A. Latar Belakang
            Harta dinilai oleh Allah Swt, sebagai qiyaman: apa yang menjadi landasan segala sesuatu. Harta dijadikan Allah sebagai landasan; pokok kehidupan manusia dan kemaslahatannya, baik untuk dunia ataupun agamanya. Tidak heran jika islam memerintahkan untuk menggunakan dan menjaga harta, bahkan Al-Qur’an
sampai melarang pemberian harta kepada pemiliknya sekalipun, apabila sang pemilik harta tidak pandai mengurus hartanya. Karna pada pokok ini harta sangat bersinggungan dengan masalah sosial yang terjadi di masyarakat disetiap waktu, sehingga berdamapak pada perkembangan hukum islam.
وَلا تُؤْتُوا السُّفَهَاءَ أَمْوَالَكُمُ الَّتِي جَعَلَ اللَّهُ لَكُمْ قِيَامًا
Dan janganlah kamu serahkan kepada orang-orang yang belum sempurna akalnya, harta (mereka yang ada dalam kekuasaanmu) yang dijadikan Allah sebagai pokok kehidupan. (QS. An-Nisa’: 5).
Allah mencegah umat islam yang menjadi wali (orang tua asuh) anak-anak yatim dan wali orang safih (belum mampu mengurus hartanya seperti anak nakal, tidak sehat jiwanya, lanjut usia, dsb)[1] memberikan atau menyerahkan kembali harta-harta milik mereka itu, jika memang pemberian itu tidak mendatangkan kemashlahatan. Apalagi harta yang pengelolaannya dikuasakan kepada para wali itu merupakan penopang pokok kehidupannya, selain membuat terlaksananya kemashlahatan bagi mereka, baik yang bersifat umum maupun khusus. Para wali tetap wajib mengelolanya dengan baik.
            Dari harta-harta tersebut bisa diperoleh kemanfaatan (kemashlahatan) apabila harta-harta itu dikelola oleh orang yang mampu secara baik dan tidak melampaui batas.  Dalam makalah ini, akan kita lihat bagaimana Al-Quran berbicara tentang hukum pembagian harta, dengan mempelajari ayat yang berkaitan dengan hal tersebut. Selain membahas tentang maknanya, di dalam makalah ini juga akan dijelaskan kata kunci ayat, analisis munasabah dan analisis qiraah, serta analisis asbabun nuzul ayat bersangkutan.
B. Rumusan Masalah
a. Bagaimanakah pembahasan pembagian harta  dalam perspektif Al-Quran?
b. Bagaimana rumusan kata kunci yang menyangkut tentang ayat hukum pembagian  harta ?
c. Bagaimana analisis munasabah ayat yang bersangkutan?
C. Tujuan Penulisan
a. Mengetahui bagaimana pandangan Al-Quran tentang hukum pembagian  harta.
b. Memahami rumusan kata kunci dalam ayat tersebut.
c. Memahami berbagai analisis terhadap ayat hukum pembagian harta  yang bembarsangkutan.
D. Fokus Ayat dan Kata Kunci
ü  Fokus ayat yang bersangkutan dengan hukum menyia-nyiakan harta :
وَلا تُؤْتُوا السُّفَهَاءَ أَمْوَالَكُمُ الَّتِي جَعَلَ اللَّهُ لَكُمْ قِيَامًا وَارْزُقُوهُمْ فِيهَا وَاكْسُوهُمْ وَقُولُوا لَهُمْ قَوْلا مَعْرُوفًا
Dan janganlah kamu serahkan kepada orang-orang yang belum sempurna akalnya, harta (mereka yang ada dalam kekuasaanmu) yang dijadikan Allah sebagai pokok kehidupan. Berilah mereka belanja dan pakaian (dari hasil harta itu) dan ucapkanlah kepada mereka kata-kata yang baik.

ü  Kata kunci ayat:
1.      تُؤْتُوا
2.      السُّفَهَاءَ
3.      أَمْوَالَكُمُ
E. Kronologi Ayat dan Kata Kunci
1.      تُؤْتُوا Berdasarkan atas informasi dalam kitab Al-Mu’jam Al-Mufahras Li Alfazh Al-Quran Al-Karim karya Muhammad Fuad ‘Abd al-Baqiy, halaman 394 diketahui bahwa kata kunci تُوًتُوا disebutkan dalam beberapa bentuk kata dalam Al-Quran.
      Bentuk kata تُوًتُوا  disebutkan sebanyak satu kali, yaitu pada QS. An- Nisa’:5,[2] (berisi tentang bahwa. janganlah kamu serahkan kepada orang-orang yang belum sempurna akalnya).
Kata تُؤْتُونِ disebutkan satu kali, pada QS. Yusuf:66,[3] (membahas Yakub tidak akan melepaskannya (benyamin) bersama-sama kamu ( bujang-bujang) sebelum kamu memberikan kepadaku janji yang teguh atas nama Allah).
Kata تُؤْتُونَهُنَّ disebutkan satu kali pada QS. An-Nisa’: 127,[4] (berisi informasi memberikan harta kepada wanita yatim ketika ingini dinikahi).
Bentuk kata تُؤْتَوْهُ disebutkan satu kali pada QS. Al-Maidah: 41,[5] (berisi tentang menerangkan bahwa Allah memberikan kerajaan kepada orang yang dikehendaki orang-orang yang memperlihatkan kekafiran dan orang-orang yahudi yang amat suka dengan berita-berita bohong).
            Kata تُؤْتِي disebutkan sebanyak satu kali, yaitu pada QS. Ali Imran: 26, [6]() .
Setelah mengetahui semua konten yang terdapat pada ayat-ayat diatas ternyata telah diketahui bahwa “serahkan” yang dimaksudkan dalam al-Quran mencegah umay islam yang menjadi wali (orang tua asuh) anak-anak yang belum mampu mengurus hartanya seperti anak nakal, tidak sehat jiwanya dsb.
      Berdasarkan penelitian dalam kamus tersebut bahwa ada beberapa ayat yang berhubungan dengan kata  تُوًتُوا  pada ayat Makkiyah dan Madaniyah yang terdapat pada tabel berikut:


No
                     Makkiyah
                               Madaniyah
 01
Q.S. Yusuf, ayat 66
Q.S. An-Nisa’, ayat 5
 02

Q.S. An-Nisa’, ayat 127                     
 03

Q.S. Al-Maidah, ayat 41
04

Q.S. Ali Imran, ayat 26

2.      السُّفَهَاءَ Berdasarkan atas informasi dalam kitab Al-Mu’jam Al-Mufahras Li Alfazh Al-Quran Al-Karim karya Muhammad Fuad ‘Abd al-Baqiy, halaman 599 diketahui bahwa kata kunci السُّفَهَاءَ disebutkan dalam beberapa bentuk kata dalam Al-Quran.
            Kata السُّفَهَاءَ disebutkan sebanyak dua kali, yaitu pada QS. An-Nisa’: 5, [7](tentang informasi janganlah kamu serahkan kepada orang-orang yang belum sempurna akalnya, harta (mereka yang ada dalam kekuasaanmu) yang dijadikan Allah sebagai pokok kehidupan) . Pada QS. Al-Baqarah: 13, (tentang informasi bahwa orang kafir akan berimansesudah orang bodoh beriman ).
            Kata سَفِهَ disebutkan sebanyak satu kali, yaitu pada QS. Al-Baqarah: 130, [8](tentang informasi bahwa tidak ada yang benci kepada agama Ibrahim, melainkan orang yang memperbodoh dirinya sendiri).
            Kata سَفَهًا disebutkan satu kali pada QS. Al-An’am: 140,[9] (berisi tentang informasi bahwa rugilah orang yang membunuh anak-anak mereka karena kebodohan).
            Kata سَفِيهًا disebutkan sebanyak satu, yaitu pada QS. Al-Baqarah: 282, [10](berisi tentang janganlah seseorang mengurangi sedikit pun daripada utangnya. Jika yang berutang itu orang yang lemah akalnya atau lemah (keadaannya) atau dia sendiri tidak mampu mengimlakan, maka hendaklah walinya mengimlakan dengan jujur).
            Kata سَفِيهُنَا disebutkan satu kali, yaitu pada QS. Al-Jin: 4,[11] (berisi orang yang kurang akal daripada kami dahulu selalu mengatakan (perkataan) yang melampaui batas terhadap Allah).
Setelah mengetahui semua konten yang terdapat pada ayat-ayat diatas ternyata telah diketahui bahwa “orang yang belum sempurna akalnya” yang dimaksudkan dalam al-Quran orang yang tidak bisa bertindak bijaksana dalam mengurus harta.
      Berdasarkan penelitian dalam kamus tersebut bahwa ada beberapa ayat yang berhubungan dengan kata   السُّفَهَاءَpada ayat Makkiyah dan Madaniyah yang terdapat pada tabel berikut:

No
                     Makkiyah
                               Madaniyah
 01
Q.S. Al-An’am, ayat 140
Q.S. An-Nisa’, ayat 5
 02
Q.S. Al-Kahfi, ayat 71
Q.S. Al-Baqarah, ayat 130
 03
Q.S. Al-Jinn, ayat 4
Q.S. Al-Baqarah, ayat 13
04

Q.S. Al-Baqarah, ayat 282

3.      أَمْوَالَكُمُ  Berdasarkan atas informasi dalam kitab Al-Mu’jam Al-Mufahras Li Alfazh Al-Quran Al-Karim karya Muhammad Fuad ‘Abd al-Baqiy, halaman 228-230 diketahui bahwa kata kunci أَمْوَالَكُمُ disebutkan dalam beberapa bentuk kata dalam Al-Quran.

Kata أَمْوَالَكُمُ sendiri disebutkan sebanyak empat belas kali, yaitu pada QS. Al-Baqarah: 188,[12] (berisi tentang janganlah sebahagian kamu memakan harta sebahagian yang lain di antara kamu dengan jalan yang batil). Pada QS. Al-Baqarah: 279,[13] (berisi tentang jika kamu tidak mengerjakan (meninggalkan sisa riba), maka Allah dan Rasul-Nya akan memerangimu. Dan jika kamu bertobat (dari pengambilan riba), maka bagimu pokok hartamu; kamu tidak menganiaya dan tidak (pula) dianiaya). Pada QS. Al-Imran: 186,[14] (tentang Kamu sungguh-sungguh akan diuji terhadap hartamu dan dirimu). Pada QS. Al-An-Nisa’: 2,[15] (berisi tentang berikanlah kepada anak-anak yatim (yang sudah balig) harta mereka). Dalam QS. An-Nisa’: 5,[16] (berisi tentang janganlah kamu serahkan kepada orang-orang yang belum sempurna akalnya, harta (mereka yang ada dalam kekuasaanmu) yang dijadikan Allah sebagai pokok kehidupan.
Pada QS. An-Nisa’:24,[17] (tentang dihalalkan bagi kamu selain yang demikian (yaitu) mencari istri-istri dengan hartamu untuk dikawini bukan untuk berzina). Pada QS. An-Nisa’: 29,[18] (ayat ini menerangkan: Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan suka sama-suka di antara kamu). Dalam QS. Al-Anfal: 28,[19] (ayat ini menerangkan bahwa  hartamu dan anak-anakmu itu hanyalah sebagai cobaan. Pada QS. At-Taubat:41,[20] (tentang perintah berjihadlah dengan harta dan dirimu di jalan Allah.. Pada QS. As-Saba’:37,[21] (menerangkan bahwa bukanlah harta dan anak-anak kamu yang mendekatkan kamu kepada Kami sedikit pun; tetapi orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal-amal saleh. Pada QS. Muhammad: 36,[22] (ayat ini menerangkan bahwa jika kamu beriman serta bertakwa, Allah akan memberikan pahala kepadamu dan Dia tidak akan meminta harta-hartamu. Pada QS. Ash-Shaff: 11,[23] ( menerangkan bahwa Hai orang-orang yang beriman kepada Allah dan Rasul-Nya, berjihad di jalan Allah dengan harta dan jiwamu. Pada QS. Al-Munafiqun: 9,[24] (menerangkan bahwa Hai orang-orang yang beriman, janganlah harta-hartamu dan anak-anakmu melalaikan kamu dari mengingat Allah). Pada QS. At-Taghabun: 15,[25] (menerangkan bahwa Sesungguhnya hartamu dan anak-  anakmu hanyalah cobaan (bagimu).
            Kata أَمْوَالِنَا disebut dua kali, yaitu pada QS. Hud: 87,[26] (berisi tentang informasi bahwa kaum syuaib berkata: "Hai Syuaib, apakah agamamu yang menyuruh kamu agar kami meninggalkan apa yang disembah oleh bapak-bapak kami atau melarang kami memperbuat apa yang kami kehendaki tentang harta kami).pada QS. Al-Fath: 11,[27] (berisi tentang Orang-orang Badui yang tertinggal (tidak turut ke Hudaibiah) akan mengatakan: "Harta dan keluarga kami telah merintangi kami).
Kata أَمْوَالَهُمْ disebut tiga puluh satu kali dalam QS. Al-Baqarah: 261,[28] (menceritakan tentang Perumpamaan (nafkah yang dikeluarkan oleh) orang-orang yang menafkahkan hartanya di jalan Allah). Pada QS. Al-Baqarah: 262,[29] ( menerangkan bahwa Perumpamaan (nafkah yang dikeluarkan oleh) orang-orang yang menafkahkan hartanya di jalan Allah mereka memperoleh pahala di sisi Tuhan mereka). Pada QS. Al-Baqarah: 265,[30] (menerangkan tentang perumpamaan orang-orang yang membelanjakan hartanya karena mencari keridaan Allah dan untuk keteguhan jiwa mereka). Pada QS. Al-Baqarah: 274,[31] (menerangkan tentang Orang-orang yang menafkahkan hartanya di malam dan di siang hari secara tersembunyi dan terang-terangan). Pada QS. Al-Imran: 10,[32] (menerangkan bahwa orang-orang yang kafir, harta benda dan anak-anak mereka, sedikit pun tidak dapat menolak (siksa) Allah dari mereka). Pada QS. Al-Imran: 116,[33] (menerangkan bahwa orang-orang yang kafir baik harta mereka maupun anak-anak mereka, sekali-kali tidak dapat menolak azab Allah). Pada QS. An-Nisa’: 2,[34] (menerangkan tentang perintah memberikan harta mereka kepada anak-anak yatim (yang sudah balig). Pada QS. An-Nisa’: 2,[35] (menerangkan tentang larangan memakan harta anak yatim bersama hartamu). Pada QS. An-Nisa’: 6,[36] (menerangkan tentang ujilah anak yatim itu sampai mereka cukup umur untuk kawin. Kemudian jika menurut pendapatmu mereka telah cerdas (pandai memelihara harta), maka serahkanlah kepada mereka harta-hartanya). Pada QS. An-Nisa’: 6,[37] (menerangkan tentang larangan memakan harta anak yatim lebih dari batas kepatutan). Pada QS. An-Nisa’: 34,[38] (menerangkan bahwa Kaum laki-laki itu adalah pemimpin bagi kaum wanita, oleh karena itu Allah telah melebihkan sebahagian mereka (laki-laki) atas sebahagian yang lain (wanita), dan karena mereka (laki-laki) telah menafkahkan sebagian dari harta mereka). Pada QS. An-Nisa’: 38,[39] (menerangkan tentang orang-orang yang menafkahkan harta-harta mereka karena riya). Pada QS. An-Nisa’: 95,[40] (menerangkan tentang Tidaklah sama antara mukmin yang duduk (yang tidak turut berperang) yang tidak mempunyai uzur dengan orang-orang yang berjihad di jalan Allah dengan harta mereka dan jiwanya). Pada QS. An-Nisa’: 95,[41] (menerangkan bahwa Allah melebihkan orang-orang yang berjihad dengan harta dan jiwanya atas orang-orang yang duduk satu derajat). Pada QS. Al-Anfal: 36,[42] (menerangkan bahwa Sesungguhnya orang-orang yang kafir itu, menafkahkan harta mereka untuk menghalangi (orang) dari jalan Allah).
 Pada QS. Al-Anfal: 72,[43] (menerangkan tentang orang-orang yang beriman dan berhijrah serta berjihad dengan harta dan jiwanya pada jalan Allah). Pada QS. At-Taubat: 20,[44] (menerangkan tentang Orang-orang yang beriman dan berhijrah serta berjihad di jalan Allah dengan harta benda dan diri mereka, adalah lebih tinggi derajatnya di sisi Allah). Pada QS. At-Taubat: 44,[45] (menerangkan bahwa Orang-orang yang beriman kepada Allah dan hari kemudian, tidak akan meminta izin kepadamu untuk (tidak ikut) berjihad dengan harta dan diri mereka.) pada QS. At-Taubat: 55,[46] (menerangkan bahwa janganlah harta benda dan anak-anak mereka (orang-orang kafir ) menarik hatimu. Pada QS. At-Taubat: 81,[47] (menerangkan bahwa Orang-orang yang ditinggalkan (tidak ikut berperang) itu, merasa gembira dengan tinggalnya mereka di belakang Rasulullah, dan mereka tidak suka berjihad dengan harta dan jiwa mereka). Pada QS. At-Taubat: 88,[48] (menerangkan bahwa Rasul dan orang-orang yang beriman bersama dia, mereka berjihad dengan harta). Pada QS. At-Taubat: 103,[49] (menerangkan tentang  Ambillah zakat dari sebagian harta mereka (orang Arab Badui yang munafik). Pada QS. At-Taubat: 111,[50] (menerangkan bahwa Allah telah membeli dari orang-orang mukmin, diri dan harta mereka dengan memberikan surga untuk mereka). Pada QS. Yunus: 88,[51] (menerangkan bahwa Musa berkata: "Ya Tuhan kami Engkau telah memberi kepada Fir'aun dan pemuka-pemuka kaumnya perhiasan dan harta kekayaan). Pada QS. Al-Ahzab: 27,[52] (menerangkan bahwa Allah mewariskan kepada kamu tanah-tanah, rumah-rumah dan harta benda mereka (orang-orang Ahli Kitab (Bani Quraizhah). Pada QS. Al-Hujurat: 15,[53] (menerangkan bahwa orang-orang yang beriman tidak ragu-ragu dan mereka berjihad dengan harta dan jiwa mereka pada jalan Allah). Pada QS. Adz-Dzariyat: 19,[54] (menerangkan bahwa orang-orang bertakwa pada harta-harta mereka ada hak untuk orang miskin yang meminta dan orang miskin yang tidak mendapat bagian). Pada QS. Al-Mujadalah: 17,[55] (menerangkan bahwa orang-orang yang takut miskin karena memberikan sedekah, maka sesungguhnya Harta benda dan anak-anak mereka tiada berguna sedikit pun (untuk menolong) mereka dari azab Allah). Pada QS. Al-Hasyr: 8,[56] (menerangkan tentang harta rampasan (fai-i) yang diberikan Allah kepada Rasul-Nya bagi para fakir yang berhijrah yang diusir dari kampung halaman dan dari harta benda mereka). Pada QS. Al-Ma’arij: 24,[57] (menerangkan tentang orang-orang yang dalam hartanya tersedia bagian tertentu).
Kata الأمْوَالِ sendiri disebutkan sebanyak sebelas kali, yaitu pada QS. Al-Baqarah: 155,[58] (menerangkan bahwa cobaan Allah yang akan diberikan kepada manusia meliputi rasa ketakutan, kelaparan, kekurangan harta dan jiwa serta kekurangan buah-buahan). Pada QS. An-Nisa’: 10,[59] (orang yang makan harta anak yatim dengan cara yang dzolim maka pada hakikatnya ia telah menelan api kedalam perutnya ). Pada QS. An-Nisa’: 161,[60] (menerangkan bahwa Allah mengharamkan bagi orang Yahudi sesuatu yang halal sebelumnya karena mereka memakan riba dan memakan harta orang lain dengan cara yang batil). Pada QS. At-Taubat: 24,[61] ( menerangkan bahwa orang yang mencintai harta kekayaan serta perniagaan yang dihawatirkan kerugianya serta rumah tempat tinggal yang disukai melebihi cinta kepada Allah dan Rasulnya maka Allah akan membalas perbuatan itu dalam waktu yang dikehendaki-NYA ). Pada QS. At-Taubat: 34,[62] (menerangkan bahwa sebahagian besar dari orang-orang alim Yahudi dan rahib-rahib Nasrani benar-benar memakan harta orang dengan jalan yang batil ). Pada QS. Al-Isro’: 6,[63] ( menerangkan bahwa Allah akan membantu kaum yang beriman dengan harta dan anak-anak serta dengan kelompok yang besar untuk mengalahkan orang-orang Yahudi). Pada QS. Al-Isro’: 64,[64] ( menerangkan bahwa Allah memberikan kebebasan kepada setan untuk berserikat dengan manusia pada harta dan anak-anak serta memperbolehkan mengadakan perjanjian dengan manusia). Pada QS. Ar-Rum: 39,[65] ( menerangkan bahwa harta yang diperoleh dengan jalan riba agar bisa bertambah pada harta manusia, maka disisi Allah pada hakikatnya harta tersebut tidak bertambah). Pada QS. Al-Hadid: 20,[66] ( menerangkan bahwa karakteristik manusia adalah saling berkompotisi dan berlomba-lomba untuk menumpuk harta dan anak). Pada QS. Nuh: 12,[67] ( menerangkan bahwa orang yang bertaubat atas dosa-dosa yang ia perbuat maka Allah akan melapangkan rizki dan akan memperbanyak anak baginya).
Kata أَمْوَالا sendiri disebutkan sebanyak tiga kali, yaitu pada QS. At-Taubat: 69,[68] ( menerangkan tentang keadaan orang musyrik yang terdahulu bahwa mereka lebih banyak memiliki harta da anak keturunan ). Pada QS. Saba’: 35,[69] ( menerangkan tentang para penentang utusan Allah,ereka beranggapan bahwa dirinya lebih banyak memiliki harta dan anak keturunan serta mereka, menganggap dirinya akan selamat dari siksa). Pada QS. Yunus: 88,[70] ( menerangkan bahwa permohonan Nabi Musa agar kekayaan Firaun  dan para pengikutnya dibinasakan, karena mereka telah menyesatkan umat dari jalan yang bena).
Setelah mengetahui semua konten yang terdapat pada ayat-ayat diatas ternyata telah diketahui bahwa “harta” yang dimaksudkan dalam al-Quran harta-hartamu, meskipun harta itu sesungguhnya milik anak yatim dan orang safih yang diasuhnya, hal ini memberi isyarat bahwa para wali wajib mengelola harta tersebut seperti mengelola harta sendiri.
      Berdasarkan penelitian dalam kamus tersebut bahwa ada beberapa ayat yang berhubungan dengan kata أَمْوَالَكُمُ  pada ayat Makkiyah dan Madaniyah yang terdapat pada tabel berikut:

No
                     Makkiyah
                               Madaniyah
 01
Q.S. Al-Baqarah, ayat 279
Q.S.Al-Baqarah, ayat 155,188,261, 262
 02
Q.S. Al-Kahfi, ayat 71
Q.S. Al-Imran, ayat 10, 116, 186
 03
Q.S. Al-Jinn, ayat 4
Q.S. A,n-Nisa’, ayat 2, 5, 6, 10, 24, 29, 34, 38, 95
04
Q.S. Saba’, ayat 35, 37
Q.S. Al-Anfal, ayat 28, 72
05
Q.S. Hud, ayat 87
Q.S. At-Taubat, ayat 20, 24, 34, 41, 44, 55, 69, 81, 85, 88, 103, 111
06
Q.S. Al-Anfal, ayat 36
Q.S. Muhammad, ayat 36
07
Q.S. Al-Isro’, ayat 6, 64
Q.S. Shaf, ayat 11
08
Q.S. Ar-Rum, ayat 39
Q.S. Al-Munafiqun, ayat 9
09
Q.S. Nuh, ayat 12
Q.S. At-Taghabun, ayat 15
10
Q.S. Yunus, ayat 88
Q.S. Al-Fath, ayat 11
11
Q.S. Adz-Dzariyat, ayat 19
Q.S. Al-Hadid, ayat 20
12
Q.S. Al-Ma’arij, ayat 24
Q.S. Hujurat, ayat 15


Q.S. Al-Mujadalah, ayat 17


Q.S. Al-Hasyr, ayat 8




وَلا تُؤْتُوا السُّفَهَاءَ أَمْوَالَكُمُ Dan janganlah kamu serahkan kepada orang-orang yang belum sempurna akalnya, harta maksudnya adalah, Allah melarang kepada para wali untuk menyerahkan harta anak yatim yang merupakan sandaran kehidupan mereka kepada orang-orang yang tidak bijak, baik itu perempuan, anak laki-laki ataupun seorang yang memang tidak bijaksana yaitu kurang jeli dalam masalah maaliyah (harta), atau tidak tahu cara pengolahannya (membelanjakannya), hal ini ditakutkan mereka mempergunakan tidak sesuai dengan aturannya, atau merusaknya dengan berbagai cara, seperti menyia-nyiakan (menghambur-hamburkan) harta tersebut. Kemudian Allah memerintahkan kepada para wali menginfakkan harta itu untuk kebutuhan makan dan pakaian. Yang menarik adalah kata fiiha bukan minha, ini menunjukkan bahwa semestinya harta itu di investasikan, baik dalam bentuk usaha perdagangan, produksi ataupun cocok tanam, kemudian dari hasil keuntungan itulah yang dimakan. Dan memerintahkan mereka supaya berbicara kepada Sufaha’, yaitu orang-orang yang menahan harta mereka dengan perkataan yang baik, seperti tanggapan yang bagus dan kata-kata yang baik.
F. Analisis Munasabah
Sebelum kita masuk dalam bab analisis munasabah, terlebih dulu saya akan menjelaskan sedikit tentang analisis tersebut. Dalam analisis Munasabah ini terdapat beberapa teori untuk menemukan relasi antar ayat didalam Al-Qur’an. Pertama dengan cara mencari persamaan kata atau kandungan ayat dengan ayat sebelumnya, analisis seperti ini dinamakan At-Tamtsil (perumpamaan), Kedua mencari perlawanan kata atau kandungan pada ayat- ayat Al-Qur’an, analisis semacam ini dinamakan Al-Mudhaddah (perlawanan), Ketiga dengan cara memerhatikan akhir pembahasan pada satu ayat, jika kita tidak menemukan relasi dengan ayat berikutnya maka analisis semacam itu dinamakan Al-Istidrad (akhir pembicaraan), Keempat apabila pada ayat selanjutnya tidak ada keterkaitan kandungan dengan ayat sebelumnya maka analisis semacam ini dinamakan At-Takhalus (mengalihkan pembicaraan).

            Dalam surah An-Nisa’ ayat 5 ini. Seputar pengarahan Allah kepada umat-Nya tentang sesuatu yang dapat mengantarkan mereka guna meraih kebaikan dunia dan mendapatkan keberuntungan di akhirat. Kalimat وَلا تُؤْتُوا السُّفَهَاءَ أَمْوَالَكُمُ  memiliki keterkaitan dengan kalimat sesudahnya:
وَابْتَلُوا الْيَتَامَى حَتَّى إِذَا بَلَغُوا النِّكَاحَ فَإِنْ آنَسْتُمْ مِنْهُمْ رُشْدًا فَادْفَعُوا إِلَيْهِمْ أَمْوَالَهُمْ وَلا تَأْكُلُوهَا إِسْرَافًا وَبِدَارًا أَنْ يَكْبَرُوا وَمَنْ كَانَ غَنِيًّا فَلْيَسْتَعْفِفْ وَمَنْ كَانَ فَقِيرًا فَلْيَأْكُلْ بِالْمَعْرُوفِ فَإِذَا دَفَعْتُمْ إِلَيْهِمْ أَمْوَالَهُمْ فَأَشْهِدُوا عَلَيْهِمْ وَكَفَى بِاللَّهِ حَسِيبًا.
“Dan ujilah anak yatim itu sampai mereka cukup umur untuk kawin. Kemudian jika menurut pendapatmu mereka telah cerdas (pandai memelihara harta), maka serahkanlah kepada mereka harta-hartanya. Dan janganlah kamu makan harta anak yatim lebih dari batas kepatutan dan (janganlah kamu) tergesa-gesa (membelanjakannya) sebelum mereka dewasa. Barang siapa (di antara pemelihara itu) mampu, maka hendaklah ia menahan diri (dari memakan harta anak yatim itu) dan barang siapa miskin, maka bolehlah ia makan harta itu menurut yang patut. Kemudian apabila kamu menyerahkan harta kepada mereka, maka hendaklah kamu adakan saksi-saksi (tentang penyerahan itu) bagi mereka. Dan cukuplah Allah sebagai Pengawas (atas persaksian itu)”.
            Korelasi antara ayat pertama dan ayat kedua terdapat pada objek yang dituju oleh firman Allah, yaitu harta anak yatim (belum sempurna akalnya), artinya wajib atas kamu memberi latihan kepada mereka, sehingga akan memiliki kemampuan mengelola hartanya untuk hidup pada masa depannya, baik yang menyangkut kecerdasan akalnya, kelurusan budi, ataupun keterampilan usaha. Sebelum mereka benar-benar mandiri, Tuhan menyuruh para wali untuk mengujinya setahap demi setahap. Tak seluruh harta miliknya diserahkan sekaligus, tetapi sebagian demi sebagian. Baru setelah diketahui kemampuan dan tanggung jawabnya memadai, harta miliknya diserahkan kembali seluruhnya.
            Yang dimaksud dengan sudah cukup umur dan siap nikah, adalah sampai siap untuk beristri, yaitu setelah timbul keinginan berumah tangga, dan siap menjadi suami dan memimpin keluarga. Hal itu tidak akan bisa berjalan sempurna, jika dia belum mampu mengurus harta kekayaan.
            Abu Hanifah berpendapat, harta-harta anak yatim diserahkan kembali setelah seorang anak mencapai usia 25 tahun, walaupun secara kejiwaan belum benar-benar dewasa (rasyid).
            Dalam kitab al-amwal wa nadzriyatul aqdi disebutkan, ayat ini tegas menyatakan anak yatim wajib diasuh sampai umur dewasa atau dengan kata lain, perlu (tetap diasuh) sampai seorang mencapai dewasa.
            Al-Qurthubi dalam tafsirnya menjelaskan: said ibn jubair dan asy-sya’bi berpendapat, bisa terjadi seseorang telah berjenggot tetap belum berjiwa dewasa. Karena itu, harta orang yatim tetap belum boleh diserahkan kembali, meskipun usianya sudah tua, sampai dia benar-benar dewasa dan mampu hidup mandiri. Begitu pula pendapat adh-Dhahak. Beliau berkata, meskipun orang yatim sudah berusia 100 tahun, hartanya tetap belum boleh diserahkan, jika diketahui dia tidak mungkin mampu mengelolanya sendiri.
            Para fukaha dan ahli undang-undang sepakat menetapkan, seseorang diminta pertanggungjawaban atas perbuatannya dan mempunyai kebebasan menentukan hidupnya setelah cukup umur. Menurut pandangan syafi’iyah, hambaliyah, dan malikiyah, umur 15 tahun merupakan usia minimal untuk disebut seseorang anak telah cukup umur, baik lelaki ataupun perempuan. Tetapi bagi syi’ah, cukup umur adalah 19 tahun untuk anak perempuan, dan 20 tahun untuk anak-anak lelaki. Abu Hanifah berpendapat, cukup umur adalah 18 tahun untuk anak lelaki dan 17 tahun untuk anak perempuan.
            وَلا تَأْكُلُوهَا إِسْرَافًا وَبِدَارًا أَنْ يَكْبَرُوا : janganlah kamu makan (pergunakan) harta mereka dengan cara yang boros dan secara cepat-cepat, sebelum mereka dewasa.
Janganlah kamu ambil harta anak yatim dan jangan pula kamu memakan atau mempergunakan secara boros, tidak efisien, dan cepat-cepat menghabiskan sebelum anak tersebut mencapai cukup umur.
Mengenai penggunaan harta anak yatim dengan tidak boros dan tidak cepat-cepat dihabiskan sebelum anak sampai umur, Allah telah menerangkan hukumnya dengan firman-Nya :
وَمَنْ كَانَ غَنِيًّا فَلْيَسْتَعْفِفْ وَمَنْ كَانَ فَقِيرًا فَلْيَأْكُلْ : barang siapa cukup mampu (di antara kamu), maka hendaklah memelihara (menjauhkan) diri dari menggunakan harta-harta anak yatim. Barangsiapa tidak mampu (di antara kamu), maka hendaklah menggunakan secara makruf (sesuai kepentingan dan wajar ).
Kata ibn jabir: para ulama’ sepakat menetapkan bahwa harta anak yatim bukanlah harta wali (orang tua asuh). Oleh karena itu wali tidak boleh memakannya. Yang dibolehkan adalah meminjamkan saat ada keperluan. Boleh pula mengambil sebagai upah dengan kadar yang layak untuk pengurusan dan pelayanan atas harta-harta tersebut.
فَإِذَا دَفَعْتُمْ إِلَيْهِمْ أَمْوَالَهُمْ فَأَشْهِدُوا عَلَيْهِمْ : apabila kamu memberikan harta-harta tersebut kepada anak yatim, hadirkan saksi-sakti atas mereka.
            Apabila kamu menyerahkan kembali harta yang kau kelola kepada anak yatim sebagai pemilik, setelah dianggap anak itu cukup umur dan mampu mengelolanya sendiri, maka hadirlah saksi-saksi. Menghadirkan saksi, menurut mazhab syafi’i dan malik, adalah wajib hukumnya. Sedangkan ulama-ulama hanbaliyah memandang sunnat, bukan wajib.[71]
Allah memerintahkan untuk melakukan pengujian terhadap anak yatim tatkala telah mencapai akil balig dan telah dewasa dalam mengambil sikap, dengan cara memberikan sebagian harta kepada mereka, kemudian mereka diminta untuk melakukan perniagaan dengan harta itu, kalau ternyata mereka melakukan tindakan yang menunjukkan kemampuan mereka dalam mengurus harta, maka harta itu dikembalikan kepada mereka dengan memanggil saksi, supaya dikemudikan hari tidak terbuka peluang menagih kembali harta yang telah diberikan, dan cukuplah Allah sebagai saksi, pengawas dan penjaga.
Allah melarang memakan harta anak yatim dengan berlebih-lebihan atau memanfaatkan kesempatan sebelum harta itu diserahkan. Allah melarang kepada para wali anak yatim dan orang yang mendapatkan amanah memelihara anak yatim, agar tidak memakan harta anak yatim dengan berlebih-lebihan, yaitu membelanjakan diluar kebutuhan pokok, jangan pula bersegera memakan sebelum waktu penyerahan terjadi,” itulah yang dimaksud dengan Al-Mubadarah. Kemudian Allah memberikan jalan keluar bagi yang terpaksa, dengan cara apabila sang wali tergolong orang yang mampu maka janganlah memakan harta itu sedikitpun, dan bagi yang miskin maka makanlah dengan cara yang baik, bentuknya sebagai pinjaman dari harta itu, kemudian mengembalikannya bila sudah ada, atau bila si wali miskin maka tidaklah mengapa seorang wali bekerja dengan upah seperti tatkala ia bekerja di tempat lain. Namun, bagi yang kaya, dia diharuskan bekerja dengan ikhlas dan tanpa imbalan, balasannya ada di sisi Allah, dan Allah tidak akan menyia-nyiakan amalan setiap hamba-Nya.
















DAFTAR PUSTAKA
Al-Jazairi, Abu Bakar Jabir, Tafsir Al-Qur’an Al-Aisar (jilid 2), Jakarta Timur: Darus Sunnah Press, 2007
Shihab, M Quraish, wawasan Al-Qur’an, Bandung: Penerbit Mizan, 1996
Teungku Muhammad Hasbi Ash-Shiddieqy, Prof. DR, Tafsir Al-Qur’anul Majid An-Nur, Semarang: PT Pustaka Rizki Putra, 2000
Al-Qur’an dan Terjemahnya, CV Penerbit Diponegoro




[1] Orang safih: yang memboroskan harta, tidak dapat mengelola secara semestinya.
) وَلا تُؤْتُوا السُّفَهَاءَ أَمْوَالَكُمُ الَّتِي جَعَلَ اللَّهُ لَكُمْ قِيَامًا وَارْزُقُوهُمْ فِيهَا وَاكْسُوهُمْ وَقُولُوا لَهُمْ قَوْلا مَعْرُوفًا [2]
) قَالَ لَنْ أُرْسِلَهُ مَعَكُمْ حَتَّى تُؤْتُونِ مَوْثِقًا مِنَ اللَّهِ لَتَأْتُنَّنِي بِهِ إِلا أَنْ يُحَاطَ بِكُمْ فَلَمَّا آتَوْهُ مَوْثِقَهُمْ قَالَ اللَّهُ عَلَى مَا نَقُولُ وَكِيلٌ [3](
وَيَسْتَفْتُونَكَ فِي النِّسَاءِ قُلِ اللَّهُ يُفْتِيكُمْ فِيهِنَّ وَمَا يُتْلَى عَلَيْكُمْ فِي الْكِتَابِ فِي يَتَامَى النِّسَاءِ اللاتِي لا تُؤْتُونَهُنَّ ([4]
وَمِنَ الَّذِينَ هَادُوا سَمَّاعُونَ لِلْكَذِبِ سَمَّاعُونَ لِقَوْمٍ آخَرِينَ لَمْ يَأْتُوكَ يُحَرِّفُونَ الْكَلِمَ مِنْ بَعْدِ مَوَاضِعِهِ يَقُولُونَ إِنْ أُوتِيتُمْ هَذَا فَخُذُوهُ وَإِنْ لَمْ تُؤْتَوْهُ ([5]
قُلِ اللَّهُمَّ مَالِكَ الْمُلْكِ تُؤْتِي الْمُلْكَ مَنْ تَشَاءُ وَتَنْزِعُ الْمُلْكَ مِمَّنْ تَشَاءُ وَتُعِزُّ مَنْ تَشَاءُ وَتُذِلُّ مَنْ تَشَاءُ بِيَدِكَ الْخَيْرُ إِنَّكَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيرٌ ([6]
وَلا تُؤْتُوا السُّفَهَاءَ أَمْوَالَكُمُ الَّتِي جَعَلَ اللَّهُ لَكُمْ قِيَامًا وَارْزُقُوهُمْ فِيهَا وَاكْسُوهُمْ وَقُولُوا لَهُمْ قَوْلا مَعْرُوفًا ([7]
وَمَنْ يَرْغَبُ عَنْ مِلَّةِ إِبْرَاهِيمَ إِلا مَنْ سَفِهَ نَفْسَهُ وَلَقَدِ اصْطَفَيْنَاهُ فِي الدُّنْيَا وَإِنَّهُ فِي الآخِرَةِ لَمِنَ الصَّالِحِينَ ([8]
قَدْ خَسِرَ الَّذِينَ قَتَلُوا أَوْلادَهُمْ سَفَهًا بِغَيْرِ عِلْمٍ وَحَرَّمُوا مَا رَزَقَهُمُ اللَّهُ افْتِرَاءً عَلَى اللَّهِ قَدْ ضَلُّوا وَمَا كَانُوا مُهْتَدِينَ ([9]
وَلا يَبْخَسْ مِنْهُ شَيْئًا فَإِنْ كَانَ الَّذِي عَلَيْهِ الْحَقُّ سَفِيهًا أَوْ ضَعِيفًا أَوْ لا يَسْتَطِيعُ أَنْ يُمِلَّ هُوَ فَلْيُمْلِلْ وَلِيُّهُ بِالْعَدْلِ ([10]
وَأَنَّهُ كَانَ يَقُولُ سَفِيهُنَا عَلَى اللَّهِ شَطَطًا ([11]
وَلا تَأْكُلُوا أَمْوَالَكُمْ بَيْنَكُمْ بِالْبَاطِلِ وَتُدْلُوا بِهَا إِلَى الْحُكَّامِ لِتَأْكُلُوا فَرِيقًا مِنْ أَمْوَالِ النَّاسِ بِالإثْمِ وَأَنْتُمْ تَعْلَمُونَ ([12]
فَإِنْ لَمْ تَفْعَلُوا فَأْذَنُوا بِحَرْبٍ مِنَ اللَّهِ وَرَسُولِهِ وَإِنْ تُبْتُمْ فَلَكُمْ رُءُوسُ أَمْوَالِكُمْ لا تَظْلِمُونَ وَلا تُظْلَمُونَ ([13]
لَتُبْلَوُنَّ فِي أَمْوَالِكُمْ وَأَنْفُسِكُمْ وَلَتَسْمَعُنَّ مِنَ الَّذِينَ أُوتُوا الْكِتَابَ مِنْ قَبْلِكُمْ وَمِنَ الَّذِينَ أَشْرَكُوا أَذًى كَثِيرًا وَإِنْ تَصْبِرُوا وَتَتَّقُوا فَإِنَّ ذَلِكَ مِنْ عَزْمِ الأمُورِ ([14]
وَآتُوا الْيَتَامَى أَمْوَالَهُمْ وَلا تَتَبَدَّلُوا الْخَبِيثَ بِالطَّيِّبِ وَلا تَأْكُلُوا أَمْوَالَهُمْ إِلَى أَمْوَالِكُمْ إِنَّهُ كَانَ حُوبًا كَبِيرًا ([15]
وَلا تُؤْتُوا السُّفَهَاءَ أَمْوَالَكُمُ الَّتِي جَعَلَ اللَّهُ لَكُمْ قِيَامًا وَارْزُقُوهُمْ فِيهَا وَاكْسُوهُمْ وَقُولُوا لَهُمْ قَوْلا مَعْرُوفًا ([16]
وَالْمُحْصَنَاتُ مِنَ النِّسَاءِ إِلا مَا مَلَكَتْ أَيْمَانُكُمْ كِتَابَ اللَّهِ عَلَيْكُمْ وَأُحِلَّ لَكُمْ مَا وَرَاءَ ذَلِكُمْ أَنْ تَبْتَغُوا بِأَمْوَالِكُمْ مُحْصِنِينَ غَيْرَ مُسَافِحِينَ ([17]
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لا تَأْكُلُوا أَمْوَالَكُمْ بَيْنَكُمْ بِالْبَاطِلِ إِلا أَنْ تَكُونَ تِجَارَةً عَنْ تَرَاضٍ مِنْكُمْ وَلا تَقْتُلُوا أَنْفُسَكُمْ إِنَّ اللَّهَ كَانَ بِكُمْ رَحِيمًا ([18]
وَاعْلَمُوا أَنَّمَا أَمْوَالُكُمْ وَأَوْلادُكُمْ فِتْنَةٌ وَأَنَّ اللَّهَ عِنْدَهُ أَجْرٌ عَظِيمٌ ([19]
انْفِرُوا خِفَافًا وَثِقَالا وَجَاهِدُوا بِأَمْوَالِكُمْ وَأَنْفُسِكُمْ فِي سَبِيلِ اللَّهِ ذَلِكُمْ خَيْرٌ لَكُمْ إِنْ كُنْتُمْ تَعْلَمُونَ ([20]
وَمَا أَمْوَالُكُمْ وَلا أَوْلادُكُمْ بِالَّتِي تُقَرِّبُكُمْ عِنْدَنَا زُلْفَى إِلا مَنْ آمَنَ وَعَمِلَ صَالِحًا فَأُولَئِكَ لَهُمْ جَزَاءُ الضِّعْفِ بِمَا عَمِلُوا وَهُمْ فِي الْغُرُفَاتِ آمِنُونَ ([21]
إِنَّمَا الْحَيَاةُ الدُّنْيَا لَعِبٌ وَلَهْوٌ وَإِنْ تُؤْمِنُوا وَتَتَّقُوا يُؤْتِكُمْ أُجُورَكُمْ وَلا يَسْأَلْكُمْ أَمْوَالَكُمْ  ([22]
تُؤْمِنُونَ بِاللَّهِ وَرَسُولِهِ وَتُجَاهِدُونَ فِي سَبِيلِ اللَّهِ بِأَمْوَالِكُمْ وَأَنْفُسِكُمْ ذَلِكُمْ خَيْرٌ لَكُمْ إِنْ كُنْتُمْ تَعْلَمُونَ ([23]
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لا تُلْهِكُمْ أَمْوَالُكُمْ وَلا أَوْلادُكُمْ عَنْ ذِكْرِ اللَّهِ وَمَنْ يَفْعَلْ ذَلِكَ فَأُولَئِكَ هُمُ الْخَاسِرُونَ ([24]
إِنَّمَا أَمْوَالُكُمْ وَأَوْلادُكُمْ فِتْنَةٌ وَاللَّهُ عِنْدَهُ أَجْرٌ عَظِيمٌ ([25]
قَالُوا يَا شُعَيْبُ أَصَلاتُكَ تَأْمُرُكَ أَنْ نَتْرُكَ مَا يَعْبُدُ آبَاؤُنَا أَوْ أَنْ نَفْعَلَ فِي أَمْوَالِنَا مَا نَشَاءُ إِنَّكَ لأنْتَ الْحَلِيمُ الرَّشِيدُ ([26]
سَيَقُولُ لَكَ الْمُخَلَّفُونَ مِنَ الأعْرَابِ شَغَلَتْنَا أَمْوَالُنَا وَأَهْلُونَا فَاسْتَغْفِرْ لَنَا يَقُولُونَ بِأَلْسِنَتِهِمْ مَا لَيْسَ فِي قُلُوبِهِمْ ([27]
مَثَلُ الَّذِينَ يُنْفِقُونَ أَمْوَالَهُمْ فِي سَبِيلِ اللَّهِ كَمَثَلِ حَبَّةٍ أَنْبَتَتْ سَبْعَ سَنَابِلَ فِي كُلِّ سُنْبُلَةٍ مِائَةُ حَبَّةٍ وَاللَّهُ يُضَاعِفُ لِمَنْ يَشَاءُ وَاللَّهُ وَاسِعٌ عَلِيمٌ ([28]
الَّذِينَ يُنْفِقُونَ أَمْوَالَهُمْ فِي سَبِيلِ اللَّهِ ثُمَّ لا يُتْبِعُونَ مَا أَنْفَقُوا مَنًّا وَلا أَذًى لَهُمْ أَجْرُهُمْ عِنْدَ رَبِّهِمْ وَلا خَوْفٌ عَلَيْهِمْ وَلا هُمْ يَحْزَنُونَ ([29]
وَمَثَلُ الَّذِينَ يُنْفِقُونَ أَمْوَالَهُمُ ابْتِغَاءَ مَرْضَاةِ اللَّهِ وَتَثْبِيتًا مِنْ أَنْفُسِهِمْ كَمَثَلِ جَنَّةٍ بِرَبْوَةٍ أَصَابَهَا وَابِلٌ فَآتَتْ أُكُلَهَا ضِعْفَيْنِ ([30]
الَّذِينَ يُنْفِقُونَ أَمْوَالَهُمْ بِاللَّيْلِ وَالنَّهَارِ سِرًّا وَعَلانِيَةً فَلَهُمْ أَجْرُهُمْ عِنْدَ رَبِّهِمْ وَلا خَوْفٌ عَلَيْهِمْ وَلا هُمْ يَحْزَنُونَ ([31]
إِنَّ الَّذِينَ كَفَرُوا لَنْ تُغْنِيَ عَنْهُمْ أَمْوَالُهُمْ وَلا أَوْلادُهُمْ مِنَ اللَّهِ شَيْئًا وَأُولَئِكَ هُمْ وَقُودُ النَّارِ ([32]
إِنَّ الَّذِينَ كَفَرُوا لَنْ تُغْنِيَ عَنْهُمْ أَمْوَالُهُمْ وَلا أَوْلادُهُمْ مِنَ اللَّهِ شَيْئًا وَأُولَئِكَ أَصْحَابُ النَّارِ هُمْ فِيهَا خَالِدُونَ ([33]
وَآتُوا الْيَتَامَى أَمْوَالَهُمْ وَلا تَتَبَدَّلُوا الْخَبِيثَ بِالطَّيِّبِ وَلا تَأْكُلُوا أَمْوَالَهُمْ إِلَى أَمْوَالِكُمْ إِنَّهُ كَانَ حُوبًا كَبِيرًا ([34]
وَلا تَأْكُلُوا أَمْوَالَهُمْ إِلَى أَمْوَالِكُمْ إِنَّهُ كَانَ حُوبًا كَبِيرًا ([35]
وَابْتَلُوا الْيَتَامَى حَتَّى إِذَا بَلَغُوا النِّكَاحَ فَإِنْ آنَسْتُمْ مِنْهُمْ رُشْدًا فَادْفَعُوا إِلَيْهِمْ أَمْوَالَهُمْ وَلا تَأْكُلُوهَا إِسْرَافًا وَبِدَارًا أَنْ يَكْبَرُوا وَمَنْ كَانَ غَنِيًّا فَلْيَسْتَعْفِفْ ([36]
وَمَنْ كَانَ فَقِيرًا فَلْيَأْكُلْ بِالْمَعْرُوفِ فَإِذَا دَفَعْتُمْ إِلَيْهِمْ أَمْوَالَهُمْ فَأَشْهِدُوا عَلَيْهِمْ وَكَفَى بِاللَّهِ حَسِيبًا ([37]
الرِّجَالُ قَوَّامُونَ عَلَى النِّسَاءِ بِمَا فَضَّلَ اللَّهُ بَعْضَهُمْ عَلَى بَعْضٍ وَبِمَا أَنْفَقُوا مِنْ أَمْوَالِهِمْ فَالصَّالِحَاتُ قَانِتَاتٌ حَافِظَاتٌ لِلْغَيْبِ بِمَا حَفِظَ اللَّهُ ([38]
وَالَّذِينَ يُنْفِقُونَ أَمْوَالَهُمْ رِئَاءَ النَّاسِ وَلا يُؤْمِنُونَ بِاللَّهِ وَلا بِالْيَوْمِ الآخِرِ وَمَنْ يَكُنِ الشَّيْطَانُ لَهُ قَرِينًا فَسَاءَ قَرِينًا ([39]
لا يَسْتَوِي الْقَاعِدُونَ مِنَ الْمُؤْمِنِينَ غَيْرُ أُولِي الضَّرَرِ وَالْمُجَاهِدُونَ فِي سَبِيلِ اللَّهِ بِأَمْوَالِهِمْ وَأَنْفُسِهِمْ ([40]
فَضَّلَ اللَّهُ الْمُجَاهِدِينَ بِأَمْوَالِهِمْ وَأَنْفُسِهِمْ عَلَى الْقَاعِدِينَ دَرَجَةً وَكُلا وَعَدَ اللَّهُ الْحُسْنَى وَفَضَّلَ اللَّهُ الْمُجَاهِدِينَ عَلَى الْقَاعِدِينَ أَجْرًا عَظِيمًا ([41]
إِنَّ الَّذِينَ كَفَرُوا يُنْفِقُونَ أَمْوَالَهُمْ لِيَصُدُّوا عَنْ سَبِيلِ اللَّهِ فَسَيُنْفِقُونَهَا ثُمَّ تَكُونُ عَلَيْهِمْ حَسْرَةً ثُمَّ يُغْلَبُونَ وَالَّذِينَ كَفَرُوا إِلَى جَهَنَّمَ يُحْشَرُونَ ([42]
إِنَّ الَّذِينَ آمَنُوا وَهَاجَرُوا وَجَاهَدُوا بِأَمْوَالِهِمْ وَأَنْفُسِهِمْ فِي سَبِيلِ اللَّهِ ([43]
الَّذِينَ آمَنُوا وَهَاجَرُوا وَجَاهَدُوا فِي سَبِيلِ اللَّهِ بِأَمْوَالِهِمْ وَأَنْفُسِهِمْ أَعْظَمُ دَرَجَةً عِنْدَ اللَّهِ وَأُولَئِكَ هُمُ الْفَائِزُونَ ([44]
لا يَسْتَأْذِنُكَ الَّذِينَ يُؤْمِنُونَ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الآخِرِ أَنْ يُجَاهِدُوا بِأَمْوَالِهِمْ وَأَنْفُسِهِمْ وَاللَّهُ عَلِيمٌ بِالْمُتَّقِينَ ([45]
فَلا تُعْجِبْكَ أَمْوَالُهُمْ وَلا أَوْلادُهُمْ إِنَّمَا يُرِيدُ اللَّهُ لِيُعَذِّبَهُمْ بِهَا فِي الْحَيَاةِ الدُّنْيَا وَتَزْهَقَ أَنْفُسُهُمْ وَهُمْ كَافِرُونَ ([46]
فَرِحَ الْمُخَلَّفُونَ بِمَقْعَدِهِمْ خِلافَ رَسُولِ اللَّهِ وَكَرِهُوا أَنْ يُجَاهِدُوا بِأَمْوَالِهِمْ وَأَنْفُسِهِمْ فِي سَبِيلِ اللَّهِ ([47]
لَكِنِ الرَّسُولُ وَالَّذِينَ آمَنُوا مَعَهُ جَاهَدُوا بِأَمْوَالِهِمْ وَأَنْفُسِهِمْ وَأُولَئِكَ لَهُمُ الْخَيْرَاتُ وَأُولَئِكَ هُمُ الْمُفْلِحُونَ ([48]
خُذْ مِنْ أَمْوَالِهِمْ صَدَقَةً تُطَهِّرُهُمْ وَتُزَكِّيهِمْ بِهَا وَصَلِّ عَلَيْهِمْ إِنَّ صَلاتَكَ سَكَنٌ لَهُمْ وَاللَّهُ سَمِيعٌ عَلِيمٌ ([49]
إِنَّ اللَّهَ اشْتَرَى مِنَ الْمُؤْمِنِينَ أَنْفُسَهُمْ وَأَمْوَالَهُمْ بِأَنَّ لَهُمُ الْجَنَّةَ يُقَاتِلُونَ فِي سَبِيلِ اللَّهِ ([50]
وَقَالَ مُوسَى رَبَّنَا إِنَّكَ آتَيْتَ فِرْعَوْنَ وَمَلأهُ زِينَةً وَأَمْوَالا فِي الْحَيَاةِ الدُّنْيَا ([51]
وَأَوْرَثَكُمْ أَرْضَهُمْ وَدِيَارَهُمْ وَأَمْوَالَهُمْ وَأَرْضًا لَمْ تَطَئُوهَا وَكَانَ اللَّهُ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيرًا ([52]
إِنَّمَا الْمُؤْمِنُونَ الَّذِينَ آمَنُوا بِاللَّهِ وَرَسُولِهِ ثُمَّ لَمْ يَرْتَابُوا وَجَاهَدُوا بِأَمْوَالِهِمْ وَأَنْفُسِهِمْ فِي سَبِيلِ اللَّهِ أُولَئِكَ هُمُ الصَّادِقُونَ ([53]
وَفِي أَمْوَالِهِمْ حَقٌّ لِلسَّائِلِ وَالْمَحْرُومِ ([54]
لَنْ تُغْنِيَ عَنْهُمْ أَمْوَالُهُمْ وَلا أَوْلادُهُمْ مِنَ اللَّهِ شَيْئًا أُولَئِكَ أَصْحَابُ النَّارِ هُمْ فِيهَا خَالِدُونَ ([55]
لِلْفُقَرَاءِ الْمُهَاجِرِينَ الَّذِينَ أُخْرِجُوا مِنْ دِيارِهِمْ وَأَمْوَالِهِمْ ([56]
وَالَّذِينَ فِي أَمْوَالِهِمْ حَقٌّ مَعْلُومٌ ([57]
وَلَنَبْلُوَنَّكُمْ بِشَيْءٍ مِنَ الْخَوْفِ وَالْجُوعِ وَنَقْصٍ مِنَ الأمْوَالِ وَالأنْفُسِ وَالثَّمَرَاتِ وَبَشِّرِ الصَّابِرِينَ ([58]
إِنَّ الَّذِينَ يَأْكُلُونَ أَمْوَالَ الْيَتَامَى ظُلْمًا إِنَّمَا يَأْكُلُونَ فِي بُطُونِهِمْ نَارًا وَسَيَصْلَوْنَ سَعِيرًا ([59]
وَأَخْذِهِمُ الرِّبَا وَقَدْ نُهُوا عَنْهُ وَأَكْلِهِمْ أَمْوَالَ النَّاسِ بِالْبَاطِلِ وَأَعْتَدْنَا لِلْكَافِرِينَ مِنْهُمْ عَذَابًا أَلِيمًا ([60]
قُلْ إِنْ كَانَ آبَاؤُكُمْ وَأَبْنَاؤُكُمْ وَإِخْوَانُكُمْ وَأَزْوَاجُكُمْ وَعَشِيرَتُكُمْ وَأَمْوَالٌ اقْتَرَفْتُمُوهَا ([61]
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِنَّ كَثِيرًا مِنَ الأحْبَارِ وَالرُّهْبَانِ لَيَأْكُلُونَ أَمْوَالَ النَّاسِ بِالْبَاطِلِ ([62]
ثُمَّ رَدَدْنَا لَكُمُ الْكَرَّةَ عَلَيْهِمْ وَأَمْدَدْنَاكُمْ بِأَمْوَالٍ وَبَنِينَ وَجَعَلْنَاكُمْ أَكْثَرَ نَفِيرًا ([63]
وَاسْتَفْزِزْ مَنِ اسْتَطَعْتَ مِنْهُمْ بِصَوْتِكَ وَأَجْلِبْ عَلَيْهِمْ بِخَيْلِكَ وَرَجِلِكَ وَشَارِكْهُمْ فِي الأمْوَالِ ([64]
وَمَا آتَيْتُمْ مِنْ رِبًا لِيَرْبُوَ فِي أَمْوَالِ النَّاسِ فَلا يَرْبُو عِنْدَ اللَّهِ وَمَا آتَيْتُمْ مِنْ زَكَاةٍ تُرِيدُونَ وَجْهَ اللَّهِ فَأُولَئِكَ هُمُ الْمُضْعِفُونَ ([65]
وَمِنْ آيَاتِهِ أَنْ خَلَقَكُمْ مِنْ تُرَابٍ ثُمَّ إِذَا أَنْتُمْ بَشَرٌ تَنْتَشِرُونَ ([66]
وَيُمْدِدْكُمْ بِأَمْوَالٍ وَبَنِينَ وَيَجْعَلْ لَكُمْ جَنَّاتٍ وَيَجْعَلْ لَكُمْ أَنْهَارًا ([67]
كَالَّذِينَ مِنْ قَبْلِكُمْ كَانُوا أَشَدَّ مِنْكُمْ قُوَّةً وَأَكْثَرَ أَمْوَالا ([68]
وَقَالُوا نَحْنُ أَكْثَرُ أَمْوَالا وَأَوْلادًا وَمَا نَحْنُ بِمُعَذَّبِينَ ([69]
وَقَالَ مُوسَى رَبَّنَا إِنَّكَ آتَيْتَ فِرْعَوْنَ وَمَلأهُ زِينَةً وَأَمْوَالا ([70]
[71] ) tafsir Al-Qur’anul masjid An-Nur jilid 2, hal: 785

Labels: , | edit post
0 Responses

Post a Comment