BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Berbicara masalah Tafsir secara tidak
langsung tentunya kita sebelumnya harus mangerti arti dari Tafsir itu sendiri, dengan demikian
berpatokan pada pengertian diatas serta dilengkapi dengan berbagai literatur
yang mendukung yang dikarang oleh para mufassir tentang tafsir maka kita tidak
akan seenaknya sendiri mengklaim bahwa tafsir itu demikian yang terkandung di
dalam surat maupun ayat. Tafsir timbul berdasarkan penalaran akal manusia atau
ahlimufassir yang berusaha mencari suatu kandungan hukum maupun langkah untuk
menjelaskan isi kandungan secara umum disana.
Arti dari tafsir itu sendiri, menurut
Al-Zarkasyi ialah ilmu yang digunakan untuk memahami dan menjelaskan
makna-makna kitab Allah yang diturunkan oleh Nabi-Nya (Muhammad saw) serta
menyimpulkan kandungan-kandungan hukum dan hikmahnya yang terkandung
didalamnya.
Dalam makalah yang kami susun ini
membahas mengenai Hadits tentang thalaq Sunni dan thalaq Bid’i, dari hadits
tersebut kita bisa mengetahui tentang hukum menjatuhkan thalaq Sunni ataupun
thalaq Bid’i dengan melalui dalalah-dalalah yang berdasarkan pemahaman Ushul
Fiqih.
B. Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang dari
persoalan diatas, maka makalah yang akan dibahas ini adalah:
A.
Bagaimana
analisi Ushul Fiqihnya
B.
Bagaimana metode
istinbat hukumnya
C.
Apa hukum
yang terkandung didalamnya?
C. Tujuan
Tujuan dari pembuatan makalah antara
lain:
a)
Dapat
Mengetahui tafsir hadits tentang Thalaq Sunni dan Thalaq Bid’i
b)
Dapat
Mengetahui Analisis Ushul Fiqihnya
c)
Dapat
Mengetahui Metode Istinbatnya
d)
Dapat
Mengetahui hukum yang terkandung didalam hadits tersebut
BAB II
PEMBAHASAN
1.1
Hadits pertama:
A.
Teks dan Tarjamah Hadits
وَعَنْ عَائِشَةَ رَضِيَ اَللَّهُ عَنْهَا , قَالَتْ: - طَلَّقَ
رَجُلٌ اِمْرَأَتَهُ ثَلَاثًا , فَتَزَوَّجَهَا رَجُلٌ , ثُمَّ طَلَّقَهَا قَبْلَ
أَنْ يَدْخُلَ بِهَا , فَأَرَادَ زَوْجُهَا أَنْ يَتَزَوَّجَهَا , فَسُئِلَ
رَسُولُ اَللَّهِ - صلى الله عليه وسلم - عَنْ ذَلِكَ , فَقَالَ: "لَا.
حَتَّى يَذُوقَ اَلْآخَرُ مِنْ عُسَيْلَتِهَا مَا ذَاقَ اَلْأَوَّلُ
Artinya:“Dari 'Aisyah .ra berkata: ada seseorang mentalak
istrinya tiga kali, lalu wanita itu dinikahi seorang laki-laki. Lelaki itu
kemudian menceraikannya sebelum menggaulinya.Ternyata suaminya yang pertama
ingin menikahinya kembali. Maka masalah tersebut ditanyakan kepada Rasulullah
Shallallaahu 'alaihi wa Sallam, lalu beliau bersabda: "Tidak boleh, sampai
suami yang terakhir merasakan manisnya perempuan itu sebagaimana yang dirasakan
oleh suami pertama.[1]"
(Shahih Muslim:2590)
B.
Takhrij dan Kualitas Hadits
Setelah kami melakukan beberapa penelitian yang berkaitan dengan
hadits ini, bahwasanya hadits ini sanadnya bersambung dan sampai kepada Nabi
sehingga disebut dengan Hadits Marfu’ dan juga memenuhi syarat-syarat hadits
shahih.
Sebagaimana informasi yang ada di dalam gambar jalur sanad di bawah
ini:
Metode Jarh wa Ta’dil
1)
Abu Bakar bin Abi Syaibah
a.
Ahmad bin Hanbal(صدوق)
b.
Al-‘Ajaly( ثقة حفظ للحديث )
2)
Ali bin Mushir
a.
Ahmad bin Hanbal ( صلح لحديث )
b.
An-Nasa’I ( ثقة )
3)
Ubaidillah bin Umar
a.
Yahya bin Mu’ayyan( من لثقت)
b.
An-Nasa’i( ثقة ثبت )
4)
Qosim bin Muhammad
a.
Al-‘Ajali(ثقة)
b.
Ibnu Hibban( ذكره في الثقت )
5)
Aisyah
a.
من الصحبة ورتبتهم أسمى مرتب العدلة والتوثيق
Tabel
Daftar Takhrij Hadits.
NAMA KITAB
|
BAB
|
NO HADITS
|
Shahih Bukhari
|
Syahadat
|
2445
|
-
|
Thalaq
|
4857
|
-
|
-
|
4905
|
-
|
Libas
|
5346
|
-
|
-
|
5377
|
-
|
Adab
|
5620
|
An-Nasa’i
|
Nikah
|
3231
|
-
|
Thalaq
|
3354-3359
|
Abu Dawud
|
-
|
1965
|
Ad-Darimi
|
-
|
2167
|
ibnu Majjah
|
Nikah
|
1922[2]
|
C.
Hadits-hadits Pendukung
وَكَا نَ اِبْنُ عُمَرَاِذَاسُئِلَ عَنْ ذَا لِكَ
قَلَ لأَِ حَدِ هِمْ : اَمَا اِنْ طَلَقْتَ امْرَأَتَكَ مَرَّةً اَوْمَرَتَيْنِ
فَاِنَّ رَسُوْلَ اللهِ ص ماَمَرَنِيْ بِهَذَ اوَاِنْ كُنْتَ طَلَقْتَ ثَلاَثًا,
فَقَدْ حَرُمَتْ عَلَيْكَ حَتَّى تَنْكِحَ زَوْجًا غَيْرَكَ: وَعَصَيْتَ اللهَ
عَزَّ وَجَلَّ فِيْمَا اَمَرَكَ بِهِ مِنْ طَلاَقِكَ امْرَأَتَكَ.رواه أحمد و مسلم
و النسائي
Dan dalam riwayat lain (dikatakan) :
Dan Ibnu Umar apabila ditanya tentang hal itu, ia menjawab kepada salah seorang
dari mereka, adapun jika engkau mentalak istrimu sekali atau dua kali maka
sesungguhnya rasulullah saw memeritahkan aku dengan perintah ini (merujuk) dan
jika engkau mentalak tiga, maka haramlah perempuan itu bagimu sehimgga ia kawin
lagi dengan laki-laki lain dan engkau telah durhaka kepada Allah ,Azza wa jalla
dalam hal yang diperintahkan oleh-Nya tentang talakmu terhadap istrimu. (HR Ahmad, Muslim, dan Nasai)
أرأيت
لو طلقتها ثلاثا أكانا يحل لي أن أراجعها؟ قال :لا كانت تبين منك.
“Ya Rosulallah,bagaimana pendapat tuan
kalau saya menceraikannya dengan thalak tiga, apakah halal bagiku untuk merujuknya? Beliau
menjawab,”Tidak, ia sudah lepas darimu ”[3].
D.
Makna Mufradat
طلق
adalahTelah mentalaq,karena ini adalah bentuk kata lampau
atau fi’il madhi dari wazan فعل,
yang berma’na telah terjadi.رجل adalahseorang laki-laki,yang disini di artikan
sebagai seorang suami.امرأته
adalah istrinya. ثلاثا
adalah tiga kali,maksudnya adalah talak yang dijatuhkan tiga kali. فتزوجها : lalu wanita tersebut telah dinikahi,ف sehingga تزوج
telah dinikahi berdasarkan wazan تفعل makna yang sudah lampau dan ها merupakan bentuk dhomir dari امرأة. رجل
adalah seorang laki-laki lain.ثم طلقها:
kemudian wanita tersebut ditalak. قبل أن يدخلها: sebelum dia men duhul isterinya. فأرد kemudian dia ingin (رجل الأول). زوجهاuntuk menikahinya.أن
يتزوجها untuk menikahinya lagi. فسئل رسول الله maka di tanyakan kepada Rasulullah. عن ذالك dari permasalahan tadi. فقال maka Rasul pun menjawab. لا tidak boleh ataupun tidak halal bagi suami pertama[4]حتى يذوق sehingga merasakan manisnya. الأخر laki-laki atau suami yang terahir. من عسيلتها dari manis telah dirasakan,disini mengandung
arti kenikmatan bersetubuh. ما
ذاق الأول apa yang dirasakan suami pertama.
E.
Analisis Kebahasaan dan Ushul Fiqih
Kalimat
ثلاثا
disini menunjukan makna khos[5],
yaitu mempunyai arti tiga kali thalak tidak ada makna yang lain, kemudian juga
terdapat hukum wadh’i yaitu sebab-akibat dan syarat.Sebabnya adalah orang yang
mentalak istrinya tiga kali maka akibatnya si suami yang pertama tidak boleh
merujuknya kembali kecuali setelah adanya laki-laki lain yang menikahinya atau
biasa disebut dengan muhallil.disini yang menjadi syarat yaitu ketika si suami
pertama ingin menikahinya kembalimaka si mantan istri tadi harus menikah dulu
dengan orang lain dengan sungguh-sungguh yang disebut dengan muhallil. Kemudian
yang selanjutnya terdapat huruf لا, yang mana berdasarkan kajian usul fiqh mempunyai arti “tidak
boleh” hal ini sesuai dengan kaidah [6]الأصل فى النهي للتحريم yang berarti hokum asal dari suatu larangan
itu adalah haram, dan dalam lafadz عسيلتها terdapat juga Isyaratul Nash yang mana makna
asal dari kata ini adalah merasakan madunya, akan tetapi disini makna yang
diharapkan atau yang tersirat atau yang dikehendaki oleh isyaratul nash adalahbukan
sisuami yang kedua tadi merasakan madu akan tetapi merasakan kenikmatnya
bersetubuh sebagai mana yang telah dirasakan oleh suami yang pertama.dalam
kalimat حتى يذوق الأخر
disini mengandung mafhum mukholafah yang berarti apabila si suami kedua belum
merasakannya kemudian ia mentalaknya maka suami pertama tidak boleh menikahinya
kembali.
F.
Kandungan Hukum Dan Metode Istinbatnya
Talak
sunni hukumnya boleh dan dapat berlaku, karena talak seperti ini memang sesuai
dengan tuntutan yang telah di syari’atkan oleh syari’ di dalam al-qur’an.[7]Diantara
bentuk-Bentuk dari thalak ini adalah diantaranya seperti menjatuhkan talak satu
atau talak tiga, akan tetapi disunnahkan menjatuhkantalak satu dan dua, karena
Allah mengharapkan dari dijatuhkannya talak satu atau dua terlebih dahulu
supaya diantara suami ataupun istri dapat berfikir dan merenungkan segala
kesalahan-kesalahan yang mereka lakukan yang berakibat terjadinya perpecahan
diantara keduanya dan diharapkan juga dengan perenungan tersebut suami dapat
rujuk kembali pada mantan istrinya bilamana dikemudian hari merasa menyesal
atas keputusannya . Hal ini berdasarkan firman Allah dalam surat at-Talaq ayat
: 1
يَا أَيُّهَا النَّبِيُّ إِذَا طَلَّقْتُمُ النِّسَاء فَطَلِّقُوهُنَّ لِعِدَّتِهِنَّ وَأَحْصُوا الْعِدَّةَ
“Wahai orang-orang yang beriman bila kalian mentalak perempuan-perempuan maka talaklah pada ‘iddah mereka” maksud ayat ini adalak talaklah istrimu pada masayang telah disyari’atkan ‘iddah, yaitu ketika istri dalam masa suci,dikarenakan apabila istri sedang dalam masa haid tidak terhitung masa ‘iddahnya,hal ini merugikan pihak wanita, karena apabila istri di talak dalam masa haid maka bilangan ataupun hitungan masa iddahnya akan bertambah lama,sehingga talak yang disyariatkan adalah talak yang dijatuhkan ketika istri dalam masa suci.
يَا أَيُّهَا النَّبِيُّ إِذَا طَلَّقْتُمُ النِّسَاء فَطَلِّقُوهُنَّ لِعِدَّتِهِنَّ وَأَحْصُوا الْعِدَّةَ
“Wahai orang-orang yang beriman bila kalian mentalak perempuan-perempuan maka talaklah pada ‘iddah mereka” maksud ayat ini adalak talaklah istrimu pada masayang telah disyari’atkan ‘iddah, yaitu ketika istri dalam masa suci,dikarenakan apabila istri sedang dalam masa haid tidak terhitung masa ‘iddahnya,hal ini merugikan pihak wanita, karena apabila istri di talak dalam masa haid maka bilangan ataupun hitungan masa iddahnya akan bertambah lama,sehingga talak yang disyariatkan adalah talak yang dijatuhkan ketika istri dalam masa suci.
Dan
apabila si suami setelah menjatuhkan thalak untuk yang ketiga, maka apabila
sisuami mempunyai keinginan untuk merujuk istrinya kembali, maka ia harus
menunggu sampai mantan istrinya telah menikah dengan orang lain lebih dahulu
dan telah di ceraikannya kembali baru kemudian ia di bolehkan untuk menikahi
mantan istrinya kembalisebagaimana sabda nabi ”,,,
وَعَنْ عَائِشَةَ رَضِيَ اَللَّهُ عَنْهَا , قَالَتْ: - طَلَّقَ
رَجُلٌ اِمْرَأَتَهُ ثَلَاثًا , فَتَزَوَّجَهَا رَجُلٌ , ثُمَّ طَلَّقَهَا قَبْلَ
أَنْ يَدْخُلَ بِهَا , فَأَرَادَ زَوْجُهَا أَنْ يَتَزَوَّجَهَا , فَسُئِلَ
رَسُولُ اَللَّهِ - صلى الله عليه وسلم - عَنْ ذَلِكَ , فَقَالَ: "لَا.
حَتَّى يَذُوقَ اَلْآخَرُ مِنْ عُسَيْلَتِهَا مَا ذَاقَ اَلْأَوَّلُ
Artinya:“Dari 'Aisyah .ra berkata: ada seseorang mentalak
istrinya tiga kali, lalu wanita itu dinikahi seorang laki-laki. Lelaki itu
kemudian menceraikannya sebelum menggaulinya.Ternyata suaminya yang pertama
ingin menikahinya kembali. Maka masalah tersebut ditanyakan kepada Rasulullah
Shallallaahu 'alaihi wa Sallam, lalu beliau bersabda: "Tidak boleh, sampai
suami yang terakhir merasakan manisnya perempuan itu sebagaimana yang dirasakan
oleh suami pertama."
G.
Hikmah
Dalam hadits
ini manusia di tuntut untuk dapat berfikir dalam melakukan atau memutuskan
setiap kehendak yang akan di lakukan dan juga dapat memikirkan akibat-akibat
apa yang dapat timbul dari perbuatannya, dalam hal ini terhusus dalam bab
thalak,didalam al-quran Allah telah memberikan atau mengatur thalak apa saja
yang halal dan boleh dilakukan dan juga tahapan–tahapannya dalam menjatuhkan
thalaknya.[8]
Yang pertama
adalah thalak satu,atau thalak roj’I,yaitu thalak yang apabila dijatuhkan
sisuami masih dapat merujuk istrinya dalam masa iddah dan tanpa ada akad baru,
hanya ucapan lisan dari pihak suami pada istri.yang kedua adalah thalak ba’in
sughro atai thalak dua,yaitu thalak yang apabila dijatuhkan sisuami harus
menggunakan akad baru untuk merujuk istrinya sebagaimana pernikahan yang
pertama kali dilakukan.disini jelas sekali bahwa Allah sangat sayang kepada
hamba-hambanya,yaitu masih memberi kesempatan untuk dapat membentuk keluarga
lagi setelah adanya perpisahan, supaya pihak-pihak tersebut dapat merenungi
kesalahan-kesalahan yang ada dan tidak menuntut kemingkina mereka dapat
berfikir untuk dapat kembali dan membentuk keluarga yang utuh lagi seperti pada
awalnya dan kalau tidak bisa mempertahankannya maka di thalak dengan baik.setelah
adanya rujuk yang kedua dan apabila
suami mentalaknya kembali, maka thalak ini disebut dengan thalak ba’in kubro,yaitu
yang apabila suami ingin menrujuk mantan istrinya kembali, dia harus menunggu sampai istrinya
menikah lagi dengan orang lain dengan sungguh-sungguh dan kemudian bercarai,
baru kemudian mantan suami yang pertama diperbolehkan untuk menikahinya
kembali.[9]
1.2
HADITS KEDUA :
A.
Teks dan Terjemahan Hadits
أن ابن عمر رضي الله عنه، طلق امرأة له، وهي حائض، تطليقة، فذكر ذلك
عمر للنبي صلى الله عليه وسلم. فقال:" مره فليراجعها، ثم ليطلقها إذا طهرت،
أو وهي حامل
Artinya:
“Dari
Ibnu Umar ra. Bahwa ia pernah mentalak istrinya, sedang istrinya itu dalam
keadaan haidh, dengan satu kali thalak, kemudian hal itu disampaikan oleh umar
kepada Nabi saw, lalu Nabi saw bersabda, "Suruhlah dia untuk merujuknya
kembali, lalu hendaklah ia mentalaknya dalam keadaan suci atau hamil".
Sunan Abi Dawud
(1865)
B.
Takhrij dan
Kualitas Hadits
Berikut susunan sanad
:
Metode Jarh Wa Ta’dil:
1.
Usman bin abi
Syaibah
a.
Yahya bin Mu’aiyyan (الثقة)
b.
Al-‘Ajaly (الثقة)
2.
Waki’
a.
Muhammad bin
Sa’ad( ثقة مأمون حجة )
b.
Al-Ajaly(ثقة من حفظ الحديث)
3.
Sufyan
a.
Malik bin Anas(ثقة)
b.
Syu’bah bin
alhajaj( أمير المؤمنين في الحديث)
4.
Muhammad bin
AdriRahman
a.
Yahya bin
Mu’aiyyan (ثقة)
b.
At-Tirmidzi(ثقة)
5.
Salim
a.
Muhammad bin
Sa’ad (ثقة)
b.
Al-‘Ajali (ثقة)
6.
Ibnu Umar
a.
من الصحبة ورتبتهم أسمى مرتب العدلة والتوثيق
Tabel Daftar
Takhrij Hadits
KITAB
|
BAB
|
NOMOR HADITS
|
ShahihBukhari
|
Thalaq
|
4850,4851,4854,4916,4817
|
Shahih Muslim
|
Thalaq
|
2675-2681,dan 2683-2688
|
Sunan an-Nasa’i
|
Thalaq
|
3336-3339 dan 3343-3503
|
Ibnu Majjah
|
Thalaq
|
2009,2012,2013
|
Malik
|
Thalaq
|
1053
|
Suanan Adz-Dzarimi
|
Thalaq
|
2162
|
C.
Hadits-hadits Pendukung
أَخْبَرَنَا سُلَيْمَانُ بْنُ دَاوُدَ، عَنْ ابْنِ وَهْبٍ، قَالَ:
أَخْبَرَنِي مَخْرَمَةُ، عَنْ أَبِيهِ، قَالَ: سَمِعْتُ مَحْمُودَ بْنَ لَبِيدٍ،
قَالَ: أُخْبِرَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَنْ رَجُلٍ
طَلَّقَ امْرَأَتَهُ ثَلَاثَ تَطْلِيقَاتٍ جَمِيعًا، فَقَامَ غَضْبَانًا ثُمَّ
قَالَ: «أَيُلْعَبُ بِكِتَابِ اللَّهِ وَأَنَا بَيْنَ أَظْهُرِكُمْ؟» حَتَّى قَامَ
رَجُلٌ وَقَالَ: يَا رَسُولَ اللَّهِ، أَلَا أَقْتُلُهُ؟[10]
Seorang
laki-laki hendak menthalak isterinya dengan tiga thalak sekaligus,kemudian
Rasulullah marah kepadanya dan bersabda:apakah kalian sudah berani
mempermainkan kitab Allah sementara aku masih berada di antara kamu?.....
Sunan an-Nasa’I (3401)
حَدَّثَنَا أَبُو بَكْرِ بْنُ أَبِي شَيْبَةَ قَالَ: حَدَّثَنَا
عَبْدُ اللَّهِ بْنُ إِدْرِيسَ، عَنْ عُبَيْدِ اللَّهِ، عَنْ نَافِعٍ، عَنِ ابْنِ
عُمَرَ، قَالَ: طَلَّقْتُ امْرَأَتِي وَهِيَ حَائِضٌ، فَذَكَرَ ذَلِكَ عُمَرُ
لِرَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، فَقَالَ: «مُرْهُ
فَلْيُرَاجِعْهَا حَتَّى تَطْهُرَ، ثُمَّ تَحِيضَ، ثُمَّ تَطْهُرَ، ثُمَّ إِنْ
شَاءَ طَلَّقَهَا قَبْلَ أَنْ يُجَامِعَهَا، وَإِنْ شَاءَ أَمْسَكَهَا، فَإِنَّهَا
الْعِدَّةُ الَّتِي أَمَرَ اللَّهُ»
Perintahkan kepadanya agar is rujuk kembaki kepada istrinya itu dan
membiarkannya sampai ia suci dari haidnya,kemudian menunggu sampai ia haid
kembali.Dan apabila ia telah suci kembali dari haidnya itu, bolehlah ia
menetapkan, apakah ia aka tetap mempertahankan pernikahannya itu ataukah
menceraikannya sebelum ia menyentuhnya (berhubungan suami istri). Begitulah
‘iddah yang di perintahkan oleh Allah Swt, berkenaan dengan cara menceraikan
istri.
Sunan ibnu Majjah (2019)
D.
Makna Mufradat
طلق
adalah thalak yang sudah dijatuhkan, امرأةpada seorang
istri له
dari Suami. وهي
dan dia perempuan,ini bentuk dhomir dari kata امرأة.danحائض
orang yang dalam keadaan haid. Dan مره perintahlah dia (suami).فليراجعها untuk merujuk istrinya tadi. ثم ليطلقها maka thalaklah dia (istri) إذا طهر ketika ia dalam keadaan sudah suci. أو هي حامل atau dia dalam keadaan hamil.
E.
Analisis Kebahasaan dan Ushul Fiqih
Dalam
hadits diatas terdapat hokum wadh’I[11]
yaitu Tidak sah, bagi suami yang mentalak istrinya sedangkan istrinya tersebut
sedang dalam keadaan haid,terdapat juga hokum taklifi[12]
yaitudalam kalimat مره
فليراجعهاsesuai dengan
kaidah ushul fiqh yaitu الأمر
بشئ نهي عن ضده yang berarti perintah terhadap sesuatu yang harusdikerjakan[13],
berarti melarang dalam kebalikannya. Dalam lafadz hadits diatas Terdapat juga
ibaratul nash dan dilalatul nash, yakni terdapat pada lafadz حائض secara ibarotul nash lafadz ini mempunyai arti dilarang
mentalak istrinya ketika dalam keadaan haid, akan tetapi secara dilalatul nash
pada lafadz ini mengandung arti nifas juga termasuk didalamnya, jadi suami juga
dilarang menthalak istrinya ketika dalam keadaan nifas tidak hanya dalam
keadaan haid saja.
F.
Kandungan Hukum dan Metode Istinbatnya
Para ulama’
semuanya sepakat bahwa thalak bid’I hukumnya haram hukumnya dan
karenanya,barangsiapa melakukannya,maka ia dianggap telah berdosa.[14]
Walaupun
begitu,mereka berbeda pendapat tentang : apakah thalak bid’I seperti itu sah
atau tidak (yakni, apakah thalaknya jatuh atau tidak) Mayoritas ulama dari
keempat madzhab: Hanafi, Maliki, Syafi’I, Hanbali menyatakan bahwa thalak yang
seperti itu adalah sah dan berlaku, dengan beberapa dalil sebagai berikut:
Bahwa thalak
seperti itu –walaupun dianggap haram karena tidak mengikuti tuntunan
syariat-namun ia tetap termasuk dalam pengertian “thalak” secara umum.pengakuan
Abdullah bin Umar r.a.-ketika menceraikan istrinya ketika dalam keadaan
haid-lalu Rasulullah Saw.memerintahkan agar ia merujuknya kembali,berarti itu
dianggap sah dan di hitung satu kali thalak.[15]
Berlainan
dengan pendapat para madzhab diatas.sebagian ulama’ diantaranya:ibnu Taimiyyah,
ibnu Hazm, dan ibnu Qoyyim, demikian pula dengan sebagian dari madzhab ibnu
Hanbal,berpendapat bahwa Thalak bid’I tidak sah adanya (yakni tidak berpengaruh
apa-apa). Mereka tidak setuju memasukkannya dibawah pengertian “thalak” secara
umum,mengingat itu bukan thalak yang Allah SWT. Izinkan penggunaannya. Bahkan,
ia jelas bertentangan dengan pengertian firmanNya, “… maka talaklah mereka
(istri-istri kamu) ketika sedang menghadapi iddah mereka.”dan juga memaknai
tentang perintah nabi yang menyuruhnya untuk merujuk kembali itu sebagai suatu
yang tidak disukai dan tidak dihalalkan oleh Allah, dan dinamai dengan Bid’ah,
sebagaimana sabda beliau bersbda, “setiap perbuatan bid’ah adalah kesesatan”
dan sabda beliau juga , “setiap amalan yang tidak mengikuti cara kami,maka
ia tertolak!”
Hokum-hukum
tentang thalak bid’I yang dikeluarkan oleh beberapa ulama’ ini tidak lepas dari
adanya pendekatan ushul fiqh yang digunakan,yakni berdasarkan ibaroh nash dan
juga dilalah nash.
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Dalam islam telah diterangkan
tentang macam-macam thalak yang terdapat dalam kitab-kitab fiqh,dan Allah pun
sudah memberikan pilihan-pilihan tentang thalak sendiri dan sudah jelas di
terangkan dalam al-qur’an tentang thalak manasaja yang boleh dilakukan dan mana
yang tidak boleh dilakukan.disini thalak yang diperbolehkan adalah disebut
dengan thalak Sunni karena proses penjatuhan thalaknya sesuai dengan ajran dan
tuntunan islam meskipun hal itu dibenci oleh Allah, dan yang kedua adalah
thalak yang dilaranag oleh agama islam yang disebut dengan thalak Bid’I yang
mana thalak ini diharamkan oleh islam dan harus di rujuk kembali lalu boleh
mentalaknya ketika ia dalam keadaan suci, karena tidak sesuai dengan apa yang
telah disyari’atkan oleh Allah dan Nabi Muhammad.
Meskipun
disini banyak ulama’ yang berbeda pendapat tentang ke sahan dari thalak bid’I
ini ,akan tetapi mayoritas menganggap sah akan tetapi jatuhnya ini masuk dalam
thalak satu ataukah masuk langsung thalak tiga para ulama’ masih berbeda
pendapat, ada yang mengatan termasuk ada yang mengatakan tidak, keduanya bias
dianggap sama-sama benar karena kedua pendapat diatasa mempunyai dasar atau
landasan berbeda-beda dalam menetapkannya, dan kedua pendapat tersebut
sama-sama kuat karena berasal dari sumber yang utama yaitu bersumber dari al-qur’an
dan juga al-hadits, yang mana kedua sumber ini menjadi dasar rujukan pertama dalam
menyalesaikan setiap permasalahan yang ada dalam kehidupan manusia.
[1] Shohih Bukhori
no.hadits 2590
[2]Aplikasi Hadits
[5]Khas ialah
lafadz yang menunjukkan arti yang tertentu, tidak meliputi arti umum, dengan
kata lain, khas itu kebalikan dari `âm.Abu Zahra, Muhammad, Ushul Fiqih,
Beirut, Darrul Fikr, 1958
[6]Bakry, Nazar,
Fiqih dan Ushul Fiqih, jakarta: Rajawali Pers, 1993
[7]Mu’in, A dan
Asymuni A. Rahman, dkk., Ushul Fiqh: Qaidah-Qaidah Istinbath Dan Ijtihad.
Jakarta: Depag, 1986
[8] Kamal bin As
Sayyid Salim,Fiqih Sunnah Wanita,Jakarta Utara,hal:633
[9]Ibid I/634
[10]Maktabah
Syameelah Rosymi
[11]wadh’i yakni hukum yang mengandung sebab, syarat dan halangan
terjadinya hukum dan hubungan hukum.
Sebab ialah sesuatu yang tampak yang dijadikan tanda adanya hukum.abdul wahab kholaf,ilmu usul fiqh
Sebab ialah sesuatu yang tampak yang dijadikan tanda adanya hukum.abdul wahab kholaf,ilmu usul fiqh
[12]Hukum Takhlifi
adalah khitab syari’ yang mengandung tuntunan untuk dikerjakan oleh para
mukallaf atau untuk ditinggalkanya, oleh para ushulliyin. Ibid, 124
[13]Amr (Perintah)
adalah “Tuntutan untuk melaksanakan sesuatu dari yang lebih tinggi derajatnya
terhadap yang lebih rendah derajatnya.”((طلب الفعل الى الأدنى على الأعلى
[14]Muhammad
Bagir,Fiqh Praktis II,Bandung,Mizan Media Utama,hal:196
[15]Ibid.I/197
Post a Comment