A.
Ayat Tentang Hibah
Dalam al-Quran surah Al baqarah ayat 177 ada dijelaskan
tA#uäur tA$yJø9$# 4n?tã ¾ÏmÎm6ãm Írs 4n1öà)ø9$# 4yJ»tGuø9$#ur tûüÅ3»|¡yJø9$#ur tûøó$#ur È@Î6¡¡9$# tû,Î#ͬ!$¡¡9$#ur Îûur ÅU$s%Ìh9$# uQ$s%r&ur no4qn=¢Á9$# tA#uäur no4q2¨9$# cqèùqßJø9$#ur öNÏdÏôgyèÎ/ #sÎ) (#rßyg»tã ( tûïÎÉ9»¢Á9$#ur Îû Ïä!$yù't7ø9$# Ïä!#§Ø9$#ur tûüÏnur Ĩù't7ø9$# 3 y7Í´¯»s9'ré& tûïÏ%©!$# (#qè%y|¹ ( y7Í´¯»s9'ré&ur ãNèd tbqà)GßJø9$# ÇÊÐÐÈ
177. dan memberikan harta yang dicintainya kepada kerabatnya,
anak-anak yatim, orang-orang miskin, musafir (yang memerlukan pertolongan) dan
orang-orang yang meminta-minta; dan (memerdekakan) hamba sahaya, mendirikan
shalat, dan menunaikan zakat; dan orang-orang yang menepati janjinya apabila ia
berjanji, dan orang-orang yang sabar dalam kesempitan, penderitaan dan dalam
peperangan. mereka Itulah orang-orang yang benar (imannya); dan mereka Itulah
orang-orang yang bertakwa.
Kata
t¾ÏmÎm6ãm 4n?tã
A$yJø9$#tA#uäur mengandung artian untuk memberikan harta yang
dicintainya kepada sesama, baik kerabat, anak-anak yatim, orang-orang miskin,
musafir, dan orang yang meminta-minta.
Ø Tafsir
Ayat
·
Tafsir / Indonesia / DEPAG / Surah Al Baqarah 177.
Menurut riwayat Ar-Rabi` dan Qatadah sebab turunnya ayat ini ialah bahwa
orang Yahudi sembahyang menghadap ke arah barat, sedang orang-orang Nasrani
menghadap ke arah timur. Masing-masing golongan mengatakan golongannyalah yang
benar dan oleh karenanya golongannyalah yang berbakti dan berbuat kebajikan.
Sedangkan golongan lain salah dan tidak dianggapnya berbakti atau berbuat
kebajikan, maka turunlah ayat ini untuk membantah pendapat dan persangkaan
mereka.
Memang ada pula riwayat lain mengenai sebab turunnya ayat ini yang tidak
sama dengan yang disebutkan di atas, akan tetapi bila kita perhatikan urutan
ayat-ayat sebelumnya, yaitu ayat-ayat 174, 175 dan 176, maka yang paling sesuai
ialah bahwa ayat ini diturunkan mula-mula terhadap Ahli Kitab (Yahudi dan
Nasrani) karena pembicaraan masih berkisar di sekitar mencerca dan membantah
perbuatan dan tingkah laku mereka yang tidak baik dan tidak wajar.
Ayat ini bukan saja
ditujukan kepada umat Yahudi dan Nasrani, tetapi mencakup juga semua umat yang
menganut agama-agama yang diturunkan dari langit termasuk umat Islam.
Pada ayat 177 ini Allah menjelaskan kepada semua umat manusia, bahwa
kebaktian itu bukanlah sekedar menghadapkan muka kepada suatu arah yang
tertentu, baik ke arah timur maupun ke arah barat, tetapi kebaktian yang
sebenarnya ialah beriman kepada Allah dengan sesungguhnya, iman yang bersemayam
di lubuk hati yang dapat menenteramkan jiwa, yang dapat menunjukkan kebenaran
dan mencegah diri dari segala macam dorongan hawa nafsu dan kejahatan. Beriman
kepada hari akhirat sebagai tujuan terakhir dari kehidupan dunia yang serba
kurang dan fana ini. Beriman kepada malaikat yang di antara tugasnya menjadi
perantara dan pembawa wahyu dari Allah kepada para nabi dan rasul. Beriman
kepada semua kitab-kitab yang diturunkan Allah, baik Taurat, Injil maupun
Alquran dan lain-lainnya, jangan seperti Ahli Kitab yang percaya pada sebagian
kitab yang diturunkan Allah, tetapi tidak percaya kepada sebagian lainnya, atau
percaya kepada sebagian ayat-ayat yang mereka sukai, tetapi tidak percaya
kepada ayat-ayat yang tidak sesuai dengan keinginan mereka. Beriman kepada
semua nabi tanpa membedakan antara seorang nabi dengan nabi yang lain.
Iman tersebut harus disertai dan ditandai dengan amal perbuatan yang
nyata sebagaimana yang diuraikan dalam ayat ini, yaitu:
1.a. Memberikan harta
yang dicintai kepada karib kerabat yang membutuhkannya. Anggota keluarga yang
mampu hendaklah lebih mengutamakan memberi nafkah kepada keluarga yang lebih
dekat.
b.Memberikan bantuan
harta kepada anak-anak yatim karena anak-anak kecil yang sudah wafat ayahnya
adalah orang-orang yang tidak berdaya. Mereka membutuhkan pertolongan dari
bantuan untuk menyambung hidup dan meneruskan pendidikannya hingga mereka bisa
hidup tenteram sebagai manusia yang bermanfaat dalam lingkungan masyarakatnya.
c.Memberikan harta
kepada orang-orang musafir yang membutuhkan sehingga mereka tidak terlantar
dalam perjalanan dan terhindar dari pelbagai kesulitan.
d.Memberikan harta
kepada orang-orang yang terpaksa meminta-minta karena tidak ada jalan lain
baginya untuk menutupi kebutuhannya.
e.Memberikan harta
untuk memerdekakan hamba sahaya, sehingga ia dapat memperoleh kemerdekaan dan
kebebasan dirinya yang sudah hilang.
2.Mendirikan salat,
artinya melaksanakannya pada waktunya dengan khusyuk lengkap dengan rukun-rukun
dan syarat-syaratnya.
Nabi bersabda:
هدم فقد تركها الدين ومن الدين أقام فقد أقامها
فمن الدين عماد الصلاة
Artinya:
Salat itu adalah tiang agama, barangsiapa
mendirikannya maka sesungguhnya ia telah mendirikan agama, dan barangsiapa yang
meninggalkannya, maka sesungguhnya ia telah meruntuhkan agama.
3.Menunaikan zakat
kepada yang berhak menerimanya sebagaimana yang tersebut dalam surat At-Taubah
ayat 60. Di dalam Alquran apabila disebutkan perintah "mendirikan
salat" selalu pula diiringi dengan perintah "menunaikan zakat"
karena antara salat dan zakat terjalin hubungan yang sangat erat dalam
melaksanakan kebaktian dan kebajikan. Sebab salat pembersih jiwa sedang zakat
pembersih harta. Mengeluarkan zakat bagi manusia memang sukar, karena zakat
suatu pengeluaran harta sendiri yang sangat disayangi. Oleh karena itu apabila
ada perintah salat selalu diiringi dengan perintah zakat karena kebaktian itu
tidak cukup dengan jiwa saja tetapi harus pula disertai dengan harta. Oleh
karena itulah, sesudah Nabi Muhammad saw. wafat sepakatlah para sahabatnya tentang
wajib memerangi orang-orang yang tidak mau menunaikan zakat hartanya.
4.Menepati janji bagi
mereka yang telah mengadakan perjanjian. Segala macam janji yang telah
dijanjikan wajib ditepati, baik janji kepada Allah seperti sumpah dan nazar dan
sebagainya, maupun janji kepada manusia, terkecuali janji yang bertentangan
dengan hukum Allah (syariat Islam) seperti janji berbuat maksiat, maka tidak
boleh (haram) dilakukan, hal ini dikuatkan oleh sabda Rasulullah saw.:
خان اؤتمن وإذا أخلف وعد وإذا
كذب حدث إذا ثلاث المنافقين أية
Artinya:
Tanda munafik ada tiga, yaitu apabila berkata,
maka ia selalu berbohong, apabila ia berjanji maka ia selalu tidak menepati
janjinya, apabila ia dipercayai maka ia selalu berkhianat. (HR Muslim dari Abu
Hurairah ra.)
·
Tafsir / Indonesia / Jalalain / Surah Al Baqarah 177
(Kebaktian itu bukanlah
dengan menghadapkan wajahmu) dalam salat (ke arah timur dan barat) ayat ini
turun untuk menolak anggapan orang-orang Yahudi dan Kristen yang menyangka
demikian, (tetapi orang yang berbakti itu) ada yang membaca 'al-barr' dengan ba
baris di atas, artinya orang yang berbakti (ialah orang yang beriman kepada
Allah, hari akhir, malaikat-malaikat, kitab) maksudnya kitab-kitab suci (dan
nabi-nabi) serta memberikan harta atas) artinya harta yang (dicintainya)
(kepada kaum kerabat) atau famili (anak-anak yatim, orang-orang miskin, orang
yang dalam perjalanan) atau musafir, (orang-orang yang meminta-minta) atau
pengemis, (dan pada) memerdekakan (budak) yakni yang telah dijanjikan akan
dibebaskan dengan membayar sejumlah tebusan, begitu juga para tawanan, (serta
mendirikan salat dan membayar zakat) yang wajib dan sebelum mencapai nisabnya
secara tathawwu` atau sukarela, (orang-orang yang menepati janji bila mereka
berjanji) baik kepada Allah atau kepada manusia, (orang-orang yang sabar) baris
di atas sebagai pujian (dalam kesempitan) yakni kemiskinan yang sangat
(penderitaan) misalnya karena sakit (dan sewaktu perang) yakni ketika
berkecamuknya perang di jalan Allah. (Mereka itulah) yakni yang disebut di atas
(orang-orang yang benar) dalam keimanan dan mengakui kebaktian (dan mereka
itulah orang-orang yang bertakwa) kepada Allah.
Ø Arti Hibah
Hibah berasal dari kata وهب- يهب- وهبا- ووهبا-وهبةyang
berarti pemberian tanpa imbalan. Selanjutnya kata hibah dimaksudkan sebagai tindakan
atau perbuatan memberikan sesuatu kepada orang baik berupa harta atau selain
harta.
Hibah mempunyai dua
pengertian, secara umum hibah dapat diartikan memindahkan kepemilikan barang
kepada orang lain ketika masih hidup. Arti hibah secara khusus adalah
pemindahan kepemilikan suatu benda yang bukan suatu kewajiban pada orang lain
ketika masih hidup dengan ījāb danqabūl tanpa mengharapkan pahala atau kerena menghormati dan
juga bukan karena menutupi kebutuhan.
Kompilasi Hukum Islam (KHI)
yang merupakan hukum yang digunakan oleh orang muslim Indonesia meyebutkan pada
Pasal 171 huruf g, hibah adalah pemberian suatu benda secara sukarela dan tanpa
imbalan dari seseorang kepada orang lain yang masih hidup
untuk dimiliki.
Dari beberapa pengertian di
atas hibah merupakan pemindahan kepemilikan atas harta dari seseorang kepada
orang lain ketika masih hidup tanpa mengharapkan imbalan atau pahala, yang
dilakukan dengan ījāb dan qabūl.
Hibah berbeda dengan wasiat
ataupun waris. Hibah, wasiat dan waris sama-sama membahas mengenai perpindahan hak milik atas
suatu harta pada orang lain, akan tetapi diantara ketiganya memiliki
ciri-ciri khusus yang
menjadikannya berbeda satu sama lainnya.
Hibah merupakan tindakan
pengalihan hak milik atas suatu harta yang dilakukan semasa hidup kepada orang
yang dikehendaki oleh si pemberi hibah dan dilakukan seketika itu (tanpa
menunggu si pemberi hibah meninggal).
Ø Asbabun
Nuzul
Abdurrazzaq berkata, "Diberikan
kepada kami oleh Ma'mar dari Qatadah, katanya, 'Orang-orang Yahudi salat
menghadap ke barat, sementara orang-orang Kristen ke arah timur', maka
turunlah, 'Tidaklah kebaktian itu dengan menghadapkan mukamu...' sampai akhir
ayat." (Q.S. Al-Baqarah 177) Diketengahkan pula oleh Ibnu Abu Hatim dari
Abu Aliyah seperti itu juga oleh Ibnu Jarir dan Ibnu Mundzir dari Qatadah,
katanya, "Disebutkan kepada kami bahwa seorang laki-laki menanyakan kepada
Nabi saw. tentang kebaktian, maka Allah pun menurunkan ayat, 'Tidaklah
kebaktian itu dengan menghadapkan mukamu.' Kemudian dipanggillah laki-laki tadi
lalu dibacakan kepadanya. Dan sebelum ditetapkan kewajiban-kewajiban, bila
seseorang telah mengucapkan, 'Asyhadu allaa ilaaha illallaah wa-anna muhammadan
`abduhuu warasuuluh', lalu orang itu mati dalam keyakinan seperti itu, maka ada
harapan dan besar kemungkinan akan memperoleh kebaikan. Maka Allah pun
menurunkan, 'Tidaklah kebaktian itu dengan menghadapkan mukamu ke arah timur
maupun barat.' (Q.S. Al-Baqarah 177). Selama ini orang-orang Yahudi menghadap
ke arah barat, sementara orang-orang Kristen ke arah Timur."
Ø Istikhraj al-Ahkam
-
Perintah untuk memberikan sebagian harta yang
dicintainya kepada orang lain
-
Perintah
2.
Dalalatun Nash
a.
Mantuqiyah
-
Anjuran untuk
-
Perintah untuk
b.
Muwafaqah
-
Perintah untuk
-
Perintah untuk
c.
Mukholafah
-
Larangan
-
Larangan
3.
Isyaratun Nash
-
Anjuran untuk
-
Perintah
-
Perlunya
-
Perlunya
-
Perlunya
-
Anjuran
-
Perintah
-
Ajuran
-
Perintah
-
Larangan
-
Perlunya’
B.
Ayat Tentang Wakaf
Secara umum tidak terdapat ayat al-Quran
yang menerangkan konsep wakaf secara jelas. Oleh karena wakaf termasuk infaq fi
sabilillah, maka dasar yang digunakan para ulama dalam menerangkan konsep wakaf
ini didasarkan pada keumuman ayat-ayat al-Quran tantang infaq fi sabilillah. Di
antara ayat yang kami paparkan di sini adalah ayat ke 267 dalam Q.S. Al
Baqqarah 267
$ygr'¯»t tûïÏ%©!$# (#þqãZtB#uä (#qà)ÏÿRr& `ÏB ÏM»t6ÍhsÛ $tB óOçFö;|¡2 !$£JÏBur $oYô_t÷zr& Nä3s9 z`ÏiB ÇÚöF{$# ( wur (#qßJ£Jus? y]Î7yø9$# çm÷ZÏB tbqà)ÏÿYè? NçGó¡s9ur ÏmÉÏ{$t«Î/ HwÎ) br& (#qàÒÏJøóè? ÏmÏù 4 (#þqßJn=ôã$#ur ¨br& ©!$# ;ÓÍ_xî îÏJym ÇËÏÐÈ
267. Hai
orang-orang yang beriman, nafkahkanlah (di jalan Allah) sebagian dari hasil
usahamu yang baik-baik dan sebagian dari apa yang Kami keluarkan dari bumi
untuk kamu. dan janganlah kamu memilih yang buruk-buruk lalu kamu menafkahkan
daripadanya, Padahal kamu sendiri tidak mau mengambilnya melainkan dengan
memincingkan mata terhadapnya. dan ketahuilah, bahwa Allah Maha Kaya lagi Maha
Terpuji.
Kata (OçFö;|¡2$tB
M»t6ÍhsÛ
`ÏB#qà)ÏÿRr&) anfiquu min
thoiyibaati maa kasabtum, yang kita
artikan sebagai menafkahkan harta kita di jalan Allah sebagian dari hasil usaha
yang baik, yang mengisyaratkan bahwa hanya bersedekah atau berwakaf di jalan
Allah dengan menggunakan harta atau hasil jerih payah yang baiklah yang
mempunyai nilai pahala di sisi Allah. Pengertian
menafkahkan harta di jalan Allah dalam ayat di atas meliputi belanja untuk kepentingan
jihad, prasarana umum, dll.
-
Kata #qà)ÏÿRr& mengandung makna seruan atau anjuran untuk
menafkahkan atau menginfaqkan, berbentuk fi’il amr.
-
Kata OçFö;|¡2 bermakna suatu usaha untuk mencari penghasilan
-
Kata M»t6ÍhsÛ
`ÏB mengisyaratkan
suatu hasil yang diperoleh dengan baik
Ø Tafsir Ayat
Tafsir / Indonesia / DEPAG / Surah Al Baqarah 267
Dalam ayat ini, Allah menjelaskan bahwa barang
yang dinafkahkan seseorang haruslah miliknya yang baik, yang disenanginya,
bukan barang yang buruk yang dia sendiri tidak menyukainya baik berwujud
makanan, buah-buahan atau barang-barang maupun binatang ternak dan sebagainya.
Dalam ayat ini Allah telah berfirman:
تُحِبُّونَ مِمَّا تُنْفِقُوا حَتَّى الْبِرَّ تَنَالُوا لَنْ
Artinya:
Kamu sekali-kali tidak sampai kepada kebajikan
(yang sempurna), sebelum kamu menafkahkan sebahagian harta yang kamu cintai.
Dan apa saja yang kamu nafkahkan, maka sesungguhnya Allah mengetahuinya. (Q.S
Ali Imran: 92)
Riwayat yang menerangkan sebab turunnya ayat ini
menyebutkan bahwa ketika ada sebagian dari kaum Muslimin yang suka bersedekah
dengan buah kurma yang jelek-jelek yang tak termakan oleh mereka sendiri. Maka
turunlah ayat ini untuk melarang perbuatan itu.
Riwayat lain menyebutkan bahwa ada seorang lelaki
memetik buah kurmanya, kemudian dipisahkannya yang baik-baik dari yang
buruk-buruk. Ketika datang orang yang meminta sedekah diberikannyalah yang
buruk itu. Maka ayat ini turun mencela perbuatan itu.
Namun demikian orang yang bersedekah itu pun
tidak boleh pula dipaksa untuk menyedekahkan yang baik-baik saja dari apa yang
dimilikinya seperti yang tersebut di atas. Rasulullah saw. pernah bersabda
kepada Muaz bin Jabal ketika beliau mengutusnya ke negeri Yaman:
Artinya:
"Beritahukanlah kepada mereka, bahwa mereka
berkewajiban untuk bersedekah, diambilkan dari orang-orang kaya mereka, dan
diberikan kepada orang fakir mereka. Dan ingatlah, jangan sampai engkau memaksa
mereka untuk menyedekahkan barang-barang yang baik saja dari harta
mereka."
Dari keterangan-keterangan di atas dapat
dipahami, bahwa Allah swt. sangat mencela bila yang disedekahkan itu terdiri
dari barang-barang yang buruk-buruk. Ini bukan pula berarti bahwa barang yang
disedekahkan itu harus yang terbaik, melainkan yang pertengahan, yang wajar,
dan orang yang menafkahkan itu sendiri menyukainya andaikata dialah yang
diberi.
Pada akhir ayat ini Allah swt. berfirman, yang
artinya sebagai berikut: "Ketahuilah, bahwasanya Allah Maha Kaya dan Maha
Terpuji." Ini merupakan suatu peringatan, terutama kepada orang yang suka
menafkahkan barang yang buruk-buruk, bahwa Allah tidak memerlukan sedekah
semacam itu. Dan Ia tidak akan menerimanya sebagai suatu amal kebaikan. Bila
seorang benar-benar ingin berbuat kebaikan dan mencari keridaan Allah, mengapa
ia memberikan barang yang buruk, yang dia sendiri tidak menyukainya? Allah Maha
Kaya, Maha Terpuji dan pujian yang layak bagi Allah ialah bahwa kita rela
menafkahkan sesuatu yang baik dari harta milik kita yang dikaruniakan Allah
kepada kita.
Ø
Arti Wakaf menurut
para Ulama
Secara etimologi, wakaf berasal dari perkataan Arab “Waqf”
yang berarti “al-Habs”. Ia merupakan kata yang berbentuk masdar (infinitive
noun) yang pada dasarnya berarti
menahan, berhenti, atau diam. Apabila kata tersebut dihubungkan dengan harta
seperti tanah, binatang dan yang lain, ia berarti pembekuan hak milik untuk
faedah tertentu (Ibnu Manzhur: 9/359).
Sebagai
satu istilah dalam syariah Islam, wakaf diartikan sebagai penahanan hak milik
atas materi benda (al-‘ain) untuk tujuan menyedekahkan manfaat atau faedahnya
(al-manfa‘ah) (al-Jurjani: 328). Sedangkan dalam buku-buku fiqh, para ulama
berbeda pendapat dalam memberi pengertian wakaf. Perbedaan tersebut membawa akibat
yang berbeda pada hukum yang ditimbulkan. Definisi wakaf menurut ahli fiqh
adalah sebagai berikut.
Pertama,
Hanafiyah mengartikan wakaf sebagai menahan materi benda (al-‘ain) milik Wakif
dan menyedekahkan atau mewakafkan manfaatnya kepada siapapun yang diinginkan
untuk tujuan kebajikan (Ibnu al-Humam: 6/203). Definisi wakaf tersebut
menjelaskan bahawa kedudukan harta wakaf masih tetap tertahan atau terhenti di
tangan Wakif itu sendiri. Dengan artian, Wakif masih menjadi pemilik harta yang
diwakafkannya, manakala perwakafan hanya terjadi ke atas manfaat harta
tersebut, bukan termasuk asset hartanya.
Kedua,
Malikiyah berpendapat, wakaf adalah menjadikan manfaat suatu harta yang
dimiliki (walaupun pemilikannya dengan cara sewa) untuk diberikan kepada orang
yang berhak dengan satu akad (shighat) dalam jangka waktu tertentu sesuai
dengan keinginan Wakif (al-Dasuqi: 2/187). Definisi wakaf tersebut hanya
menentukan pemberian wakaf kepada orang atau tempat yang berhak saja.
Ketiga,
Syafi‘iyah mengartikan wakaf dengan menahan harta yang bisa memberi manfaat
serta kekal materi bendanya (al-‘ain) dengan cara memutuskan hak pengelolaan
yang dimiliki oleh Wakif untuk diserahkan kepada Nazhir yang dibolehkan oleh
syariah (al-Syarbini: 2/376). Golongan ini mensyaratkan harta yang diwakafkan
harus harta yang kekal materi bendanya (al-‘ain) dengan artian harta yang tidak
mudah rusak atau musnah serta dapat diambil manfaatnya secara berterusan
(al-Syairazi: 1/575).
Keempat,
Hanabilah mendefinisikan wakaf dengan bahasa yang sederhana, yaitu menahan asal
harta (tanah) dan menyedekahkan manfaat yang dihasilkan (Ibnu Qudamah: 6/185).
Itu menurut para ulama ahli fiqih. Dalam Undang-undang nomor 41 tahun 2004,
wakaf diartikan dengan perbuatan hukum Wakif untuk memisahkan dan/atau
menyerahkan sebagian harta benda miliknya untuk dimanfaatkan selamanya atau
untuk jangka waktu tertentu sesuai dengan kepentingannya guna keperluan ibadah
dan/atau kesejahteraan umum menurut syariah.
Dari
beberapa definisi wakaf tersebut, dapat disimpulkan bahwa wakaf bertujuan untuk
memberikan manfaat atau faedah harta yang diwakafkan kepada orang yang berhak
dan dipergunakan sesuai dengan ajaran syariah Islam. Hal ini sesuai dengan
fungsi wakaf yang disebutkan pasal 5 UU no. 41 tahun 2004 yang menyatakan wakaf
berfungsi untuk mewujudkan potensi dan manfaat ekonomis harta benda wakaf untuk
kepentingan ibadah dan untuk memajukan kesejahteraan umum menurut syariah.
Ø
Asbabun Nuzul
Diriwayatkan oleh Hakim, Tirmizi, Ibnu Majah dan lain-lainnya, dari
Barra', katanya, "Ayat ini turun mengenai kita, golongan Ansar yang
memiliki buah kurma. Masing-masing menyumbangkan kurmanya, sedikit atau banyak
sesuai kemampuannya. Tetapi orang-orang yang tidak ingin berbuat kebaikan,
membawa rangkaian kurmanya yang bercampur dengan kulit dan rantingnya, ada yang
telah putus dan lepas dari rangkaiannya, lalu diikatkannya, maka Allah pun
menurunkan, 'Hai orang-orang yang beriman, nafkahkanlah sebagian dari hasil
usahamu yang baik-baik...'" (Q.S. Al-Baqarah 267)
Diriwayatkan oleh Abu Daud, Nasai dan Hakim dan Sahl bin Hanif, katanya,
"Orang-orang sengaja memilih buah-buahan mereka yang jelek yang mereka
keluarkan untuk sedekah. Maka turunlah ayat, 'Dan janganlah kamu pilih yang
jelek di antaranya untuk dinafkahkan.'" (Q.S. Al-Baqarah 267)
Diriwayatkan oleh Hakim, dari Jabir, katanya,
"Nabi saw. menyuruh mengeluarkan zakat fitrah sebanyak satu sukat kurma.
Maka datanglah seorang laki-laki membawa kurma yang jelek, hingga Alquran pun
turun menyampaikan, 'Hai orang-orang yang beriman! Nafkahkanlah sebagian dari
hasil usahamu yang baik-baik...'" (Q.S. Al-Baqarah 267)
Diriwayatkan oleh Ibnu Abu Hatim dari Ibnu Abbas,
katanya, "Para sahabat membeli makanan yang murah, lalu menyedekahkannya.
Maka Allah pun menurunkan ayat ini.(al-Baqarah; 267)"
Ø Istikhraj al-Ahkam
-
Perintah untuk menafkahkan harta di jalan Allah
-
Perintah untuk berusaha mencari suatu penghasilan atau
rizqi yang baik
5.
Dalalatun Nash
d.
Mantuqiyah
-
Anjuran untuk selalu berusaha menafkahkan harta di
jalan Allah
-
Perintah untuk
e.
Muwafaqah
-
Perintah untuk
-
Perintah untuk
f.
Mukholafah
-
Larangan
-
Larangan
6.
Isyaratun Nash
-
Anjuran untuk
-
Perintah
-
Perlunya
-
Perlunya
-
Perlunya
-
Anjuran
-
Perintah
-
Ajuran
-
Perintah
-
Larangan
-
Perlunya’