Siapapun yang lahir
kedunia ini pasti mempunyai kesempatan dan ancaman yang sama dalam setiap
masanya, segela maslah dan hambatan pasti pernah datang menjumpai hidup ini,
begitu pula saat aku merasakan itu.
Waktu telah berlalu
mengantarkan aku pada dunia SMA dengan segala hiruk pikuk remaja yang mencari
jati diri, masa-masa menentukan masa depan yang aku jalani, lulus adalah
harapan semuanya dan itu hal yang sangat membhagiakan , apalagi lulus dengan
predikat siswa berprestasi, betapa bahagianya orang tua saya, sebagai bentuk
pembuktian kalo dulu memang saya belum berkesempatan meraihnya dikelas sepuluh,
dan hari ini dengan bangga aku persembahkan hal itu pada mereka, hari telah
berlalu begitupun dengan hidupku,
Mulai pertengahan
kelas XI mulailah aku berkenalan dengan jurusan, kemudian dikenalkam dengan
dunia mahasiswa, baik dari almamater maupun dari pergaulanku dengan beberapa
komunitas dan organisasi yang saya ikuti, harapan saya paska lulus nanti pasti
saya sudah bias mengikuti jejek mereka dengan kuliah di kampus dengan segala
aktifitasnya, dan sering pula saya menghadiri pameran pendidikan dan searching
beberapa kampus yang menawarkan beberapa hal yang bikin saya tertarik.
Pernah suatu hari saya
tertarik dengan kampus suasta yang ada dikota saya, karena emang besic dan
kehidupan aku lebih kenal disana seta dorongan orang tua agar kuliah di kapmus
ini saja, tapi dalam hati aku masih bertanya, masak selama aku mencari ilmu
hanya aku habiskan dikota ini saja, ah sangat membosankan, aku berontak dan aku
ingin kehidupan yang baru,
Beberapa hari ini
memang lagi booming tentang bahan
bicaraan di antara teman-teman kelas tiga seputar kampus yang akan mereka pilih
untuk study, kebanyakan dari mereka memilih untuk mendaftrakan diri mereka pada kampus-kampus negeri dan yang
tenar dikalangan kami, seperti STPDN, STAN,UI,UB,UGM,ITS,UNESA,ITB,IPB, dan
kampus kampus yang terkenal lainya,
Akupun terbawa arus
dan suasana, akupun selalu mempertimbangkan kampus yang mana memberikan dua
kemunkinan untuk saya, yang pertama peluang untuk ketrima dan pastinya biaya
selama study terjangkau, karena memang secara penuh oaring tua tidak akan mapu
untuk membiayai semua pendidikan saya, karena memang kondisi ekonomi keluarga
petani yang memaksa, dan masih ada tanggungan untuk duan adik saya yang masih
smp dan tk,
Inilah perkenalanku
pada Bidik Misi untuk yang pertama kali, beasiswa yang membingungkan dan
memberikan harapan yang membahagiakan, karena memang sebelumnya belum ada
beasiswa ini, aku mencoba menayakan guru pembimbing jurusanku, dan jawabanya
sangat tidak mencoba, dan dia bilang “tidak usah kamu beasiswa yang kayak gitu,
gak akan keterima, dan yang keterima adalah sekolahan yang punya jaringan dan
punya orang dalam” dalam hati aku heran sama guruku ini, hari ini masih ada
guru yang membunuhb motivasi siswanya.
Pernah satu ketika aku
membicarakan keinginanku kuliah dikampus negeri pada orang tuaku, aku jelaskan
semuanya pada belia, harapan besar saya adalah mereka menyetujui dan memberikan
support, setelah aku mendapatkan tanggapan mereka yang mengatakan padaku, “aku ngerti nak awakmu pengen kuliah, aku
sakbenere yo seneng nek awakmu kuliah ne kampus seng negeri, tapi yo sepurane
ibuk karo bapak gak onok sangu gawe mbadani awakmu daftar karo kuliah ne kono,
saiki karepa bapak karo ibuk awakmu mondok ae ne Mbah maimun rembang, mengko
nek onok kesepatan yo kuliah, tspi yo terserah awakmu”.
Mendengarkan jawaban
orang tua, sempat aku down, kehilangan semangat dan motivasi, kalau beliau
tidak mendukung siapa yang mau membeckinguku, memang karena konstruk oaring
tuaku adalah islam tulen karena bentukan pendidikan pesantren, dan harapanya
adalah anaknya bias menjadi pengabdi masyarakat dengan besic keagamaan dan ilmu
nyantri yang didapat dari pesantren.
Semakin lama aku
sering menyendiri, dan banyak aku habiskan waktuku dengan novel dan buku-buku
penghiburku, yang meberikan banyak inspirasi pada hari-hariku, dan karena novel
itu pula aku mendapatkan peringatan dari kepala yayasan dipesanteren yang aku
diami, karena virusku teman-teman jadi
sering baca novel dan buku, dari pada belajar kitab serta hafalan beberpa syair
kitab,
Masih tersisa dan
terisi lagi motifasi dalam diri ini, dengan nekat aku beranikan uang pada
teman-teman uang untuk mendaftar dan biaya aku selama ujian disalah satu kampus
Negeri disurabaya, dengan resiko aku harus kerja selama dua bulan untuk
membayar hutang tersebut, ah biarlah apa salahnya berusaha dan mencoba,
Aku selalu optimis
dalam setiap usahaku, dan aku tidak pernah patah hati dengan kondisi yang
memaksaku untuk terus berjuang, waktu ujian telah tiba, saat yang
menggembirakan sekaligus menegangkan, aku berangkat kesurabaya dengan segala
asaku aku bumbung tinggi, berharap ujian ini akan lancer, walau ada sedikit
hambatan karena kampus yang sangat luas yang sangat melelahkan untuk mencari
satu ruang saja, tidak tahunya ruang itu hanya beberapa langkah dari gerbang
kampus.
Akau mengambil jurusan
yang mata pelajaran disekolah aku sukai, geografi keren bukan? Tes dengan
kurang lebih 1600an peserta hanya untuk 300 kursi, menegangkan akankah aku 300
orang tersebut? Ahirnya jawaban itu aku
dapat 15 hari setelah aku mengikuti tes, hasilnya sangat mengejutkan aku tidak
diterima dikampus tersebut, hanya selisih beberapa angka saja dari standart
kuota.
Emm, mungkin ini
memang ujianku untuk meraih mimpi-mimpiku, walau aku kecewa itu tidak aku
biarkan lama, apalagi menyendraku untuk menghentikan perjuangan, dama diri aku
mengatakan itu bukan jatahku, tuhan pasti akan memberikan jalan , begitupun
kutipan dari novel yang aku baca,
Aku putuskan kembali
lagi mencari peluang dengan mengikuti ujian yang ditawarkan oleh beberpa media,
salah satunya adlah dengan mengikuti ujian SNMPTN, kembali lagi aku terhalang
dengan biaya untuk daftar dan baaya waktu tes, tidak ada jalan lain kecuali
dengan berhutang lagi pada teman yag lain, bukanya hobi hutang, tapi memang
karena g ada yang dipakai, iorng tuaku hanya memberikan uang bulanan, paling
Cuma cukup untuk biaya hidup dipesantren,
Tes dilakukan dikota
malang, kota yang pertama menurutku adalah cantik dan dingin udaranya, tepatya
di UB, dengan pilihan pertama memang UB jurusan hokum, dan di UM dengan jurusan
sejarah, tanpa melirikpun kampus UIN
yang dekat dengan tempat tinggal selama aku ujian, yang di ahir cerita itu jadi
kampusku nanti.
Kembali lagi harus
menerima kekecewaan, tidak lulus lagi, ah sakit sekali rasanya, mulai mencair
motivasi yang membeku dalam diriku, yaudahlah mungkin orang tuaku benar aku
harus nyantri biar aku jadi orang yang ngerti agama dan taat pada orang tua.
Sudah hamper selesai
pendidikanku disekolah, tinggal beberpa ujian lagi, kembali lagi aku search
kampus mana yang memberikan kesempatan, ternyata masih ada, salah satunya
adalah UIN malang, kapus apaan itu? Kok gak pernah denger? “Yaudah gak papa dicoba aja, siapa tau bias masuk, dari pada gak
kuliah” kata temanku. Aku turuti temanku, karena memang aku juga masih
berharap untuk bias kuliah dikampus negeri, aku urus segala persyaratanta
termasuk dengan segala piagam-piagam, yang aku heran adalah bukti pembayaran
listrik dan telp, dmana aku dapat aku kan tidak punya telpon, listrikpun nebeng
punya tetangga.
Ahirya aku minta pula
struk pembayaran punya tetanggaku, berkas sudah siap dan tinggal ke kantor pos
aja untuk mengirimkan berkas itu. Alhamdulillah ada temanku yang baik hati
membantu mengurus semuanya, dan ahirnya waktu ujian telah tiba, aku berangkat
kemalang satu hari sebelumnya, dengan perjuangn naik bis mini yang sudah using,
dengan jalan yang sangat ekstrim, menginap dirumah keluarga temenku membuat aku
kikuk karena temenku cewek semua, hanya aku yang cowok.
Aku ditanya mau “ujian dikampus mana dek? Aku jawab “UIN Malang”
mana
itu? Kok mbak gak tau?
Yang
dijalan gajayana itu lo mbak,
Oalah
STAIN Malang ta, kalo dimalang itu terkenalnya dengan SETAIN Malang.
Hari ujian telah tiba,
aku ujian disalah satu ruang digedung B UIN Malang, aku makin minder dengan
teman-teman ujian yang alumni dari beberpa pondok pesantren ternama disekitar
jawa timur, apalagi memang mereka kelihatan menguasai pada tes interview, dari
7 orang yang tes dalam satu penguji, hanya saya yang tidak bias menjawab soal
bahasa inggris, ahirnya aku beranikan diri mengangkat tangan dan berkata:
“im sory mom, I can’t speak in english”
So? What do you can?
I just can speak indo
language and java language.
Ok, yaudah tidak
apa-apa.
Sejak saat pulang
ujian aku mulai rentan terkena putus asa, karena memang saya merasa ujian tidak
maksimal, dan hanya pulang dengan menyisakan beberapa asa dan semangat saja.
Lkembali aku
kepesantren dan siap aku mengemasi barang-barang, dan segera aku kembali pada
orang tuaku untuk setuju mendaftarkan aku dipesantren di rembang jawa tengah,
aku menurut saja untuk kembali nyantri dipesantren yang lebih salaf, walaupun
begitu aku tetap berharap bahwa aku bisa kuliah di UIN malang.
Suatu pagi yang
menjenuhkan dalam aktifitas liburamn, HP saya bordering, lalu saya liahat seuag
SMS:
Mun,
Alhamdulillah qm k‘trima di UIN Mlg J
Betapa senang hatiku,
balik aku menelponya :
Assalamualaikum,
beneran ta sya diterima?
Iya
mun, kamu diterima, lihat saja di web uin malang, nama kamu ada, aku juga sudah
Tanya mbak untuk lihatin dipapan pengumuman di uin, ternyata nama kamu juga
ada.
Alhamdulillah,
makasih ya infonya.
Betapa bahaginya aku,
disaat semua harapan mulai pupus datang satu anugarah yang terindah dari tuhan,
benar janjinya dan benar segal firmanya. Man
jada wajada . akupun langsung pergi kewarnet dan mengecek info tersebut,
ternyata benar, namaku ada dideretan penerima beasiswa tersebut, di jurusan
Al-Ahwal Alsyakhsiyah.
Dan satu hal yang
sangat bikin aku sedih adalah, sahabat yang membantu mendaftarkan, dan yang
memfasilitasi aku selama ujian tidak keterima, itu yang samai hari ini aku
ingat, dia yang seharusnya berhak untuk mendapatkan lebih dari apa yanhg aku
dapatkan hari ini.
Dan kini aku telah
menjadi mahasiswa UIN Malang, dengan segala aktifitasku. Banyak kesempatan yang
aku dapatkan disini, banyak organisasi dan banyak kegiatan yang semakin
mengasahku untuk menjadi pribadi yang lebih bijak