- Definisi
Syirkah.
Syirkah memiliki arti ikhtilath (percampuran).
Adapun secara terminologi syirkah berarti percampuran, yakni bercampurnya salah
satu dari dua harta lainnya, tanpa dapat dibedakan antara keduanya.
Adapun secara terminologi, terdapat beragam
pendapat ulama, antara lain:
- Menurut
Malikiyah[1]
“Perkongsian adalah izin untuk mendayagunakan
(tasharruf) harta yang dimiliki dua orang secara bersama-sama oleh
keduanya, yakni keduanya saling mengizinkan kepada salah satunya untuk
mendayagunakan harta milik keduanya, namun masing-masing memiliki hak untuk
bertasharruf”
- Menurut
Hanabillah[2]
“Perhimpunan adalah hak (kewenangan) atau
pengolahan harta (tasharruf)”
- Menurut
Syafi’iyyah[3]
“Ketepatan hak pada sesuatu yang dimiliki dua
orang atau lebih dengan cara yang masyhur”
- Menurut
Hanafiyah
“Ungkapan tentang adanya transaksi (akad) antara
dua orang yang bersekutu pada pokok harta dan keuntungan”
- Landasan
Hukum Syirkah.
Pensyari’atan syirkah adalah sebagaimana yang ada
dalam Al-Qur’an, Sunnah dan Ijma’ ulama.
- Al-Qur’an
“Mereka bersekutu dalam yang sepertiga” (QS.
An-Nisa’ : 12)
“Sesungguhnya kebanyakan dari orang-orang yang
berserikat itu sebagian mereka berbuat dzalim kepada sebagian yang lain,
kecuali orang-orang yang beriman dan beramal saleh dan amat sedikitlah mereka
ini” (QS. Shad : 24)
- As-Sunnah
“Dari Abu Hurairah yang dirafa’kan kepada Nabi
SAW. Bahwa Nabi SAW bersabda, “Sesungguhnya Allah SWT. Berfirman, “Aku adalah
yang ketiga pada dua orang yang bersekutu, selama salah seorang dari keduanya
tidak menghianati temannya, Aku akan keluar dari persekutuan tersebut apabila
salah seorang menghianatinya” (HR. Abu Dawud dan Hakim dan menyahihkan
sanadnya).
“Kekuasaan Allah senantiasa berada pada dua orang
yang bersekutu selama keduanya tidak berhianat” (HR. Bukhori dan Muslim)
- Ijma’
Ulama Islam sepakat bahwa syirkah dibolehkan.
Hanya saja, mereka berbeda pendapat tentang jenisnya.
- Pembagian
Syirkah.
Syirkah terbagi menjadi dua. Yaitu syirkah amlak
dan syirkah ‘uqud.
- Syirkah
Amlak
Syirkah amlak adalah kepemilikan lebih dari satu
orang terhadap suatu barang, tanpa diperoleh melalui akad. Syirkah amlak dibagi
menjadi dua[4].
Yaitu syirkah ikhtiary dan Jabari (ijbar).
Ikhtiary: syirkah (perkongsian) yang muncul karena adanya
kontrak dari dua orang yang bersekutu. Contohnya dua orang membeli suatu barang
yang mereka bayar berdua, maka barang yang yang dibeli itulah yang disebut
sebagai syirkah milik (amlak).
Jabari: status kepemilikan terhadap suatu barang lebih
dari satu orang, karena memang diharuskan demikian. Artinya, tanpa adanya usaha
dari mereka dalam proses kepemilikans barang tersebut. Misalnya dua orang
tersebut diwarisi suatu barang.
Hukum daripada perkpngsian seperti diatas adalah
salah seorang yang bersekutu seolah-olah sebagai orang lain di hadapan yang
bersekutu lainnya. Oleh karena itu, salah seorang diantara mereka tidak boleh
mengolah harta perkongsian tersebut tanpa izin dari teman sekutunya. Karena
keduanya tidak mempunyai wewenang untuk menentukan bagian masing-masing.[5]
- Syirkah
‘Uqud
Syirkah ‘uqud adalah dua orang atau lebih
melakukan akad untuk bergabung dalam suatu kepentingan harta dan hasilnya
berupa keuntungan.
Adapun rukun daripada syirkah ‘uqud adalah aqid,
shighat (ijab dan qabul) dan barang kongsi. Adapun syirkah ‘uqud ini secara umum
terbagi menjadi beberapa jenis. Yaitu: syirkah ‘inan, syirkah mufawadhah,
syirkah abdan dan syirkah wujuh. Ulama sepakat bahwa syirkah ‘inan
diperbolehkan. Sedangkan syirkah yang lain masih diperdebatkan.
Ulama Syafi’iyah, Zhahiriyah dan Imamiyah menganggap
semua bentuk perkongsian selain ‘inan dan mudharabah adalah batal.
Ulama Hanabilah membolehkan semua bentuk
perkongsian, kecuali syirkah wujuh dan muwafidhah.
Ulama Hanafiyah dan Zaidiyah membolehkan semua
bentuk perkongsian asalkan sesuai dengan syarat-syaratnya.
- Syirkah
‘inan
Syirkah ‘inan adalah persekutuan dalam pengolahan
harta oleh dua orang. Mereka memperdagangkan harta tersebut dengan keuntungan
dibagi dua. Dalam syirkah ‘inan tidak disyaratkan sama dalam jumlah modal,
begitu juga wewenang dan keuntungan.
- Syirkah
Muwafidhah
Syirkah muwafidhah adalah bergabungnya dua orang
atau lebih untuk melakukan kerjasama dalam suatu hunian dengan ketentuan syarat
sebagai berikut:
- Jurnal
modal sama.
- Memiliki
kesamaan dalam bertindak.
- Memiliki
kesamaan beragama.
- Masing-masing
menjadi penjamin atas lainnya dalam jual beli
- Syirkah
Abdan
Syirkah abdan (a’mal) adalah dua orang sepakat
untuk menerima suatu pekerjaan dengan ketentuan upah dibagi menurut
kesepakatan. Hal-hal tersebut banyak dijumpai pada tukang-tukang kayu, tukang
besi, kuli angkut, tukang jahit, tukang pewarna dan lainnya yang tergolong
kerja dalam bidang jasa.
- Syirkah
Wujuh
Syirkah wujuh adalah dua orang atau lebih yang
membeli sesuatu tanpa memiliki modal, hanya berpegang kepada nama baik dan kepercayaan
pedagang. Dengan catatan bahwa keuntungannya untuk mereka. Syirkah wujuh
merupakan syirkah tanggung jawab tanpa modal.
- Syirkah
Pada Hewan
Ibnu Qayyim membolehkan syirkah pada hewan. Adapun
barang yang menjadi milik seseorang di-syirkah-kan pada seseorang untuk
dipelihara, dengan ketentuan bahwa untung dibagi sesuai dengan kesepakatan.
Begitu juga dengan orang yang menyerahkan tanah untuk ditanami, menyerahkan
pohon untuk diurus, menyerahkan sapi atau kambing untuk dipelihara, menyerahkan
hewan untuk dipekerjakan. Untuk semuanya itu, keuntungan dibagi sesuai dengan
kesepakatan. Semua itu merupakan jenis dyirkah yang dibenarkan, sebagaimana
yang dijelaskan di dalam nash dan qiyas, serta kesepakatan para sahabat, juga
adanya kemaslahatan bersama.
- Sifat Akad
Perkongsian dan Kewenangan
- Hukum
Kepastian (Luzum) Syirkah.
Kebanyakan ulama fiqih berpendapat bahwa akad
syirkah dibolehkan, tetapi tidak lazim[6].
Oleh karena itu, salah seorang yang bersekutu dibolehkan membatalkan akad atas
sepengetahuan rekannya untuk menghindari kemadaratan.
- Kewenangan
Syarik (yang berserikat).
Para ahli fiqih sepakat bahwa kewenangan syarik
adalah amanah, seperti dalam titipan, karena memegang atau menyerahkan harta
atas izin rekannya.
- Hal
Yang Membatalkan Syirkah
Perkara yang membatalkan syirkah terbagi atas dua
hal. Ada perkara yang membatalkan syirkah secara umum dan ada pula yang
membatalkan syirkah secara khusus sebagian yang lainnya.
- Pembatalan
Syirkah secara Umum
- Pembatalan
dari salah seorang yang bersekutu.
- Meninggalnya
salah seorang syarik.
- Salah
seorang syarik murtad atau membelot ketika perang.
- Gila
- Pembatalan
Secara Khusus Sebagian Syirkah.
- Harta
Syirkah Rusak
Apabila harta syirkah rusak seluruhnya atau harta
salah seorang rusak sebelum dibelanjakan, maka perkongsian batal. Hal ini
terjadi pada syirkah amwal. Alasannya, yang menjadi barang transaksi adalah
harta. Maka, kalau rusak akad menjadi batal sebagaimana terjadi pada transaksi
jual beli
- Tidak ada
Kesamaan Modal.
Apabila tidak ada kesamaan modal dalam syirkah
muwafidhah pada awal transaksi, perkongsian batal sebab hal itu merupakan
syarat daripada transaksi syirkah muwafidhah.
[1]
Ad-Dasuqi, Asy-Syarh Al-Kabir Ma’a
Ad-Dasuqi, juz III. Hlm. 348
[2] Ibn
Qudamah, Al-Mugni, juz II. Hlm. 211
[3] Muhammad
Asy-Syarbini, Mugni Al-Muhtaj, juz
III. Hlm. 364
[4]
Al-Kasani, Bada’I Ash-Shana’I fi Tartib
Asy-Syara’i, juz VI. Hlm. 56
[5] Ibid, Hlm. 56
[6]
Al-Kasani, Op. cit. juz II. Hlm. 77
Post a Comment