BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar
Belakang Masalah
Sesungguhnya Allah SWT memilih sejumlah kaum
musliminyang terbaik untuk mengemban risalah ilmu yang telah diwariskan oleh
Rasulullah SAW, mengingat beliau tidak mewariskan uang Dinar maupun Dirham
malinkan ilmu jika seorang mengambilnya,
maka ia akan meraih keuntungan yang
sangat besar.
Puncak dan buah yang dipetik dari ilmu adalah
fiqh(pemahaman agama) yang dinyatakan oleh Rasulullah SAW dalam sebuah hadits:
من يردالله به خيرا يفقه فى الدين
Artinya:”Barangsiapa
yang dikehendaki oleh Allah SWT menjadi orang baik, maka Allah akan
memahamkan(masalah-masalah) agama kepadanya.”
Fiqh adalah pemahaman dan upaya mengambil
kesimpulan dari dalil-dalil dan hadits Nabi.Oleh sebab itu fiqh yang
berdasarkan kepada dan Sunnah adalah fiqh yang benar dan madzhab orang yang
melaksanakannyaadalah madzhab yang lurus.Wanita berada ditengah gempuran dahsyat berbagai gelombang fitnah, terutama
fitnah wanita. Terlebih jika kita mengingat musuh-musuhnya dari orang kafir
yang berusaha gigih untuk melepaskan mereka dari rasa malu dan kesucian, serta
menjauhkan mereka dari manhaj Nabi SAW dengan cara membuat mereka tidak faham
masalah-masalah agama.
Dari permasalahan-permaslahan yang ada di atas,
khususnya bahayanya bagi kaum wanita, maka disini kami akan menjelaskan tentang
konsep mahram, pengertian dan hal-hal yang berhubungan dengannya. Tujuan kami
adalah agar wanita khususnya dan masyarakat luas pada umumnya mengetahui apa itu
mahram sehingga pergaulan yang bebas bisa dikendalikan.
1.2 Rumusan
Masalah
1.
Apa pengertian mahram ?
2.
Berapakah macam-macam mahram dan hukumnya?
3.
Bagaimana mahram perspektif KHI?
1.3 Tujuan
Pembahasan
1.
Untuk mengetahui apa pengertian mahram.
2.
Untuk mengetahui berapa macam-macam mahram dan
hukumnya.
3.
Untuk mengetahui mahram perspektif KHI.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian
Mahram
Mahram
berarti yang terlarang atau sesuatu yang terlarang.Maksudnya ialah wanita yang tidak
boleh dinikahi.Pengertian mahram menurut Imam Ibnu Qudamah adalah: “Semua orang
yang haram untuk dinikahi selama-lamanya karena sebab nasab (keturunan)
persusuan dan pernikahan.” Dari definisi ini dapat disimpulkan bahwa mahram
mencakup tiga macam, karena sebab keturunan, persususan dan pernikahan.
2.2 Macam-Macam
Mahram
Pada
garis besarnya wanita yang tidak boleh dinikahi itu dapat dibagi menjadi dua, yaitu
terlarang sementara (mahram muaqqat)[1]
dan terlarang selama-lamanya (mahram muabbad).
a.
Yang termasuk didalam “mahrammuaqqat” ialah:
1.
Karena mengumpulkan dua orang wanita yang ada
hubungan mahram.
Dasar hukumnya ialah firman Allah QS. An-Nisa’: 23
ôy#n=ys%$tBwÎ)Èû÷ütG÷zW{$#ú÷üt/#qãèyJôfs?br&ur(
“dan
menghimpunkan (dalam perkawinan) dua perempuan yang bersaudara, kecuali yang telah
terjadi pada masa lampau
2.
Istri orang lain dan wanita yang masih dalam
masa iddah
àM»oY|ÁósßJø9$#urz`ÏBÏä!$|¡ÏiY9$#wÎ)$tBôMs3n=tBöNà6ãY»yJ÷r&
“Dan (diharamkan juga kamu mengawini) wanita
yang bersuami, kecuali budak-budak yang kamu miliki”(an-Nisa’:24)
3.
Wanita-wanita musyrik hingga masuk islam.
wur (#qßsÅ3Zs? ÏM»x.Îô³ßJø9$# 4Ó®Lym £`ÏB÷sã 4 ×ptBV{ur îpoYÏB÷sB ×öyz `ÏiB 7px.Îô³B öqs9ur öNä3÷Gt6yfôãr&
Dan
janganlah kamu menikahi wanita-wanita musyrik, sebelum mereka
beriman.Sesungguhnya wanita budak yang mukmin lebih baik dari wanita musyrik,
walaupun dia menarik hatimu.(al- Baqarah:221)
4.
Karena telah dicerai tiga kali, karena itu
daharamkan bagi orang yang menceraikannya untuk langsung dinikahi.
bÎ*sù $ygs)¯=sÛ xsù @ÏtrB ¼ã&s! .`ÏB ß÷èt/ 4Ó®Lym yxÅ3Ys? %¹`÷ry ¼çnuöxî 3 bÎ*sù $ygs)¯=sÛ xsù yy$uZã_ !$yJÍkön=tæ br& !$yèy_#utIt bÎ) !$¨Zsß br& $yJÉ)ã yrßãn «!$# 3 y7ù=Ï?ur ßrßãn «!$# $pkß]Íhu;ã 5Qöqs)Ï9 tbqßJn=ôèt ÇËÌÉÈ
Kemudian
jika si suami mentalaknya (sesudah Talak yang kedua), Maka perempuan itu tidak
lagi halal baginya hingga dia kawin dengan suami yang lain. Kemudian jika suami
yang lain itu menceraikannya, Maka tidak ada dosa bagi keduanya (bekas suami
pertama dan isteri) untuk kawin kembali jika keduanya berpendapat akan dapat
menjalankan hukum-hukum Allah. Itulah hukum-hukum Allah, diterangkan-Nya kepada
kaum yang (mau) Mengetahui.(al-Baqarah:230)
5.
Menikah dengan wanita kelima bagi yang telah
berpoligami dengan empat istri.[2]
÷÷bÎ)ur
÷LäêøÿÅz wr&
(#qäÜÅ¡ø)è?
Îû
4uK»tGuø9$#
(#qßsÅ3R$$sù $tB z>$sÛ Nä3s9 z`ÏiB Ïä!$|¡ÏiY9$#
4Óo_÷WtB y]»n=èOur yì»t/âur
Dan jika
kamu takut tidak akan dapat berlaku adil terhadap (hak-hak) perempuan yang
yatim (bilamana kamu mengawininya), Maka kawinilah wanita-wanita (lain) yang
kamu senangi : dua, tiga atau empat.(an-Nisa:3)
Yang
lima macam diatas adalah yang disepakati para ahli fiqh. Adapun yang
diperselisihkan ahli fiqh ialah:
1.
Karena Ihram
Orang
yang sedang melakukan ihram tidak boleh melangsungkan akad nikah, jika ada yang
melangsungkannya maka pernikahan itu tidak sah menurut kebanyakan ulama’ atau
jumhur. Dalilnya adalah hadits Utsman bin Affan ra yang menyatakan Rasulullah
bersabda yang artinya:”Orang yang sedang
melaksanakan ihram tidak boleh menikah, menikahkan, atau melamar wanita.”(HR.
Muslim, Tirmidzi, Abu Dawud, Nasa’i dan Ibnu Majjah)
2.
Karena pezina
Seorang
lelaki tidak boleh menikah dengan wanita yang berbuat zina begitu juga
sebaliknya kecuali jika mereka berdua telah bertaubat.
ÎT#¨9$# w
ßxÅ3Zt wÎ)
ºpuÏR#y ÷rr& Zpx.Îô³ãB èpuÏR#¨9$#ur
w
!$ygßsÅ3Zt wÎ)
Ab#y ÷rr& Ô8Îô³ãB 4 tPÌhãmur y7Ï9ºs n?tã tûüÏZÏB÷sßJø9$# ÇÌÈ
“Laki-laki yang berzina tidak mengawini
melainkan perempuan yang berzina, atau perempuan yang musyrik; dan perempuan
yang berzina tidak dikawini melainkan oleh laki-laki yang berzina atau
laki-laki musyrik, dan yang demikian itu diharamkan atas oran-orang yang mukmin”(an-Nuur:3)
b.
Yang termasuk dalam “Tahrim muabbad” yaitu
Wanita yang terlarang untuk mengawininya selama-lamanya ialah disebabkan oleh:
a) Karena keturunan nasab
ôMtBÌhãm
öNà6øn=tã
öNä3çG»yg¨Bé& öNä3è?$oYt/ur öNà6è?ºuqyzr&ur öNä3çG»£Jtãur öNä3çG»n=»yzur
ßN$oYt/ur ËF{$#
ßN$oYt/ur ÏM÷zW{$#
ãNà6çF»yg¨Bé&ur ûÓÉL»©9$# öNä3oY÷è|Êör& Nà6è?ºuqyzr&ur ÆÏiB Ïpyè»|ʧ9$#
àM»yg¨Bé&ur öNä3ͬ!$|¡ÎS
ãNà6ç6Í´¯»t/uur
ÓÉL»©9$#
Îû Nà2Íqàfãm
`ÏiB
ãNä3ͬ!$|¡ÎpS ÓÉL»©9$#
OçFù=yzy £`ÎgÎ/
bÎ*sù öN©9
(#qçRqä3s?
OçFù=yzy ÆÎgÎ/
xsù
yy$oYã_ öNà6øn=tæ
ã@Í´¯»n=ymur
ãNà6ͬ!$oYö/r& tûïÉ©9$#
ô`ÏB
öNà6Î7»n=ô¹r& br&ur (#qãèyJôfs? ú÷üt/
Èû÷ütG÷zW{$#
wÎ)
$tB ôs%
y#n=y
3 cÎ)
©!$#
tb%x. #Yqàÿxî
$VJÏm§
ÇËÌÈ
“Diharamkan atas kamu
(mengawini) ibu-ibumu; anak-anakmu yang perempuan; saudara-saudaramu yang
perempuan, Saudara-saudara bapakmu yang perempuan; Saudara-saudara ibumu yang
perempuan; anak-anak perempuan dari saudara-saudaramu yang laki-laki; anak-anak
perempuan dari saudara-saudaramu yang perempuan; ibu-ibumu yang menyusui kamu;
saudara perempuan sepersusuan; ibu-ibu isterimu (mertua); anak-anak isterimu
yang dalam pemeliharaanmu dari isteri yang Telah kamu campuri, tetapi jika kamu
belum campur dengan isterimu itu (dan sudah kamu ceraikan), Maka tidak berdosa
kamu mengawininya; (dan diharamkan bagimu) isteri-isteri anak kandungmu
(menantu); dan menghimpunkan (dalam perkawinan) dua perempuan yang bersaudara,
kecuali yang Telah terjadi pada masa lampau; Sesungguhnya Allah Maha Pengampun
lagi Maha Penyayang. (an-Nisa’: 23)
Wanita
yang terlarang memurut ayat diatas ialah:
1)
Ibu-ibu,maksudnya ialah ibu, ibu dari ibu, ibu
dari ayah dan seterusnya keatas.
2)
Anak perempuan, maksudnya ialah anak-anak
perempuan, cucu perempuan dan seterusnya kebawah.
3)
Saudara perempuan, maksudnya ialah saudara
perempuan sekandung, seayah, dan seibu.
4)
Saudara ayah yang perempuan: termasuk juga
didalamnya saudara kakek yang perempuan.
5)
Daudara ibu yang perempuan: termasuk juga
didalamnya saudara nenek yang perempuan.
6)
Anak-anak perempuan dari saudara laki-laki, maksudnya
saudara laki-laki sekandung, seayah, dan seibu.
7)
Anak perempuan dari saudara perempuan, maksudnya
ialah saudara perempuan sekandung, seyah atau seibu.
Mengenai anak-anak perempuan dari
saudara-saudara ayah dan saudara-saudara ibu yang perempuan ataupun yang
laki-laki termasuk halal dikawini, karena termasuk dalm firman Allah SWT QS: an-Nisa’:
24
4¨4
¨@Ïmé&ur Nä3s9 $¨B
uä!#uur öNà6Ï9ºs
“..dan dihalalkan bagi kamu selain yang demikian..”
b) Karena mengawini seorang wanita (mushaharah)
1)
Bekas istri ayah, dasarnya adalah firman Allah
QS. an-Nisa’:22
(Nà2ät!$t/#uäyxs3tR$tB#qßsÅ3Zs?wur
“Dan janganlah kamu kawini wanita-wanita yang
telah dikawini oleh ayahmu, terkecuali pada masa yang telah lampau. Sesungguhnya
perbuatan itu amat keji dan dibenci Allah dan seburuk-buruk jalan (yang
ditempuh).”
2)
Bekas istri dari anak, termasuk dadalamnya
bekas istri cucu laki-laki dan seterusnya kebawah. Dasrnya adlah firman Allah
QS. an-Nisa’:22
ôMtBÌhãmßyy$oYã_öNà6øn=tæã@Í´¯»n=ymurãNà6ͬ!$oYö/r&
(dan diharamkan bagimu) isteri-isteri anak kandungmu (menantu);
3)
Anak tiri ialah anak dari istri yang telah
dicampuri. Apabila istri itu belum dicampuri, maka anak tiri tersebut halal
dinikahi. Termasuk juga didalamnya anank-anak perempuan dari anak tiri dan
seterusnya. Dasarnya adlah firman Allah QS. an-Nisa’:23
ôãÎû Nà2Íqàfãm
`ÏiB
ãNä3ͬ!$|¡ÎpS ÓÉL»©9$#
OçFù=yzy £`ÎgÎ/
bÎ*sù öN©9
(#qçRqä3s?
OçFù=yzy ÆÎgÎ/
xsù
yy$oYã_ öNà6øn=tæ
ã
“Anak-anak isterimu yang dalam pemeliharaanmu dari isteri yang
Telah kamu campuri, tetapi jika kamu belum campur dengan isterimu itu (dan
sudah kamu ceraikan), Maka tidak berdosa kamu mengawininya”
Perkataan “allati fi hujuurikum”
menerangkan keadaan yang biasa dilakukan oleh seorang bapak tiri terhadap anak
tirinya, ialah memelihara bahkan member nafkah, bukankah sifat tersebut merupakan sifat bagi seorang anak tiri yang menjadi mahram anak tirinya.
Ahli zhahair berpendapat bahwa perkataan
tersebut merupakan sifat dari anak tiri yang menjadi mahram dari bapak tirinya.
Kalau sifat tersebut tidak ada, maka anak tiri itu halal dinikahi bapak
tirinya. Karena itu ahli Zhahair berpendapat bahwa anak tiri yang tidak pernah
dipelihara bapak tirinya, tidak haram dikawini bapak tirinya.
a.
Ibu dari istri (mertua), termasuk didalamnya
ibu dan mertua, ibu dari mertua laki-laki dan setrusnya keatas. Dasrnya ialah
firman Allah QS. an-Nisa’: 23
ôàM»yg¨Bé&uröNä3ͬ!$|¡ÎS
“ibu-ibu isterimu (mertua)“
c) Karena sepersusuan
1.
Dasar hukumnya adalah firman Allah QS.
An-Nisa’: 23
ôMtBÌhãmöNà6øn=tãöNä3çG»yg¨Bé&ãNà6çF»yg¨Bé&urûÓÉL»©9$#öNä3oY÷è|Êör&Nà6è?ºuqyzr&urÆÏiBÏpyè»|ʧ9$#à
“Diharamkan atas kamu (mengawini) ibu-ibumu;. . . . . .ibu-ibumu
yang menyusui kamu; saudara perempuan sepersusuan”
Hadits Rasulullah Saw menerangkan bahwa haram karena
susuan seperti haram karena keturunan. Diterangkan bahwa Nabi Muhammad Saw. pernah
diminta unuk mengawini anak perempuan pamannya Hamzah, beliau bersabda:
انما لاتحل لي انها ابنة اخي من الرضاعة و يحرم من
الرضاعة ما يحرم من النسب.
“Bahwasannya
ia (anak perempuan pamanku) ia tidak halal bagiku, bahwasannya ia adlah
saudaraku sepesusuan itu adalah (sama denngan) haram dari keturunan.”
Berdasarkan ayat dan hadits, maka yang termasuk
mahram karena persusuan itu ialah:
a.
Ibu yang menyusukan,termasuk didalamnya ibu
dari ibu yanh menyusukan,ibu dari suami ibu yang menyusukan dan seterusnya
keatas.
b.
Anak-anak perempuan dari ibu yang menyusukan.
c.
Anak-anak perempuan dari suami ibu yanh
menyusukan.
d.
Saudara-saudara perempuan sesusuan.
e.
Anak-anak dari saudara laki-laki sesusuan.
Termasuk didalamnya anak-anak perempuan dari anak-anak laki-laki ibu dan suami
sesusuan.
f.
Anak-anak dari saudara perempuan sesusuan.
Termasuk didalamnya anak-anak perempuan dari anak-anak perempuan dari ibu
susuan dan suami ibu susuan.
g.
Saudara-saudara perempuan dari ibu yang
menyusukan.
h.
Saudar-saudara perempuan dari suami ibu yang
menyusukan.
2.
Penyusuan yang diharamkan.
Imam Malik beserta murid-muridnya berpendapat
bahwa pada hakikatnya tidak ada batas tertentu dari susuan yang mengharamkan. Susuan
yang mengharamkan ialah susuan dalam waktu tertentu. Penyusuan sehisap dua
hisap tidak mengharamkan, sesuai dengan sabda Rasulullah Saw:
لاتحرم المصة ولا المصتان.
“Tidak mengharamkan satu kali hisapan dan tidak
(pula) dua kali hisapan”.
Sedang Imam Abu Hanifah berpendapat bahwa semua
macam hisapan akan mengharamkan. Ahli Zahir dengan tiga kali hisapan.
Untuk kepastian hukum perlu ditetapkan jumlah
hisapan yang menyebabkan larangan perkawinan. Dalam hal ini Imam Syafi’i
menetapkan lima kali hisapan yang mengharamkan, berdasarkan hadits:
عن عاءشة رضي الله عنها: كان فيما نزل من القران عشر
رضعات معلومات ثم نسخن بخمسة معلومات فتوفي رسول الله صل الله عليه وسلم وهن يقران
من القران.
“Dari ‘Aisyah r.a, beliau berkata: dahulu diantara
(ayat-ayat) yang diturunkan (terdapat kata-kata: sepuluh susuan yang diketahui.
Kemudian kata-kata: lima hisapan yang diketahui,lalu Rasulullah SAW. wafat,
sedang kata-kata itu termasuk yang dibaca”. (H.R. Muslim,Abu Daud dan Nasi’i)
Dari pendapat-pendapat diatas dapat diambil
kesimpulan bahwa susuan yang tidak mengharamkan ialah yang kurang dari tiga
kali hisapan, sesuai dengan hadits diatas, sedangkan susuan yang dilakukan tiga
kali hisapan atau lebih adlah susuan yang mengharamkan.
3.
Air susu yang bercampur dengan benda atau
cairan yang lain.
Menurut hanafiah airsusu yang bercampur dengan
cairan atau benda lain tidak mengharamkan. Sedangkan Syafi’iyah baserta
sebagian pengikut Imam Malik mengharamkan. Dalam hal ini yang
menjadi sebab yang mengharamkan ialah air susunya sendiri, percampuran denagn
benda lain tidak akan merubah sifat air susu tersebut. Karena itu air susu
yang bercampur denagn benda-benda atau cairan yang lain tetap mengharamkan.
Hanya saja perlu ditetapkan ukuran atau berapa banyak air susu yang dicampurkan
itu. Ukuran yang mempunyai dasar nash, ialah ukuran yang banyaknya sebanyak air
susu tiga hisapan.
Demikian pula halnya air susu yang tidak
langsung masuk kedalam mulut sianak, tanpa menghisap susu dari ibu susuan. Cara
demikian tetap mengharamkan, kecuali ibu yang mempunyai air susu itu tidak
diketahui. Agar ada kepastian hokum hendaknya diadakan pencatatan tentang air
susu siapa yang telah diminum oleh sianak itu.
Ada pula penyusuan yang air susu tidak masuk
kedalam kerongkongan atau perut si anak. Kalau terjadi demikian dan dapat
dibuktikan, maka pemyusuan yang demikian itu tidak mengharamkan
4.
Masa menyusu.
Sepakat para ahli fiqh bahwa masa menyusu
seoramg anak itu ialah dua tahun, bagi orang-orang yang ingin menyempurnakan susuan anaknya.
Berbeda pendapat para ahli fiqh tentang akibat
menyusukan seorang anak setelah lewat umur dua tahun. Jumhur ulama’ fiqh
termasuk didalamnya imam malik, imam syafi’I
tidak mengharamkannya,sedang daud zahiri dan imam abu Hanifah
mengharamkannya. Sebab perbedaan pendapat itu ialah karena berbeda pengertian
mereka dalam memahami hadits-hadits nabi yaitu:
عن ابن شهاب انه سءل عن رضاع الكبير فقال: اخبرني عروة
بن زبير بحدث,امر رسول الله صل الله عليه وسلم سهلة بنت سهيل برضاع سالم ففعلت
وكانت تراه ابنالها.
“Dari Syihab, bahwasanya ia ditanya tentang penyusuan
orang besar, maka ia menjawab: Urwah bin Zubair telah mengabarakan keapdaku
sebuah hadits. Yaitu, Rasulullah s.aw. telah menyuruh sahlah binti Suhail
menyusukan salim, maka ia lakukan, dan ia memandang salim sebagai anaknya.” (H.R. Malik)
Hadits kedua:
عن عاءشة قالت: دخل رسول الله صل الله عليه وسلم وعندى
رجل فاشتد ذلك عليه ورايت الغضب فى وخهه فقلت: يا رسول الله,انه اخي من
الرضاعة,فقال صل الله عليه وسلم: انظرن من اخوانكم من الرضاعة فان الرضاعة من
المجاعة.
Berkata sayidatuna
‘Aisyahr.a: “Rasulullah telah masuk rumahku dan aku mampunyai (tamu) seorang
laki-laki, maka keadaan demikian menganggu Nabi dan au lihat (tanda) kemerahan
dimuka. Aku berkata: “ya Rasulullah, sesungguhnya dia ini adalah saudaraku sepesusuan”
berkata Rasulullah SAW: “telitilah orang yang menjadi saudara sepersusuan, sesungguhnya
yang menjadi saudar sepesusuan itu adalah (sama-sama menyusu) karena lapar.”
Kalau diperhatikan sebenarnya kedua hadits
diatas tidak berlawanan. Hadits pertama menerangkan bahwa menyusukan orang
besar berakibat halangan perkaminan. Sebagaimana yang terlah dilakukan salim
dengan istri abu hudzaifah berdasarkan perintah Rasulullah.
Antara salim dan abu huzaifah dan istrinya
telah terjalin kasih sayang, hubungan seperti seorang anak dengan orang tuanya.
Untuk mengadakan hubungan dan pergaulan yang bebas antara mereka, seperti
hubungan orang antara seorang dengan mahramnya tidak diperbolehkan. Oleh sebab
itu mereka menayakan itu kepada Rasulullah. Berdasr hadits pertama kalau keadaan
benar memerlukan, maka penyusuan orang besar dapat mengakibatkan halangan
perkawinan. Adapun hadits ke dua menerangkan bahwa pada asasnya susuan yang
mengharamkan itu ialah susuan yang bertujuan untuk menghilangkan lapar anak.
Orang yang telah besar tidak memerlkan air susu lagi unutk menghilangkan rasa
lapar. Karena itu susuan tidak berfaidah lagi baginya dan tidak mengharamkan
pernikahan. Hadist ke dua menerangkan asas penyusuan sedang hadits pertama
memberikan jalan keluar atau cara untuk mengatasi kesulitan, sebagaimana yang
dialami oleh Abu hudzaifah dan istrinya dengan salim.
5.
Persaksian atas persusuan.
Sepakat para ahli fiqh bahwa diperlukan adanya
saksi-saksi yang menyaksikan pelaksanaan suatu penyusuan. Berbeda pendapat para
ahli fiqh dalam menetapkan jumlah minimum saksi yang diperukan.
Karena
persaksian penyusuan dapat disamakan dengan saksian mu’amalat, maka jumlah
saksi yang minimum itu adalah dua orang laki-laki. Kalau tidak ada dua orang
laki-laki dibolehkan seorang laki-laki dan dua orang perempuan, berdasar firman
Allah Swt dalam QS Al-Baqarah:282:
((
bÎ*sù
öN©9 $tRqä3t
Èû÷ün=ã_u ×@ã_tsù
Èb$s?r&zöD$#ur
`£JÏB
tböq|Êös?
“dan persaksikanlah dengan dua orang saksi dari orang-orang
lelaki (di antaramu). jika tak ada dua oang lelaki, Maka (boleh) seorang lelaki
dan dua orang perempuan dari saksi-saksi yang kamu ridhai”
Imam Syafi’I memblehkan persaksian susuan itu
diakukan oleh empat orang wanita sebagai ganti dari dua orang laki-laki atau
seorang laki-laki dan dua orang wanita.
6.
Hikmah larangan nikah karena sesusuan
Hikmah diharamkannya pernikahan karena sesusuan
ini adalah karena sebenarnya tubuh si anak terbentuk dari air susu ibu yang
menyusuinya dan si anak akan mewarisi watak dan perangai seperti anak yang
dilahirkannya sendiri, ia seolah-olah merupakan bagian dari tubuhnya yang
memisah kemudian berdiri sendiri. Karenanya ia akan menjadi anggota keluarganya
dan menjadi mahramnya, inilah rahasia haramnya. Hikmah lain yaitu untuk
memperluas ruang lingkup sanak kerabat dan memasukan saudara sepersusuan
sebagai saudara sendiri.[3]
2.3 Implikasi Hukum dari Macam-macam Mahram
Dengan mengetahui
klasifikasi dari mahram itu, maka bagi wanita-wanita yang termasuk dalam
klasifikasi mahram muabbad tidak boleh dinikahi selama-lamanya, sedangkan wanita-wanita
yang termasuk dalam klasifikasi mahram muaqqat boleh dinikahi dengan beberapa
syarat tertentu seperti: pezina yang sudah bertaubat, wanita musyrik yang sudah
masuk islam, dan lain sebagainya.
2.4 Mahram
Perspektif KHI.
Kompilasi Hukum Islam memasukkan pembahasan
konsep mahram dalam bab VI tentang Larangan
kawin. Dan berikut adalah rangkaian pasalnya ;
39.
Dilarang melangsungkan perkawinan antara seorang pria dengan seorang wanita
disebabkan :
- Karena pertalian nasab :
- dengan seorang wanita yang melahirkan atau yang menurunkannya
atau keturunannya
- dengan seorang wanita keturunan ayah atau ibu
- dengan seorang wanita saudara yang melahirkannya
- Karena pertalian kerabat semenda
- dengan seorang wanita yang melahirkan istrinya atau bekas
istrinya
- dengan seorang wanita bekas istri orang yang menurunkannya
- dengan seorang wanita keturunan isteri atau bekas istrinya,
kecuali putusnya hubungan perkawinan dengan bekas istrinya itu qabla dukhul
- Karena pertalian susuan
- dengan wanita yang menyusuinya dan seterusnya menurut garis
lurus ke atas
- dengan seorang wanita sesusuan dan seterusnya manurut garis
lurus ke bawah
- dengan seorang wanita saudara sesusuan dan kemenakan sesusuan
ke bawah
- dengan seorang wanita bibi sesusuan dan nenek bibi sesusuan
ke atas
- dengan anak yang disusui oleh istrinya dan keturunannya
40.
Dilarang melangsungkan perkawinan antara seorang pria dan seorang wanita
karena keadaan tertentu :
a.
karena wanita yang bersangkutan masih terikat satu perkawinan dengan pria lain
b. seorang
wanita yang masih berada dalam masa iddah dengan pria lain
c. seorang wanita yang tidak beragama Islam
41. (1)
seorang pria dilarang memadu istrinya dengan seorang wanita yang mempunyai
hubungan pertalian nasab atau sesusuan dengan istrinya:
a. saudara kandung, seayah atau seibu serta
keturunannya
b.
wanita dengan bibinya atau kemenakannya
(2) larangan tersebut pada ayat (1)
tetap berlaku meskipun istri-istrinya telah
ditalak raj’i, tetapi masih dalam masa iddah
42.
Seorang pria dilarang melangsungkan perkawinan dengan seorang wanita apabila
pria tersebut sedang mempunyai 4 (empat) orang istri yang keempat-empatnya
masih terikat tali perkawinan atau masih dalam iddah talak raj’i ataupun salah
seorang diantara meraka masih terikat tali perkawinan sedang yang lainnya dalam
masa iddah talak raj’i
43. (1)
dilarang melangsungkan perkawinan antara seorang pria :
a. dengan seorang wanita bekas
istrinya yang ditalak tiga
b. dengan seorang wanita bekas
intrinya yang dili’an
(2) larangan tersebut pada ayat (1)
huruf a gugur, kalau bekas isteri tadi telah kawin dengan pria lain, kemudian
perkawinan tersebut putus ba’da dukhul dan telah habis masa iddahnya
44.
Seorang wanita Islam dilarang melangsungkan perkawinan dengan seorang pria yang
tidak beragama Islam
BAB III
PENUTUP
3.1Kesimpulan
Mahram berarti yang terlarang atau sesuatu yang
terlarang.Maksudnya ialah wanita yang tidak boleh dinikahi, dapat disimpulkan
bahwa mahram mencakup tiga macam, karena sebab keturunan, persususan dan
pernikahan.
Secara garis besar,
mahram dibagi menjadi 2, yaitu Mahram Muabbad dan Mahram Muaqqat.Mahram Muabbad
adalah wanita yang selamanya tidak boleh dinikahi. Sedangkan Mahram Muaqqat
adalah Mhram yang bias dinikahi dengan syarat-syarat tertentu yang telah
disebutkan sebelumnya.
DAFTAR
PUSTAKA
Azhim
bin Badawi al Khalafi. Abdul, Al Wajiz fi
Fiqh as Sunnah wal Kitb al Aziz. 2007, Bogor: Pustaka Ibnu Katsir
Bin
Abdullah Bin Thalib Alhamdani, Said,
Risalah Nikah. 2002, Jakarta: Pustaka Amani
Malik
Kamal bin Sayyid Salim, Abu, Fiqh Sunnah
Untuk Wanita. 2007, Jakarta Timur: Al-I’tishom
Muhammad
S, Fiqh Munakahat. 1987, Jakarta:
Kompilasi
Hukum Islam
Rasjid,
Sulaiman, Fiqh Islam. 1989, Bandung: Sinar
Baru
Post a Comment