total, yakni prinsip bertindak untuk merubah kenyataan
yang menindas dan pada sisi simultan
lainnya secara terus menerus menumbuhkan kesadaran akan realitas dan hasrat
untuk merubah kenyataan yang menindas itu. Inilah makna dan hakekat praxis itu,
yakni:
Tindakan
(action)
Pikiran
(reflection)
Dengan kata lain, praxis adalah manunggal karsa, kata dan
karya, karena manusia pada dasarnya
adalah kesatuan dari fungsi berpikir, berbicara dan bertindak (berbuat).
Kesimpulnanya, proses pendidikan merupakan suata daur ulang bertindak dan berpikir
yang berlangsung terus menerus sepanjang hidup
seseorang.
Bertindak
Bertindak
Dst
Berpikir
Berpikir
Anak didik menjadi
subyek yang belajar, subyek yang bertindak dan berpikir, dan pada saat
bersamaan berbicara menyatakan hasil
tindakan dan buah pikirannya. Begitu juga sang guru.
Jadi dalam proses belajar ini anak didik dan guru
masing-masing dodolan dan sekaligus kulakan untuk memperkaya masing-masing
dengan pengetahuan dan pengalaman yang lain serta refleksi bersama. Atau dengan
bahasa lain, keduanya (murid dan guru) saling belajar satu sama lain dam juga
saling memanusiakan. Dalam proses ini,
guru mengajukan bahan unrtuk
dipertimbangkan murid, dan sebaliknya. Hubungan keduanya menjadi hubungan
subyek-subyek, bukan subyek-obyek. Obyek mereka adalah realitas. Maka
terciptalah suasana dialogis yang bersifat inter subyek untuk memahami suatu
obyek bersama.
PRINSIP-PRINSIP DAN DASAR PELATIHAN PARTISIPATIF
Prinsip adalah hal-hal dasar atau aspek-aspek penting yang harus ada
dalam keseluruhan proses belajar bersama
secara partisipatif. Prinsip itu berorientasi kepada pengenalan warga didik
atas realitas menausia sebagai mahkluk yang memiliki dimensi subyektuf
(refleksi) dan dimensi obyektif (aksi) dalam rangkah membangkitkan kesadaran
dan tanggung jawab terhadap kemanusian dan lingkungan sosial mereka. Adapun
prinsip-prinsip belajar partisipatif tersebut adalah:
a. Prinsip
pendidikan orang dewasa (andragogy) yang menekankan prinsip saling menghormati
sesama warga didik, setara satu sama lain. Warga didik adalah orang dewasa yang
telah mempunyai seperangkat pengalaman hidup, potensi dan sekaligus kelemahan
yang secara total menjadi sumber kegiatan pendidikan.
b. Prinsip
pengalaman berstruktur (struktured experince) dalam mana belajar dipandang
sebagai daur ulang bagi semua struktur
pengalaman manusia yang diperoleh dari kehidupan nyata. Kekayaan pengalaman ini
dijadikan sebagai titk tolak proses pendidikan dan belajar mengajar
c. Prinsip
partisipatori (partisipatory principle) dalam mana pendidikan dan pelatihan
didisain agar mampu memberi dorongan motivasi kepada warga didik untuk
berpartisipasi aktif (involved) dalam proses pendidikan dan belajar mengajar.
Di sini, proses pendidikan atau pelatihan dipandang sebgaai gelanggang untuk
mengaktulaisasikan pengalaman warga didik secara sadar dan terarah.
Untuk memperoleh hasil belajar yang
maksimal, maka pemilihan teknik menjadi sangat penting. Pemilihan terhadap
teknik belajar mengajar partisipatif harus memperhatikan aspek-aspek dasar dari
proses belajar orang dewasa (belajar secara partisipatif), yaitu;
1. Motivasi,
yaitu mendorong dan menumbuhkan daya tarik, gairah dan semangat warga didik
terhadp proses belajar
2. Partisipasi,
yaitu mendorong wrga didik kepada keterlibatan total dalam proses belajar.
Pelibatan peserta adalah mutlak dalam keseluruhan proses belajar partisipatif
3. Pendekatan
individu, yaitu pendekatan yang akan membantu peningkatan dan kelancaran
komunikasi warga didik dengan pelatih. Mengingat kemampuan warga didik dalam
menyrap ide dan informasi yang berbeda-beda, maka pendekatan individu akan
membantu mempercepat penerimaan dan pemahaman warga didik, yang dengan demikian
akan meningkatkan kualitas hasil belajar.
4. Komunikasi,
yaitu mekanisme dan tata cara berhubungan antara pelatih dengan warga didik dan
antar warga didik itu sendiri. Hubugan dimaksud harus dilandasi oleh
penghargaan kemanusiaan dan kesetaraan, bukan hubungan yang hirarkis dan
dominatif.
5. Tepat
guna, yaitu mempertegas relevansi dari
materi dan proses yang disajikan. Harus diupayakan terwujudnya penghayatan yang
lebih dalam oleh warga didik terhadap materi dn terapan/operasionallisasinya.
MENDESAIN PELATIHAN
Ada
delapan karakteristik khusus dalam desain pelatihan, dan kesemuanya
merupakan ukuran kualitatif dari suatu desain pelatihan dan proses berjalnya
pelatihan itu sendiri. Ke delapan karekteristik tersebut adalah:
1. tingkatan
isi pelatihan
2. keseimbangan
afektif, behaforial dan kognitif belajar
3. pendekatan
belajar yang fariatif
4. kesempatan
partisipasi peserta
5. penggunaan
pengalaman peserta
6. daur
ulang konsep dan ketrmpilan belajar
7. problem
solving
8. penambahan
masukan untuk perencanaan
Adapun mengenai tahapan dalam mendesain
pelatihan. Ada lima pokok tahapan yang
sering dianggap sebagai macro planing dalam suatu pelatihan, kelima hal
tersebut adalah:
A. Meng-akses peserta
Mengasses peserta (menilai) peserta
sebelum melaksanakan pelatihan merupakan hal yang sangat penting karena tiga
alasan:
1. membantu
menentukan isi pelatihan
2. membantu
memperleh bahan-bahan pelatihan
3. membantu
mengembnagkan hubungan dengan peserta
Hal-hal yang menyangkut assesment
terhadap peserta dapat berupa item-item sebagai berikut:
·
berapa pesrta pelatihan
·
apa tata tertib (peraturan) dan tugas yang disispkan untuk
peserta
·
sejauh mana mereka mengetahui materi pelatihan
·
berapa umur, jenis kelamin, dan hal-hal penting lainnya yang
berkenaan dengan peserta
·
bagaimana sikap dan keyakinan perserta (yang berkaitan
dengan topik pelatihan)
·
apa kemudahan-kemudahan dan kesulitan-kesulitan yang
dimiliki peserta
·
bagaimana tingkat kemampuan dan ketrampilan psrta
·
seberapa jauh peserta menganal satu sama lain
·
jika ada, apa harapan peserta terhadap pelatihan
B. Merumuskan Tujuan.
Rumusan tujuan pelatihan hendaknya
didasarkan kepada wilayah sasaran peserta, dengan rumus ABC:
· A : Sikap, perasaan, kecenderungan Desire.
·
B : Pengembangan kemapuan, operasi, metode,
teknik Skill.
·
C : Akuisisi informasi dan konsep yang berhubungan
dengan pelatihan ini Knowledge
.
C. Urutan
Kegiatan Pelatihan
Guidelines pengurutan kegiatan
pelatihan
·
Bangun minat dan ketertarikan peserta, dan perkenalkan isi
sebelum pelatihan berjalan lebih jauh
·
Penuhi kebutuhan (tuntutan) peserta akan kegiatan-kegiatan
yang lebih mudah (sederhana)
·
Berikan konsep yang lebih mudah sebelum memberikan konsep
yang lebih sulit.
·
Praktekan ketrampilan yang sederhana sebelum mempraktekan
ketrampilan yang sulit.
·
Jaga dan pertahankan variasi kegiatan belajar dengan baik
·
Tutuplah urutan kegiatan
pelatihan dengan diskusi tentang apa selanjutnya
Empat hal yang harus diperhatikan dalam
pengurutan kegiatan pelatihan:
·
Disain urutan kegiatan dapat dimulai dari yang umum ke yang
khusus, atau dari yang khusus ke yang umum
·
Ketika proses belajar berlangsung, mulailah dari langkah
pertama dari prosedur yang ditetapkan kelangka akhir.
·
Tempatkan kegiatan pengalaman sebelum presentasi isi
pelatihan, atau ikuti presentasi isi pelatihan
dengan exercise pengalaman.
·
Anda dapat mulai belajar dari teori ke praktek atau dari
praktek ke teori.
Lima langkah urutan belajar dari
pengalaman, atau yang sering disebut sebagai “ daur belajar , yaitu sebagai
berikut:
·
Melakukan atau mengalami peserta mengadatkan satu atau lebih
pengalaman secara struktur
·
Mengungkapkan peserta membagi reaksi personal dan
pengamatan yang berkaitan dengan pengalamannya
·
Mengelolah / menganalisa peserta membahas pola dan dinamika yang
terjadi dalam pengalaman
·
Menyimpulkan peserta menarik kesimpulan tentang
dunia nyata yang didasarkan atas apa yang mereka pelajari dari pengalaman
·
Menerapkan peserta merencanakan tindakan yang efektif
D. Merancang Proses Pelatihan
Ada tiga hal yang harus diperhatikan dalam mendisain proses pelatihan, yaitu tujuan, metode dan format. Bagaimana dalam disain pelatihan itu tujuan, metode dan format dapat dikombinasikan bersama. Adalah keputusan anda tentang bagaimana tujuan dilaksanakan, bagaimana metode dilakukan, dan bagaimana format pelatihan akan menentukan disain yang anda buat. Dibawah ini adalah contoh sederhananya:
Tujuan mempelajari
dinamika pengambilan keputusan
Metode Role
Playing
Format Intergroup
(dua kelompok berinteraksi satu sama lain)
Ketika membuat desain proses, ada beberapa pertimbangan yang
harus diambil dan diperhitungkan sungguh-sungguh, yaitu:
- Apakah desain dapat mengabstrasikan pencapaian tujuan kegiatan
- Pengetahuan,kemampuan dan ketrampilan apa yang seharusnya dirancang sesuai dengan kebutuhkan peserta
- Berapa lama waktu yang harus dialokasikan untuk kegiatan
- Langkah-langkah yang diterapkan dalam rancangan itu cepat atau lambat
- Apakah jumlah pesertanya cocok
- Ketrampilan apa yang dibutuhkan untuk melaksanakan desain proses
Ketika tujuan, metode dan format suatu desain porses telah
dipilih, beberapa hal detail lagi perlu ditetapkan:
- Alokasi waktu: berapa menit waktu yang diarancangkan
- Buy-in : Apa yang akan anda katakan atau lakukan untuk membuat peserta terlibat aktif
- Poin kunci atau penugasan: Apa ide dasar presentasi dan apa yang anda ingin peserta lakukan
- Setting: Bagaimana anda menciptakan lingkungan psikis (suasana) yang mendukung keberhasilan pelatihan
- Material : bahan atau alat-alat apa yang dibutuhkan untuk penerapan desain yang anda buat
- Ending: Komentar apa yang anda inginkan dari peserta , atau apa yang anda ingin peserta diskusikan sebelum kegiatan berakhir.
Tiga
tips desain yang kreatif:
·
Satu desain dapat untuk melaksanakan 2 kegiatan sekaligus
·
Satu desain dapat digunakan untuk tujuan yang berbeda
·
Satu desain dapat selalu dimodifikasi sesuai dengan
kebutuhan anda
E. Mengevaluasi
Hasil Akhir
Ujialah desain/rancangan anda untuk melihat apakah delapan
karakteristik khusus seperti disebut diatas sudah terpenuhi atau belum. Jika
anda melihat kekurangan dalam desain tersebut , buatlah desain ulang baru untuk
memperoleh hasil yang lebih baik dan optimal.
Format Desain Pelatihan
- Dasar pemikiran/Latar belakang : Apa dasar pemikiran/latar belakang dilaksanakannya kegiatan ini.
- Masalah dan urgensi:Bagaimana rumusan masalahnya dan apa urgensi (siginifikansi) dari kegiatan.
- Bentuk kegiatan : Apa bentuk kegiatan yang akan dilakukan
- Tujuan: Apa tujuan dilaksanakannya kegiatan
- Target graoup/Peserta: Siapa yang akan menjadi peserta kegiatan, dan dari mana, komunitas apa, mengapa dipilih.
- Metode Pendekatan: Apa metode pendekatan yang digunakan dalam kegiatan, dan bagaimana variasinya.
- Rencana aksi:Langkah-langkah apa yang akan dilakukan dalam kegiatan
- Tindak lanjut: Apa tindak lanjut dari kegiatan dan bagaimana konkritisasinya
- Organisasi: Siapa organisasi pelaksana, siapa melakukan apa
- Biaya: Berapa biaya yang dibutuhkan dalam kegiatan dan bagaimana merealisasikannya.
- Alur kegiatan: Apa dan bagaimana alur kegiatan dilangsungkan.
Fungsi
Pelatih Dalam Proses Kelompok
Fungsi Tugas
·
Pemberian/Pencarian Infomasi
·
Membuat Usulan-usulan
·
Merangkum diskusi
·
Evaluasi
·
Memberikan Arahan
Fungsi
Perawatan
·
Mendukung Partisipasi
·
Mendengarkan
·
Meredakan ketegangan
·
Membangun kepercayaan
·
Mengamati Proses
Pegangan Khusus
Fasilitator Ketika Berhubungan dengan Kelompok
Teknik Memberikan Tanggapan
·
Bersikap Jujur
·
Jadikan orang lain
sebagai pusat
·
Milikilah tanggapan
Anda sendiri
Teknik
Menerima Tanggapan
·
Bersikap terbuka
·
Hindarilah Penyaringan
·
Hindarilah Penerjemahan
KISI-KISI MENDESAIN
DAN MENGELOLAH PELATIHAN
I.
Tahap perencanaan
1.
Bentuk tim inti
2.
Menskenario sebuah pelatihan; untuk apa dan siapa, targetnya apa….,dll
3. Need
assesment sasaran (peserta)
4.
Menstransformasikan tujuan pelatihan dan target sasaran pada materi dan
tema-tema pembicaraan pada pelatihan tsb.
5.
Menyiapkan model/pendekatan pelatihan dan pirantinya
6. Buat
Modul Pelatihan, sebagai tindak-lanjut dari poin diatas
II.
Tahap pelaksanaan
1.
Kesiapan teknis
2.
Memandu jalannya Pelatihan
1.
Beberapa prinsip pelatihan
2.
Setting forum dan peserta
3.
Pemakaian metode pelatihan
4.
Dinamika suasana (ice breaking)
5.
Teknik mengatasi problematika
penyampaian materi dan fasilitasi
6.
Melakukan monitoring dan evaluasi
terhadap jalannya pelatihan; flash-back, sejauhmana peserta terlibat dan
memahami materi pelatihan
III.
Tahap tindak-lanjut
Rencana apa yang akan
dilakukan pasca pelatihan
IV.
Tahap evaluasi dan pengawasan
Sejauhmana tingkat
keberhasilan dan kekurangan sebagai bahan masukan untuk proses selanjutnya
METODOLOGI PELATIHAN
Apa yang dimaksud
dengan metodologi pelatihan adalah segala tehnik , cara penyajian,bentuk
,proses serta alat penunjang yang di ramu sebagai perwujudan filosofi pelatihan
yang dalam hal ini adalah pelatihan
partisipatif( parsifatory training ).
Sebgai pelatih atau
pemandu pelatihan . tugas kita dalah menciptakan kegiatan dimana peserta dapat
di libatkan dalam suatu proses belajar yang berurutan dan bertujuan . adalah dengan sengaja
kita menggabung berbagai unsur pokok
dari sebuah kegiatan proses belajar yang berdaya hasil terjadi pada diri
peserta , terjadi diantara peserta melalui proses interaksi tertentu. Dan juga
diantara peserta dengan pemandu latihan latihan.
Pelatihan adalah suatu medan dimana kita di tuntut untuk menggunakan
peta sebelum terjun kedalamnya, agar tidak tersesat.” Peta “ yang di perlukan
untuk itu dapat berupa kerangka analisis atau pola pikir yang kan membantu kita sebagi alat pengkaji dan
penyaring sekaligus .Di sini ada 5 9 lima
) “peta “ yang terdiri dari lima unsur pokok
metodologi pelatihan, yaitu:
·
Proses : Bagaimana proses berlangsung
dan dinamikanya.
·
Bentuk :
Apa dan bagaimana bentuk pelatihan yang kita maksudkan
·
Sarana :
Apa sara yang di perlukan dalam pelatihan.
·
Tujuan(Isi) :
Apa tujuan pelatihan dan hasil akhir pelatihan
·
Peran Pemandu :
Apa,dimana posisi dan peran pemandu dalam proses pelatihan.
Pada setiap
kegiatan pelatihan , 5 ( lima
) unsur pokok tersebut akan selalu saling berkaitan dan terkadang susah di
pisahkan satu sama lain. Namun demikian , demi pengembangan diri kita sebagai
pelatih atau pemandu latihan, kelima unsur pokok tersebut dapat di jadikan
kerangka pedoman untuk menguji secra kritis dan memakami setuap kegiatan yang
kita hadapi
MODEL PENYAMPAIAN MATERI
Model penyampaian
materi bisa berupa modul. Dalam sebuah proses pelatihan, bisa saja tiap
komisariat memiliki model yang berbeda. Peran fasilitator adalah menyampaikan
materi dari awal hingga akhir pelatihan, sifatnya adalah konstruktifisme,
sehingga diharapkan fasilitator dari pelatihan tersebut adalah tetap orangnya.
Peran fasilitator
hampir sama dengan nara
sumber. Bedanya, fasilitator bertanggungjawab terhadap semua materi dari awal
sampai akhir. Dalam sebuah pelatihan, kita mengenal beberapa prinsip pelatihan.
Dinamika sebuah forum ditentukan oleh aspek-aspek psikomotorik, kognitif, dan
afektif. Pelatihan-pelatihan yang bersifat partisipatoris, aspek-aspek tersebut
akan tercakup.
Kontrak Pelatihan
merupakan Setting Forum yang menggambarkan bagaimana pelatihan tersebut mampu mengetahui apa sebetulnya yang
diharapkan oleh peserta dan kendala-kendala seperti apa yang dihadapi oleh
peserta. Selain itu peserta juga membuat aturan-aturan yang disepakati bersama
untuk dipatuhi bersama.
Sebetulnya, prinsip
pelatihan partisipatoris adalah kembali pada kebutuhan peserta itu sendiri.
Sebab antara fasilitator dan peserta mempunyai fungsi ‘take and give’
dan ‘sharing idea’ yang saling berkaitan.
Dalam sebuah
pelatihan partisipatoris, ‘ice breaking’ sangat diperlukan untuk
mengembalikan kondisi peserta pada situasi forum yang kondusif. Dalam
menentukan setting forum, kita juga
harus memperhatikan kondisi ruangan, dan harus diantisipasi jangan terjadi
‘forum dalam forum’. Pemilihan waktu yang tepat turut serta membantu jalannya
forum secara efektif. Sebisa mungkin beberapa panitia selalu berada di dalam
ruangan pelatihan dalam rangka turut membantu jalannya pelatihan, misalnya
ketika seorang fasilitator membutuhkan alat penyampai materi, maka panitia bisa
segera menanggapi.
Dari sini kita dapat
menyaring beberapa metode dari sebuah pelatihan partisipatoris, yakni:
ø Ceramah(
gaya feodal)
ø Brainstorming
ø Simulasi
ø Studi
kasus
ø Diskusi
ø Kunjungan
lapangan
ø Demonstrasi
ø Permainan(role
playing)
TEHNIK PEMANASAN
A. Tujuan dan Pengertian
Tehnik pemanasan digunakan dengan tujuan untuk menunjang
proses belajar mengajar melalui penciptaan iklim atau suasana belajar yang
mencegah terjadinya kejenuhan dan kebosanan selama belajar. Tehnik belajar di
gunakan pada awal, selama dan akhir latihan
sesuai dengan kebutuhannya. Kapan tehnik pemanasan digunakan merupakan rahasia
dan dan wewenang pelatihan/fasilitattor.Oleh karenanya sedapat mungkin para
peserta tidak mengetahui tentang kapan tehnik ini di gunakan.
Prasyarat utama dalam penguasaan dan
penggunaan tehnik pemanasan ini adalah bahwa
fasilitator/pelatih harus menguasai sebanyak mungkin segala bentuk “ permainan
“ yang dapat digunakan segai bagian dari pemanasan.Selain itu pelatih harus
cukup jeli mengamati situasi yang tepat dimana di perlukan penggunaan tehnik pemanasan.
B. Faktor-Faktor yang perlu Diperlukan
Agar tehnik pemansan benar-benar
berfungsi sebagaimana mestinya, mka terdapat beberapa faktor yang perlu di
perhatikan oleh pelatih/ fasilitator, yaitu :
1.
Kateristik Peserta
Pelatih/ fasilitator harus sensitif
terhadap latar belakang dan karateristik peserta. Tidak semua tehnik pemansan
dapat di pakai sebagai alat penunjang proses belajar.Ini amat tergantung kepada
saampai berapa jauh tehnik-tehnik pemansan yang dipakai tidak bertentangan
dengan kenyakinan, tata nilai serta kebiasaan para peserta.
2.
Materi Dan Metode
Kendatipun tehnik pemanasan yang di
gunakan tidak selalu berkaitan dengan tehnik dan metode pelatihan, tehnik
pemansan harus relevan dengan konteks latihan secara keseluruhan.
C. Jenis - Jenis Tehnik Pemanasan
Untuk efektivias penggunaannya , tehnik pemansan terbagi
atas beberapa jenis yang berkaitan dengan kegunaannya, yaitu sbb:
1.
Meningkatkan semangat
belajar
Tehnik
pemansaan yang termasuk kedalam jenis ini di rancang khusus untuk mengurangi
kelesuan yang mungkin di rasakan oleh peserta sebgai akibat penyajian yang
monoton ,penyajian yang kurang menarik atu waktu layihan yang cukup panjang
serta intensitas materi latihan yang cukup tinggi. Tehnik-tehnik dalam jenis
ini di maksudkan untuk merubah “ semangat “ peserta untuk lebih meningkat dalam
proses belajar.
2.
Meningkatkan komunikasi
antar peserta
Tehnik
pemanasan ini dalam jenis ini di titik beratkan pada aspek-aspek dalam
berkomunikasi , yaitu umpan balik ( feed back ) dan bagi rasa ( share of
feeling ) . Jenis permainan ini di gunakan sebagai alat peragaan proses
komukasi ketimbang sebagai cara untuk mengembangkan hubungan komunikasi dalam
proses pelatihan.
3.
Umpan balik ( feed back )
adalah proses penerimaan
Koreksi
atau informasi yang bersifat penilaian . Proses ini penting untuk memahami
persepsi orang terhadap orang lain . Pelatih harus selalu ingat bahwa proses
umpan balik ini jangan sampai menyimpang menjadi proses untuk saling memaki
atau mencari kesalhan orang lain.
Bagi
rasa ( share of feeling ) adalah salah satu kegiatan dari proses umpan balik
dan dimaksudkan sebgai media untuk saling memahami orang lain sebagaimana kita
melihat diri kita sendiri. Efektivitas dari media ini amat tergantung kepada
proses belajar yang berlangsung, harapan peserta, perilaku pelatih/fasilitataor,
dan metode latihan.
4.
Menciptakan suasana santai
dan gembira
Sesuai
dengan tujuannya, tehnik pemanasan dalam jenis ini lebih berorientasi pada
kelincahan dan kecerdikan para peserta dalam “permainan “. Walaupun “permainan
“ dalam jenis ini tidak masuk dalam kelompok “ alat latihan “ dan tidak
langsung berkaitang dengan tujuan dan materi latihan , tetapi dapat memberi
dampak yang positif terhadap proses belajar. Keikutsertaan para pesrta dalam
pemanasan akan sangat tergantung pada
beberapa hal seperti format belajar
kenyataan , sikap peserta dan isi dari tehnik pemasan itu sendiri.
5.
Menciptakan suasana terbuka
dan intim
Tenik
pemansan dalam jenis ini di maksudkan sebagai upaya untuk menghilangkan
penghalang antar peserta yang secar tidak langsung dapat menggangu suasana dan
semangat belajar. Tujuan khusus dari jenis pemanasan ini adalah untuk
menyiapkan kontak awal antar peserta dan meningkatkan keintiman antar
sesamanya.Pemansan ini berfungsi untuk menghapus atau mengurangi kesan negatif
yang timbul pada seseorang terhadap peserta lainnya pada awal latihan.
Kendatipun tidak seluruhnya dapat dihapus , tetapi paling tidak tersedia
peluang agar sejak permulaan sesama peserta dapat memahami dan mengerti satu
sama lainnya.
Penciptaan
iklim semacam diatas secra langsung maupun tidak langsung akan
meningkatkan gairah setiah pesrta untuk
lebih tanggap dan terbuka kepada setiap kegiatan dalam proses belajar. Pada
akhirnya , suasana yang tanggap dan terbuka itu akan semakin meningkatkan
kekompakan dan kerja sama pesetta dalam kelompoknya. Hal ini , dengandemikian ,
akn lebih mendekatkannya kepada tercapainya tujuan-tujuan latihan dan
peningkatan kualitas hasil latihan.
Contoh Format Tehnik pemansan (1)
Judul pemanasan : Bagaimana saya santai
Tujuan : Pemansan ini bertujuan untuk mencari cara yang paling efektif dalam
bersantai. Pemansan ini digunakan pada pertengahan atau waktu-waktu tertentu
dalam proses latihan yang dipandang tepat bagi penggunaa tehnik pemanasan.
Waktu : Kira-kira 15-20 menit
Jumlah Peserta : Tidak terbatas
Bentuk ruangan : Ruang rapat dapat di
ubah-ubah
Peralatan : Setiap
peserta di beri sehelai kertas dengan sebuah pensil
Mekanisme :
·
Pelatih membagi semua peserta kedalam beerapa kelompok kecil
sesuia dengan kebutuhan.
·
Masing-masing kelompok di beri sehelai kertas dan
pensil,pelatih menerangkan bahwa peserta akan mempergunakan informasi dari
sesama peserta dalam kelompok sebagi sumber informasi tentang cara bersantai
yang efektif.
·
Setiap peserta dalam kelompok diminta unutk berpikir tentang
apa yang mereka lakukan untuk bersantai 9 berikut langkah-langkah atau
tahapannya), dan menuliskannya dalam kertas yang tersedia.
·
Setelah beberapa menit , pelatih meminta hasil diskusi dari masing-masing kelompok dan
menempelkannya di depan untuk di klarifikasi bersama pleno.
·
Para peserta diminta memiloih secara
aklamasi tentang cara bersantai yang dianggap paling efektif.
Contoh Format Tehnik pemansan ( 2)
Judul pemanasan : Berpikir cepat
Tujuan : Pemanasan ini bertujuan untuk mengajak perta
berpikir cepat pemanasan ini digunakan setiap waktu selama proses latihan .
Waktu : Kira-kira 15-20 menit
Jumlah Peserta : Paling baik 10-20 orang
Bentuk ruangan : Terbuka tanpa meja
Peralatan : Benda kecil
seperti bola tenis.
Mekanisme:
·
Pelatih meminta peserta untuk membentuk lingkaran .
·
Pelatih menerangkan bahwa permainan yang bersangkutan
memerlukan proses berpikir cepat/rileks.
·
Pelatih meminta seorang “ sukarelawan “ dari peserta untuk
bertindak sebagai pimpinan dan berdiri di tengah lingkaran dengan kedua matanya
di tutup.
·
Pelatih kemudian memberikan sebuah bola kecil pada salah
seorang peserta. Jika pimpinan memberi aba-aba “ mulai “, peserta memberikan
bola kepada peserta lainnya yang terdekat dan begitu seterusnya ( berlawanan
dengan arah jarum jam).
·
Jika pimpinan memberi aba-aba “ stop “ dan menyebutkan hurof
tertentu , mka peseta yang pada saat itu memegang bola harus menyebutkan benda(
3 buah ) yang namanya diawali oleh huruf tersebut . sebagai contoh jika
pimpinan menyebut huruf “ b ‘, maka
peserta yang terkena harus menyebutkan bola ,bakso, bangku.
·
Jika peseta tersebut tidak mampu melakukannya dalam 3 kali
hitungan , maka yang bersangkutan menjadi pimpinan. Demikian seterusnya.
PENGAYAAN
ROLE PLAYING
Post a Comment