BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
Berbicara masalah Tafsir secara tidak langsung tentunya kita sebelumnya harus mangerti  arti dari Tafsir itu sendiri, dengan demikian berpatokan pada pengertian diatas serta dilengkapi dengan berbagai literatur yang mendukung yang dikarang oleh para mufassir tentang tafsir maka kita tidak akan seenaknya sendiri mengklaim bahwa tafsir itu demikian yang terkandung di dalam surat maupun ayat. Tafsir timbul berdasarkan penalaran akal manusia atau ahlimufassir yang berusaha mencari suatu kandungan hukum maupun langkah untuk menjelaskan isi kandungan secara umum disana.
Arti dari tafsir itu sendiri, menurut Al-Zarkasyi ialah ilmu yang digunakan untuk memahami dan menjelaskan makna-makna kitab Allah yang diturunkan oleh Nabi-Nya (Muhammad saw) serta menyimpulkan kandungan-kandungan hukum dan hikmahnya yang terkandung didalamnya.
Dalam makalah yang kami susun ini membahas mengenai Hadits tentang thalaq Sunni dan thalaq Bid’i, dari hadits tersebut kita bisa mengetahui tentang hukum menjatuhkan thalaq Sunni ataupun thalaq Bid’i dengan melalui dalalah-dalalah yang berdasarkan pemahaman Ushul Fiqih.

B.     Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang dari persoalan diatas, maka makalah yang akan dibahas ini adalah:
A.    Bagaimana analisi Ushul Fiqihnya
B.     Bagaimana metode istinbat hukumnya
C.     Apa hukum yang terkandung didalamnya?
C.    Tujuan
Tujuan dari pembuatan makalah antara lain:
a)      Dapat Mengetahui tafsir hadits tentang Thalaq Sunni dan Thalaq Bid’i
b)      Dapat Mengetahui Analisis Ushul Fiqihnya
c)      Dapat Mengetahui Metode Istinbatnya
d)     Dapat Mengetahui hukum yang terkandung didalam hadits tersebut
BAB II
PEMBAHASAN
1.1    Hadits pertama:
A.    Teks dan Tarjamah Hadits
وَعَنْ عَائِشَةَ رَضِيَ اَللَّهُ عَنْهَا , قَالَتْ: - طَلَّقَ رَجُلٌ اِمْرَأَتَهُ ثَلَاثًا , فَتَزَوَّجَهَا رَجُلٌ , ثُمَّ طَلَّقَهَا قَبْلَ أَنْ يَدْخُلَ بِهَا , فَأَرَادَ زَوْجُهَا أَنْ يَتَزَوَّجَهَا , فَسُئِلَ رَسُولُ اَللَّهِ - صلى الله عليه وسلم - عَنْ ذَلِكَ , فَقَالَ: "لَا. حَتَّى يَذُوقَ اَلْآخَرُ مِنْ عُسَيْلَتِهَا مَا ذَاقَ اَلْأَوَّلُ
Artinya:“Dari 'Aisyah .ra berkata: ada seseorang mentalak istrinya tiga kali, lalu wanita itu dinikahi seorang laki-laki. Lelaki itu kemudian menceraikannya sebelum menggaulinya.Ternyata suaminya yang pertama ingin menikahinya kembali. Maka masalah tersebut ditanyakan kepada Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam, lalu beliau bersabda: "Tidak boleh, sampai suami yang terakhir merasakan manisnya perempuan itu sebagaimana yang dirasakan oleh suami pertama.[1]"
(Shahih Muslim:2590)

B.     Takhrij dan Kualitas Hadits
Setelah kami melakukan beberapa penelitian yang berkaitan dengan hadits ini, bahwasanya hadits ini sanadnya bersambung dan sampai kepada Nabi sehingga disebut dengan Hadits Marfu’ dan juga memenuhi syarat-syarat hadits shahih.
Sebagaimana informasi yang ada di dalam gambar jalur sanad di bawah ini:





Metode Jarh wa Ta’dil

1)      Abu Bakar bin Abi Syaibah
a.       Ahmad bin Hanbal(صدوق)
b.      Al-‘Ajaly( ثقة حفظ للحديث )
2)      Ali bin Mushir
a.       Ahmad bin Hanbal ( صلح لحديث )
b.      An-Nasa’I ( ثقة )
3)      Ubaidillah bin Umar
a.       Yahya bin Mu’ayyan( من لثقت)
b.      An-Nasa’i( ثقة ثبت )
4)      Qosim bin Muhammad
a.       Al-‘Ajali(ثقة)
b.      Ibnu Hibban( ذكره في الثقت )
5)      Aisyah
a.       من الصحبة ورتبتهم أسمى مرتب العدلة والتوثيق
Tabel Daftar Takhrij Hadits.
NAMA KITAB
BAB
NO HADITS
Shahih Bukhari
Syahadat
2445
-
Thalaq
4857
-
-
4905
-
Libas
5346
-
-
5377
-
Adab
5620
An-Nasa’i
Nikah
3231
-
Thalaq
3354-3359
Abu Dawud
-
1965
Ad-Darimi
-
2167
ibnu Majjah
Nikah
1922[2]

C.     Hadits-hadits Pendukung

وَكَا نَ اِبْنُ عُمَرَاِذَاسُئِلَ عَنْ ذَا لِكَ قَلَ لأَِ حَدِ هِمْ : اَمَا اِنْ طَلَقْتَ امْرَأَتَكَ مَرَّةً اَوْمَرَتَيْنِ فَاِنَّ رَسُوْلَ اللهِ ص ماَمَرَنِيْ بِهَذَ اوَاِنْ كُنْتَ طَلَقْتَ ثَلاَثًا, فَقَدْ حَرُمَتْ عَلَيْكَ حَتَّى تَنْكِحَ زَوْجًا غَيْرَكَ: وَعَصَيْتَ اللهَ عَزَّ وَجَلَّ فِيْمَا اَمَرَكَ بِهِ مِنْ طَلاَقِكَ امْرَأَتَكَ.رواه أحمد و مسلم و النسائي
Dan dalam riwayat lain (dikatakan) : Dan Ibnu Umar apabila ditanya tentang hal itu, ia menjawab kepada salah seorang dari mereka, adapun jika engkau mentalak istrimu sekali atau dua kali maka sesungguhnya rasulullah saw memeritahkan aku dengan perintah ini (merujuk) dan jika engkau mentalak tiga, maka haramlah perempuan itu bagimu sehimgga ia kawin lagi dengan laki-laki lain dan engkau telah durhaka kepada Allah ,Azza wa jalla dalam hal yang diperintahkan oleh-Nya tentang talakmu terhadap istrimu. (HR Ahmad, Muslim, dan Nasai)
أرأيت لو طلقتها ثلاثا أكانا يحل لي أن أراجعها؟ قال :لا كانت تبين منك.
Ya Rosulallah,bagaimana pendapat tuan kalau saya menceraikannya dengan thalak tiga, apakah  halal bagiku untuk merujuknya? Beliau menjawab,”Tidak, ia sudah lepas darimu [3].

D.    Makna Mufradat
طلق adalahTelah mentalaq,karena ini adalah bentuk kata lampau atau fi’il madhi dari wazan فعل, yang berma’na telah terjadi.رجل  adalahseorang laki-laki,yang disini di artikan sebagai seorang suami.امرأته adalah istrinya. ثلاثا adalah tiga kali,maksudnya adalah talak yang dijatuhkan tiga kali. فتزوجها : lalu wanita tersebut telah dinikahi,ف sehingga تزوج telah dinikahi berdasarkan wazan تفعل makna yang sudah lampau dan ها merupakan bentuk dhomir dari امرأة. رجل adalah seorang laki-laki lain.ثم طلقها: kemudian wanita tersebut ditalak. قبل أن يدخلها: sebelum dia men duhul isterinya. فأرد kemudian dia ingin (رجل الأول).  زوجهاuntuk menikahinya.أن يتزوجها untuk menikahinya lagi. فسئل رسول الله maka di tanyakan kepada Rasulullah. عن ذالك dari permasalahan tadi. فقال maka Rasul pun menjawab. لا tidak boleh ataupun tidak halal bagi suami pertama[4]حتى يذوق sehingga merasakan manisnya. الأخر laki-laki atau suami yang terahir. من عسيلتها dari manis telah dirasakan,disini mengandung arti kenikmatan bersetubuh. ما ذاق الأول apa yang dirasakan suami pertama.
E.     Analisis Kebahasaan dan Ushul Fiqih

Kalimat ثلاثا disini menunjukan makna khos[5], yaitu mempunyai arti tiga kali thalak tidak ada makna yang lain, kemudian juga terdapat hukum wadh’i yaitu sebab-akibat dan syarat.Sebabnya adalah orang yang mentalak istrinya tiga kali maka akibatnya si suami yang pertama tidak boleh merujuknya kembali kecuali setelah adanya laki-laki lain yang menikahinya atau biasa disebut dengan muhallil.disini yang menjadi syarat yaitu ketika si suami pertama ingin menikahinya kembalimaka si mantan istri tadi harus menikah dulu dengan orang lain dengan sungguh-sungguh yang disebut dengan muhallil. Kemudian yang selanjutnya terdapat huruf لا, yang mana berdasarkan kajian usul fiqh mempunyai arti “tidak boleh” hal ini sesuai dengan kaidah [6]الأصل فى النهي للتحريم yang berarti hokum asal dari suatu larangan itu adalah haram, dan dalam lafadz عسيلتها terdapat juga Isyaratul Nash yang mana makna asal dari kata ini adalah merasakan madunya, akan tetapi disini makna yang diharapkan atau yang tersirat atau yang dikehendaki oleh isyaratul nash adalahbukan sisuami yang kedua tadi merasakan madu akan tetapi merasakan kenikmatnya bersetubuh sebagai mana yang telah dirasakan oleh suami yang pertama.dalam kalimat حتى يذوق الأخر disini mengandung mafhum mukholafah yang berarti apabila si suami kedua belum merasakannya kemudian ia mentalaknya maka suami pertama tidak boleh menikahinya kembali.
F.      Kandungan Hukum Dan Metode Istinbatnya
Talak sunni hukumnya boleh dan dapat berlaku, karena talak seperti ini memang sesuai dengan tuntutan yang telah di syari’atkan oleh syari’ di dalam al-qur’an.[7]Diantara bentuk-Bentuk dari thalak ini adalah diantaranya seperti menjatuhkan talak satu atau talak tiga, akan tetapi disunnahkan menjatuhkantalak satu dan dua, karena Allah mengharapkan dari dijatuhkannya talak satu atau dua terlebih dahulu supaya diantara suami ataupun istri  dapat berfikir dan merenungkan segala kesalahan-kesalahan yang mereka lakukan yang berakibat terjadinya perpecahan diantara keduanya dan diharapkan juga dengan perenungan tersebut suami dapat rujuk kembali pada mantan istrinya bilamana dikemudian hari merasa menyesal atas keputusannya . Hal ini berdasarkan firman Allah dalam surat at-Talaq ayat : 1
يَا أَيُّهَا النَّبِيُّ إِذَا طَلَّقْتُمُ النِّسَاء فَطَلِّقُوهُنَّ لِعِدَّتِهِنَّ وَأَحْصُوا الْعِدَّةَ
“Wahai orang-orang yang beriman bila kalian mentalak perempuan-perempuan maka talaklah pada ‘iddah mereka” maksud ayat ini adalak talaklah istrimu pada masayang telah disyari’atkan ‘iddah, yaitu ketika istri dalam masa suci,dikarenakan apabila istri sedang dalam masa haid tidak terhitung masa ‘iddahnya,hal ini merugikan pihak wanita, karena apabila istri di talak dalam masa haid maka bilangan ataupun hitungan masa iddahnya akan bertambah lama,sehingga talak yang disyariatkan adalah talak yang dijatuhkan ketika istri dalam masa suci.
Dan apabila si suami setelah menjatuhkan thalak untuk yang ketiga, maka apabila sisuami mempunyai keinginan untuk  merujuk istrinya kembali, maka ia harus menunggu sampai mantan istrinya telah menikah dengan orang lain lebih dahulu dan telah di ceraikannya kembali baru kemudian ia di bolehkan untuk menikahi mantan istrinya kembalisebagaimana sabda nabi ”,,,
وَعَنْ عَائِشَةَ رَضِيَ اَللَّهُ عَنْهَا , قَالَتْ: - طَلَّقَ رَجُلٌ اِمْرَأَتَهُ ثَلَاثًا , فَتَزَوَّجَهَا رَجُلٌ , ثُمَّ طَلَّقَهَا قَبْلَ أَنْ يَدْخُلَ بِهَا , فَأَرَادَ زَوْجُهَا أَنْ يَتَزَوَّجَهَا , فَسُئِلَ رَسُولُ اَللَّهِ - صلى الله عليه وسلم - عَنْ ذَلِكَ , فَقَالَ: "لَا. حَتَّى يَذُوقَ اَلْآخَرُ مِنْ عُسَيْلَتِهَا مَا ذَاقَ اَلْأَوَّلُ
Artinya:“Dari 'Aisyah .ra berkata: ada seseorang mentalak istrinya tiga kali, lalu wanita itu dinikahi seorang laki-laki. Lelaki itu kemudian menceraikannya sebelum menggaulinya.Ternyata suaminya yang pertama ingin menikahinya kembali. Maka masalah tersebut ditanyakan kepada Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam, lalu beliau bersabda: "Tidak boleh, sampai suami yang terakhir merasakan manisnya perempuan itu sebagaimana yang dirasakan oleh suami pertama."
G.    Hikmah
Dalam hadits ini manusia di tuntut untuk dapat berfikir dalam melakukan atau memutuskan setiap kehendak yang akan di lakukan dan juga dapat memikirkan akibat-akibat apa yang dapat timbul dari perbuatannya, dalam hal ini terhusus dalam bab thalak,didalam al-quran Allah telah memberikan atau mengatur thalak apa saja yang halal dan boleh dilakukan dan juga tahapan–tahapannya dalam menjatuhkan thalaknya.[8]
Yang pertama adalah thalak satu,atau thalak roj’I,yaitu thalak yang apabila dijatuhkan sisuami masih dapat merujuk istrinya dalam masa iddah dan tanpa ada akad baru, hanya ucapan lisan dari pihak suami pada istri.yang kedua adalah thalak ba’in sughro atai thalak dua,yaitu thalak yang apabila dijatuhkan sisuami harus menggunakan akad baru untuk merujuk istrinya sebagaimana pernikahan yang pertama kali dilakukan.disini jelas sekali bahwa Allah sangat sayang kepada hamba-hambanya,yaitu masih memberi kesempatan untuk dapat membentuk keluarga lagi setelah adanya perpisahan, supaya pihak-pihak tersebut dapat merenungi kesalahan-kesalahan yang ada dan tidak menuntut kemingkina mereka dapat berfikir untuk dapat kembali dan membentuk keluarga yang utuh lagi seperti pada awalnya dan kalau tidak bisa mempertahankannya maka di thalak dengan baik.setelah adanya rujuk yang kedua  dan apabila suami mentalaknya kembali, maka thalak ini disebut dengan thalak ba’in kubro,yaitu yang apabila suami ingin menrujuk mantan istrinya  kembali, dia harus menunggu sampai istrinya menikah lagi dengan orang lain dengan sungguh-sungguh dan kemudian bercarai, baru kemudian mantan suami yang pertama diperbolehkan untuk menikahinya kembali.[9]
           





1.2    HADITS KEDUA :
A.    Teks dan Terjemahan Hadits

أن ابن عمر رضي الله عنه، طلق امرأة له، وهي حائض، تطليقة، فذكر ذلك عمر للنبي صلى الله عليه وسلم. فقال:" مره فليراجعها، ثم ليطلقها إذا طهرت، أو وهي حامل
Artinya:
Dari Ibnu Umar ra. Bahwa ia pernah mentalak istrinya, sedang istrinya itu dalam keadaan haidh, dengan satu kali thalak, kemudian hal itu disampaikan oleh umar kepada Nabi saw, lalu Nabi saw bersabda, "Suruhlah dia untuk merujuknya kembali, lalu hendaklah ia mentalaknya dalam keadaan suci atau hamil".
Sunan Abi Dawud (1865)
B.     Takhrij dan Kualitas Hadits
Setelah kami melakukan penelitian terkait hadits kedua tersebut dalam aplikasi hadits, ternyata hadits ini termasuk hadits marfu’  dan juga memenuhi kriteria hadits shahih .
Berikut susunan sanad :



Metode Jarh Wa Ta’dil:
1.      Usman bin abi Syaibah
a.       Yahya bin Mu’aiyyan (الثقة)
b.      Al-‘Ajaly (الثقة)
2.      Waki’
a.       Muhammad bin Sa’ad( ثقة مأمون حجة )
b.      Al-Ajaly(ثقة من حفظ الحديث)
3.      Sufyan
a.       Malik bin Anas(ثقة)
b.      Syu’bah bin alhajaj( أمير المؤمنين في الحديث)
4.      Muhammad bin AdriRahman
a.       Yahya bin Mu’aiyyan (ثقة)
b.      At-Tirmidzi(ثقة)
5.      Salim
a.       Muhammad bin Sa’ad  (ثقة)
b.      Al-‘Ajali  (ثقة)
6.      Ibnu Umar
a.       من الصحبة ورتبتهم أسمى مرتب العدلة والتوثيق

Tabel Daftar Takhrij Hadits
KITAB
BAB
NOMOR HADITS
ShahihBukhari
Thalaq
4850,4851,4854,4916,4817
Shahih Muslim
Thalaq
2675-2681,dan 2683-2688
Sunan an-Nasa’i
Thalaq
3336-3339 dan 3343-3503
Ibnu Majjah
Thalaq
2009,2012,2013
Malik
Thalaq
1053
Suanan Adz-Dzarimi
Thalaq
2162


C.     Hadits-hadits Pendukung
أَخْبَرَنَا سُلَيْمَانُ بْنُ دَاوُدَ، عَنْ ابْنِ وَهْبٍ، قَالَ: أَخْبَرَنِي مَخْرَمَةُ، عَنْ أَبِيهِ، قَالَ: سَمِعْتُ مَحْمُودَ بْنَ لَبِيدٍ، قَالَ: أُخْبِرَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَنْ رَجُلٍ طَلَّقَ امْرَأَتَهُ ثَلَاثَ تَطْلِيقَاتٍ جَمِيعًا، فَقَامَ غَضْبَانًا ثُمَّ قَالَ: «أَيُلْعَبُ بِكِتَابِ اللَّهِ وَأَنَا بَيْنَ أَظْهُرِكُمْ؟» حَتَّى قَامَ رَجُلٌ وَقَالَ: يَا رَسُولَ اللَّهِ، أَلَا أَقْتُلُهُ؟[10]
Seorang laki-laki hendak menthalak isterinya dengan tiga thalak sekaligus,kemudian Rasulullah marah kepadanya dan bersabda:apakah kalian sudah berani mempermainkan kitab Allah sementara aku masih berada di antara kamu?.....
Sunan an-Nasa’I (3401)

حَدَّثَنَا أَبُو بَكْرِ بْنُ أَبِي شَيْبَةَ قَالَ: حَدَّثَنَا عَبْدُ اللَّهِ بْنُ إِدْرِيسَ، عَنْ عُبَيْدِ اللَّهِ، عَنْ نَافِعٍ، عَنِ ابْنِ عُمَرَ، قَالَ: طَلَّقْتُ امْرَأَتِي وَهِيَ حَائِضٌ، فَذَكَرَ ذَلِكَ عُمَرُ لِرَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، فَقَالَ: «مُرْهُ فَلْيُرَاجِعْهَا حَتَّى تَطْهُرَ، ثُمَّ تَحِيضَ، ثُمَّ تَطْهُرَ، ثُمَّ إِنْ شَاءَ طَلَّقَهَا قَبْلَ أَنْ يُجَامِعَهَا، وَإِنْ شَاءَ أَمْسَكَهَا، فَإِنَّهَا الْعِدَّةُ الَّتِي أَمَرَ اللَّهُ»
Perintahkan kepadanya agar is rujuk kembaki kepada istrinya itu dan membiarkannya sampai ia suci dari haidnya,kemudian menunggu sampai ia haid kembali.Dan apabila ia telah suci kembali dari haidnya itu, bolehlah ia menetapkan, apakah ia aka tetap mempertahankan pernikahannya itu ataukah menceraikannya sebelum ia menyentuhnya (berhubungan suami istri). Begitulah ‘iddah yang di perintahkan oleh Allah Swt, berkenaan dengan cara menceraikan istri.
Sunan ibnu Majjah (2019)





D.    Makna Mufradat
طلق adalah thalak yang sudah dijatuhkan, امرأةpada seorang istri له dari Suami. وهي dan dia perempuan,ini bentuk dhomir dari kata امرأة.danحائض orang yang dalam keadaan haid. Dan مره perintahlah dia (suami).فليراجعها untuk merujuk istrinya tadi. ثم ليطلقها maka thalaklah dia (istri) إذا طهر ketika ia dalam keadaan sudah suci. أو هي حامل atau dia dalam keadaan hamil.
E.     Analisis Kebahasaan dan Ushul Fiqih
Dalam hadits diatas terdapat hokum wadh’I[11] yaitu Tidak sah, bagi suami yang mentalak istrinya sedangkan istrinya tersebut sedang dalam keadaan haid,terdapat juga hokum taklifi[12] yaitudalam kalimat مره فليراجعهاsesuai dengan kaidah ushul fiqh yaitu الأمر بشئ نهي عن ضده yang berarti perintah terhadap sesuatu yang harusdikerjakan[13], berarti melarang dalam kebalikannya. Dalam lafadz hadits diatas Terdapat juga ibaratul nash dan dilalatul nash, yakni terdapat pada lafadz حائض secara ibarotul nash lafadz ini mempunyai arti dilarang mentalak istrinya ketika dalam keadaan haid, akan tetapi secara dilalatul nash pada lafadz ini mengandung arti nifas juga termasuk didalamnya, jadi suami juga dilarang menthalak istrinya ketika dalam keadaan nifas tidak hanya dalam keadaan haid saja.




F.      Kandungan Hukum dan Metode Istinbatnya
Para ulama’ semuanya sepakat bahwa thalak bid’I hukumnya haram hukumnya dan karenanya,barangsiapa melakukannya,maka ia dianggap telah berdosa.[14]
Walaupun begitu,mereka berbeda pendapat tentang : apakah thalak bid’I seperti itu sah atau tidak (yakni, apakah thalaknya jatuh atau tidak) Mayoritas ulama dari keempat madzhab: Hanafi, Maliki, Syafi’I, Hanbali menyatakan bahwa thalak yang seperti itu adalah sah dan berlaku, dengan beberapa dalil sebagai berikut:
Bahwa thalak seperti itu –walaupun dianggap haram karena tidak mengikuti tuntunan syariat-namun ia tetap termasuk dalam pengertian “thalak” secara umum.pengakuan Abdullah bin Umar r.a.-ketika menceraikan istrinya ketika dalam keadaan haid-lalu Rasulullah Saw.memerintahkan agar ia merujuknya kembali,berarti itu dianggap sah dan di hitung satu kali thalak.[15]
Berlainan dengan pendapat para madzhab diatas.sebagian ulama’ diantaranya:ibnu Taimiyyah, ibnu Hazm, dan ibnu Qoyyim, demikian pula dengan sebagian dari madzhab ibnu Hanbal,berpendapat bahwa Thalak bid’I tidak sah adanya (yakni tidak berpengaruh apa-apa). Mereka tidak setuju memasukkannya dibawah pengertian “thalak” secara umum,mengingat itu bukan thalak yang Allah SWT. Izinkan penggunaannya. Bahkan, ia jelas bertentangan dengan pengertian firmanNya, “… maka talaklah mereka (istri-istri kamu) ketika sedang menghadapi iddah mereka.”dan juga memaknai tentang perintah nabi yang menyuruhnya untuk merujuk kembali itu sebagai suatu yang tidak disukai dan tidak dihalalkan oleh Allah, dan dinamai dengan Bid’ah, sebagaimana sabda beliau bersbda, “setiap perbuatan bid’ah adalah kesesatan” dan sabda beliau juga , “setiap amalan yang tidak mengikuti cara kami,maka ia tertolak!
Hokum-hukum tentang thalak bid’I yang dikeluarkan oleh beberapa ulama’ ini tidak lepas dari adanya pendekatan ushul fiqh yang digunakan,yakni berdasarkan ibaroh nash dan juga dilalah nash.



BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
            Dalam islam telah diterangkan tentang macam-macam thalak yang terdapat dalam kitab-kitab fiqh,dan Allah pun sudah memberikan pilihan-pilihan tentang thalak sendiri dan sudah jelas di terangkan dalam al-qur’an tentang thalak manasaja yang boleh dilakukan dan mana yang tidak boleh dilakukan.disini thalak yang diperbolehkan adalah disebut dengan thalak Sunni karena proses penjatuhan thalaknya sesuai dengan ajran dan tuntunan islam meskipun hal itu dibenci oleh Allah, dan yang kedua adalah thalak yang dilaranag oleh agama islam yang disebut dengan thalak Bid’I yang mana thalak ini diharamkan oleh islam dan harus di rujuk kembali lalu boleh mentalaknya ketika ia dalam keadaan suci, karena tidak sesuai dengan apa yang telah disyari’atkan oleh Allah dan Nabi Muhammad.
            Meskipun disini banyak ulama’ yang berbeda pendapat tentang ke sahan dari thalak bid’I ini ,akan tetapi mayoritas menganggap sah akan tetapi jatuhnya ini masuk dalam thalak satu ataukah masuk langsung thalak tiga para ulama’ masih berbeda pendapat, ada yang mengatan termasuk ada yang mengatakan tidak, keduanya bias dianggap sama-sama benar karena kedua pendapat diatasa mempunyai dasar atau landasan berbeda-beda dalam menetapkannya, dan kedua pendapat tersebut sama-sama kuat karena berasal dari sumber yang utama yaitu bersumber dari al-qur’an dan juga al-hadits, yang mana kedua sumber ini menjadi dasar rujukan pertama dalam menyalesaikan setiap permasalahan yang ada dalam kehidupan manusia.



[1] Shohih Bukhori no.hadits 2590
[2]Aplikasi Hadits
[3]Al-Hamdani,jakarta, رسالة النكاح, 2002. hal 229
[4]شراح القسطلاني في المكتبه الشميلة
[5]Khas ialah lafadz yang menunjukkan arti yang tertentu, tidak meliputi arti umum, dengan kata lain, khas itu kebalikan dari `âm.Abu Zahra, Muhammad, Ushul Fiqih, Beirut, Darrul Fikr, 1958
[6]Bakry, Nazar, Fiqih dan Ushul Fiqih, jakarta: Rajawali Pers, 1993
[7]Mu’in, A dan Asymuni A. Rahman, dkk., Ushul Fiqh: Qaidah-Qaidah Istinbath Dan Ijtihad. Jakarta: Depag, 1986
[8] Kamal bin As Sayyid Salim,Fiqih Sunnah Wanita,Jakarta Utara,hal:633
[9]Ibid I/634
[10]Maktabah Syameelah Rosymi
[11]wadh’i yakni hukum yang mengandung sebab, syarat dan halangan terjadinya hukum dan hubungan hukum.
Sebab ialah sesuatu yang tampak yang dijadikan tanda adanya hukum.abdul wahab kholaf,ilmu usul fiqh
[12]Hukum Takhlifi adalah khitab syari’ yang mengandung tuntunan untuk dikerjakan oleh para mukallaf atau untuk ditinggalkanya, oleh para ushulliyin. Ibid, 124
[13]Amr (Perintah) adalah “Tuntutan untuk melaksanakan sesuatu dari yang lebih tinggi derajatnya terhadap yang lebih rendah derajatnya.”((طلب الفعل الى الأدنى على الأعلى
[14]Muhammad Bagir,Fiqh Praktis II,Bandung,Mizan Media Utama,hal:196
[15]Ibid.I/197
Labels: , | edit post
0 Responses

Post a Comment