NGOPI

Pahit memang pahit
Hitam memang hitam
Tapi kejujuranya membuat semua orang merindukanya

Ngopi, siapa yang tidak tahu aktifitas ini, hampir setiap kepala masyarakat indonesia faham betul apa itu ngopi, minum kopi sebagai hal keseharian yang tidak bisa dipisahkna dari kehidupan masyarakat indonesia baik tua muda, pria maupun wanita. Segala golongan terlibat didalamnya baik berstrata sosial rendah sampai strata sosial paling tinggi.
Sejarah panjang sampai kopi bertahan dan menjadi budaya indonesia, kopi adalah komoditi unggulan sejak dahulu kala, sebagai salah satu rempah yang menjadi penyuplai perekonomian yang menjajah bangsa ini, kopi dibawa oleh penjajah belanda kenegeri ini, kemudian dipaksakan kepada pribumi untuk di tanam di tanah indonesi yang subur, semakin hari semakin banyak dan hampir ada di seluruh bumi nusantara.
Banyak hal terjadi dalam proses ini,kegiatan ngopi melibatkan banyak manusia yang melakukan proses sampai kopi tersaji dalam gelas yang ada didepan kita. Dalam sehari-hari nilai transaksi kopi di negeri ini mencapai angka triliyunan mulai kopi dari para petani, tengkulak, distributor, pabrik pengolahan, toko-toko penjual kopi, sampai dengan warung-warung, cafe, resto, dan sebagian besar rumah penduduk indonesia.
Dalam dunia mahasiswa mungkin kopi adalah hal yang sangat dekat dan melekat sebagai sebuah minuman yang dikonsumsi sehari-sehari, bahkan setiap waktu. Kata mereka dengan mengopi hidup menjadi tenang dan santai, dengan ngopi banyak masalah dan problema hidup bisa terselesaiakan, dan dengan mengopi kita akan mendapakat kredebilitas sosial yang tinggi. Mungkin hal di atas adalah sebuah kebenaran adanya mengingat semakin hari semakin banyak pecandu kopi yang memenuhi warung-warung, cafe, dan kedai kopi yang lainya.
Tapi ada hal lain yang seharusnya mampu kita jadikan sebagai sebuah bahan kajian dan perenungan tentang dampak positif dan negatif ngopi, untuk akibat positif saya kira sudah banyak yang bahas oleh karenanya penulis mencoba menelisik dinamika dunia perkopian, khususnya mahasiswa dalam bentuk lain. Alasan menulis mengambil segmentasi mahasiswa adaalah kondosi hari ini tentang kehidupan para mahasiswa yang jumlah luar biasa di kota ini. Aktifitas ngopi hampir menjangkit sebagian banyak mahasiswa laki-laki dan mahasiswa perempuan jumlahnya juga tidak kalah besar.
Sebagai contoh adalah dikota malang ini, anda bisa menjumpai banyak sekali kafe-kafe dan warung kopi di sepanjang jalan-jalan besar maupun kecil disekitar kampus-kampus yang ada dikota ini, hampir mulai pagi sampai larut malam tempat-tempat ngopi ini dipenuhi pengunjung, dan hampir 90% pengunjungnya adalah mahasiswa yang masih aktif study,  ada pertanyaan yang muncul dari benak penulis, diantaranya, bagaiamana itu bisa terjadi? Kenapa mahasiswa yang memenuhi tempat ngopi? Apa ada yang salah dengan gaya hidup seperti ini? Atau adakah faktor yang dominan dalam perkembangan gaya hidup yang seperti ini?
Mahasiswa sebagai maanusia usia produktif yang populasinya hampir 40% penduduk indonesia, mulai dari kampus negeri sampai dengan swasta. Membanjiri sudut-sudut kota dan segala aspek produktif yang ada dilingkunganya tetapi bagaimana bisa mereka selalu terlihat diwarung kopi? Apa mereka tidak sibuk dengan kuliah? Tugas? Atau kehiduapan yang lain. Mengingat penulis juga mahasiswa jadi sementara ini kehidupan kampus tidak serumit yang mereka bayangkan, dalam perkuliahan normal mahasiswa satu semester hanya ada sekitar 24 sks, per sks sekitar 45 menit, jadi 45 dikalikan 24 sks maka jumlahnya 1080 menitan, itu dibagi menjadi 5 hari saja aktif kuliah, karena  rata-rata kampus dikota ini hari sabtu dan minggu libur. Jadi sehari kuliah tidak lebih dari 4 jam saja. Dalam satu minggu ada sekitar 10080 menit, jika dikurangi dengan beban sks yang mereka tempuh hanya sekitar 10% jadi masih ada waktu luang sekitar 9000 menit dalam seminggu. Dan dalam sehari rata-rata mereka mempunyai sekitar 1286 menit atau sekitar 21 jam, wao banyak sekali bukan? Tentunya jumlah itu belum dikurangi waktu lain seperti tidur, mengerjakan tugas, mengurus diri, dari semua kegiatan keseharian masih ada waktu sekitar 10 jam, wel, banyak bukan jadi 10 jam sehari ini waktu yang digunakan mereka untuk bersantai dan menikmati hidup, salah satunya dengan ngopi.
Secara hitung-hitungan kita sudah menemukan sedikit perkiraan estimasi waktu free yang digunakan mahasiswa setiap harinya, jadidengan demikian wajarlah ketika ngopi sebagai pelarian pada sisa waktu tersebut. Karena memang ngopi telah menjadi candu dan budaya yang tertanam dalam otak masing-masing penikmatnya. Yang menjadi pokok persoalan adalah apa yang dilakukan diwarung kopi? Apakah mereka diwarung kopi hanya untuk menhabiskan waktu saja? Saya kira tidak. Banyak aktifitas yang terjadi diwarung kopi, sebagian besar mereka “hanyalah” ngobrol, disusul dengan main gadget, internetan dengan laptop, main kartu, main skak, dan yang miris adalah jarang sekali penulis yang melihat budaya akademis disini.
Memang secara pribadi penulis tidak tau pasti apa yang mereka obrolkan tetapi berdasarkan pengalaman hidup, mereka hanya membual untuk hal-hal yang tidak penting dan jarang sekali ada hubunganya dengan akademis atau kepentingan hidup kita.
Terlepas dari problema itu, seharusnya mahasiswa adalah manusia dalam usia produktif dengan usia dan kesempatanya mereka bisa berkarya lebih dari pada sekedar duduk-duduk menghabiskan waktunya di warung kopi. Tidak semua mahasiswa suka dengan dunia akademis terlebih menulis dan membaca, terlepas dari motivasi kenapa mereka mengambil pilihan untuk kuliah. Yang disayangkan adalah ketika aktifitas ngopi menjadikan diri kita semakin jauh bahkan banyak juga yang lupa akan tanggung jawab. Selama apapun waktu tersisa seharusnya kita mampu melakukan perenungan terhadap kondisi saat ini, budaya ngopi yang negativ sama sekali seperti virus semakin lama semakin menjangkit bahkan belum ditemukan anti virusnya saat ini. Bayangkan dengan kondisi seperti ini terus terjadi maka bisa prediksi generasi penerus kita, mereka akan menjadi generasi pemalas, gampang dicekoki faham-faham imporan, termakan kecangihan teknologi, hanya sebagi konsumen dan sering juga menerima kerugianya.
Oleh karenanya seharusnya perlu ada kesadaran kita bersama, bagaimana seharusnya hal positif seperti ngopi menjadi hal yang produktif terlebih mendukung dunia akademis dan sosial yang mereka emban. Olehkarenanya mari kita mengkapanyekan tentang produktifitas generasi emas indonesia saat ini, dengan memanfaatkan segala fasilitas seperti ngopi untuk melakukan hal yang produktif, seperti membaca menulis, berdiskusi, dan membahas kondisi sosial bangsa ini yang sebenarnya sangat membutuhkan uluran tangan para mahasiswa, yang katanya adalah agen perubahan, agen sosial kontrol, dan agen-agen yang lainya, jangan sampai kita hanya menjadi bahan cekokan para faham-faham yang disebarkan lewat media masa yang sebenarnya itu njauh dari nilai-nilai yang ada dalam bangsa kita.
Kalau tidak dimulai hari ini lantas kapan perubahan ini akan terjadi? Memang semuanya terasa sulit tetapi kalau kesadaran itu dibangun dari pribadi kita saya rasa tidak ada yang tidak mungkin, semua akan menjadi lebih baik selama kita tidak pernah putus asa dan terus berusaha. Tanpa mendiskritkan pihak manapun dalam tulisan ini, pastinya pasti ada beberapa hal yang kurang berkenan, sehingga kritik dan saran sangat penulis harapkan untuk kebaikan kita bersama.
0 Responses

Post a Comment