Pengertian majaz
المجاز هو نقل
الكلام من الوضع الأول إلى الوضع الثاني للقرينة مع وجود العلقة
“Majaz adalah berpindahnya makna
perkataan dari makna pertama menjadi makna kedua, karena adanya qarinah
dan adanya ‘alaqah”
Dari definisi ini, maka dapat kita
simpulkan bahwa pada majaz terdapat 4 rukun, yaitu :
1. Al Wadh’u Al Awwalu (makna
pertama)
2. Al Wadh’u Ats Tsani (makna
kedua)
3. Al Qorinah (sebab yang
menghalangi makna pertama dan mengharuskan dimaknai dengan makna kedua)
4. Al ‘Alaqah (hubungan
antara makna pertama dan makna kedua)
Semisal kita katakan : “Aku melihat
singa naik kuda, sambil menghunuskan pedang”
Maka pada kalimat tersebut, dapat
kita katakan rukun-rukun majaz :
- Makna pertama : makna singa,
sebagai makna salah satu jenis hewan buas.
-
Makna kedua : makna lelaki yang pemberani.
-
Al Qorinah : akal sehat mengatakan tidaklah mungkin ada singa yang bisa
mengendarai kuda sambil menghunus pedang.
- Al ‘Alaqah : hubungan antara singa
dan laki-laki yang pemberani, adalah kekuatan dan keberanian.
Maka berdasarkan hal ini, tidak bisa
kita katakan suatu majaz yang tidak memiliki ‘alaqah. Semisal kita katakan :
“Aku makan meja di waktu pagi” (yang dimaksud adalah makan roti). Tidak ada
hubungan antara meja dan roti, maka kalimat tersebut tidak bisa kita pakai
sebagai majaz
Dengan cara istidlāl, dapat
diketahui melalui beberapa cara sebagai berikut:
} Makna hakikat dapat difahami secara langsung oleh pendengar
(tabādur al-ẓihni) sementara makna majaz tidak demikian.
} Suatu kata yang bermakna majāzi dapat menerima term negatif (nafi),
sementara pada waktu dan kata yang sama, hakikat tidak menerimanya.
} Diskontinuitas pada majaz, dalam artian jika suatu kata majaz telah
dipakaikan pada suatu kondisi, maka tidak lagi bisa dipakaikan pada yang lain.
Seperti kata nakhlah yang berarti pohon kurma dipinjam untuk menjelaskan arti
‘laki-laki yang tinggi’, maka tidak lagi dipakaikan pada objek yang lain.
} Hakikat berlaku pada makna global sementara majaz lebih parsial
sebagaimana pada contoh “was’al al-qaryah” di atas.
} Hakikat menerima derifasi kata, seperti kata “amara” yang bisa
menjadi “ya’muru” dan sebagainya. Jika tidak dapat dipecah sebagaimana di atas,
seperti kata “amru”, maka ia adalah majaz.
} Jika terdapat perbedaan
antara term plural dengan singular, maka salahsatunya adalah majaz.
} Sebuah kata itu hakikat apabila ada ketergantungan makna kepada
yang lain (ta’alluq). Sebagai contoh kata qudrah, apabila dimaksudkan dengannya
‘sifat kekuasaan’, maka ia mempunyai ketergantungan makna kepada objek yang
dikuasai. Namun, pada opsi kedua ia juga bisa berarti objek kekuasaan secara
langsung, seperti tumbuhan atau ciptaan lainnya, sehingga ia tak lagi mempunyai
ketergantungan makna (ta’alluq) kepada yang lainnya. Selain itu, pada dasarnya
kata hakikat dapat diketahui secara simā’i dari orang yang berbahasa. Ia tidak
dapat diketahui dengan analogi (qiyās) sebagaimana biasa dilakukan dalam fiqh
dan ushul fiqh. Sementara majaz dapat diketahui melalui usaha mengenal
kebiasaan orang arab dalam penggunaan isti’ārah.
Post a Comment