v
Menurut Kitab Fikih
Yang membolehkan seseorang
Mengawini perempuan yang hamil sebagai akibat perbuatan zina.
Tapi ada juga yang menganggap perbuatan yang hina.
v
Kompilasi
Hukum Islm
Dalam Instruksi Presiden Nomor 1 Tahun 1991
sebagai pedoman bagi hakim di lembaga peradilan agama, membicarakan perkawinan
perempuan hamil karena zina dan dinyatakan boleh. Sekalipun tidak dijelaskan
status anaknya.
Perempuan
yang hamil karena zina ditinjau dari satu sisi tidak termasuk dalam larangan
yang ditetapkan ALLah maupun hadis Nabi. Dengan demikian dari sisi ini, ia
boleh dikawini. Namun dari segi ia hamil, berarti ia sudah disetubuhi oleh
seorang laki-laki dan ditinggal oleh laki-laki itu.
Menurut Pandangan ulama’
- Syafi’iyah:
berpendapat
bahwa persetubuhan dalam bentuk zina tidak menimbulkan akibat hukum apa-apa
sebagaimana yang berlaku dalam persetubuhan dalam bentuk pernikahan.
- Hanafiyah
Menetapkan
sebagai akibat hukum bagi perempuan yang berzina seperti hubungan mushaharah,
namun dalam hal kewajiban iddah ia tidak memberlakukan akibat hukum.
Ø Abu Hanifah:
bila
mengawini perempuan hamil karena zina itu adalah orang lain dan bukan laki-laki
yang menyebabkannya hamil, bila yang mengawini perempuan itu adalah laki-laki
yang menghamilinya, mereka sepakat hukumnya boleh.
Ø Imam Syafi’i:
menikahi
perempuan hamil karena zina hukumnya boleh dan boleh pula menyetubuhinya pada
masa hamil itu.
Ø Ahmad Ibn
Hanbal:
tidak boleh
dinikahi sebelum anaknya lahir.
Ø Imam Malik:
tidak boleh
mengawini perempuan hamil karena zina dan nikah seperti itu adalah batal
Post a Comment