Unknown
KAPITALISME PENDIDIKAN DI UNIVERSITAS

Salam revolusi
Dilihat dari historisnya pendidikan diindonesia telah mengalami beberapa masa perjalanan hidup pendidikan yang sangat bermacam dan banyak hal dan permasalahan yang mewarnai pendidikan dinegeri ini. Sudah 65 tahun kita merdeka, tapi ironisnya pendidikan kita tidak pernah merdeka. Tujuan pendidikan tidak pernah terwujud, tujuan pendidikan untuk mencerdaskan kehidupan bangsa tidak pernah terealisasi, karna banyaknya factor yang memboncengi system pendidikan negeri ini, pendidikan sangat sangat sarat dengan kekuasaan, baik kekuasaan politik maupun kekuasaan ekonomi, maka berbagai metode, cara, strategi, dan taktik dikembangkn untuk mengukuhkan hegomoni kekuasaan tersebut.
Saat pendidikan hanya digunakan sebagai batu loncatan untuk mendapatkan pekerjaan, maka yang ada pada diri peserta didik hanyalah kerja-kerja dan kerja. Hanya untuk kepentingan pribadi tanpa memperhitungkan kehidupan sosial disekitarnya. Para peserta didik mempunyai pemikiran bahwa modal yang mereka keluarkan harus dikembalikan pada saat sudah bekerja. Inilah biang dari kapitalisme pendidikan. Baik itu yang bekerja sebagai para pendidik ataupun kerja demi kebutuhan manusia.
Lembaga pendidikan dianggap sebagai lahan subur yang harus mereka garap untuk menghasilkan pundi-pundi kekayaan dan kekuasaan. Lembaga pendidikan digunakan relasi untuk mengasilkan kekayaan dan kekuasaan, sehingga Pendidikan menjadi komediti yang sangat mahal, yang tidak bisa dijangkau oleh orang miskin, pendidikan hanya bisa dirasakan oleh para mereka yang mempunyai modal, dengan demikian pembodohan akan terus berjalan dinegeri ini, sehingga benar kata buku Orang Miskin Dilarang Sekolah. Ini adalah realita dan fakta yang ada dalam masyarakat kita yang akan tetap berlanjut sebelum adanya revolusi dalam pendidikan. Mereka para lulusan perguruan tinggi adalah para mereka pemegang modal. Dan nantinya akan masuk pada ranah kehidupan sosial, baik dalam pemerintahan, pendidikan dan pemenuhan kebetuhan manusia. Mereka yang duduk sebagai pemimpin dan wakil kita adalah orang-orang yang kaya, orang yang per4nah mengenyam pendidikan tinggi, tapi mereka adalah produk dari pendidikan yang kapitalis, jangan salah kalau KKN, gila kekuasaan, tidak meratanya pendidikan, tidak tepat sasaranya APBD, dan rasisme yang terus terjadi adalah hal yang setiap hari kita temui dinegeri ini. Sehingga bangsa kita akan tetap miskin dan bodoh, serta kehidupan bangsa kita dipimpin oleh bangsa lain yang kualitasnya lebih segalanya dari kita. Revolusi harus di lakukan sebelum kemiskinan, kehancuran dan kebodohan mengiringi jalanya kehidupan bangsa ini. Bangsa kita maindsetnya akan tebentuk sebagai maindset para babu dan budak.
Tidak perlu jauh-jauh menilik diluar sana, dikampus kita tercinta ini, systemnya sangat mengarah pada system kekuasaan, baik politik maupun ekonomi yang terus berjalan beriringan dengan system yang dilangsungkan oleh pemegang tampuh kepemimpinan kampus ini. Dalam sebuah forum pertemuan MABA dengan para pejabat eselon kampus ini, khususnya Bapak rector Universitas di Malang Prof.DR.I.S mengatakan bahwa “Mengelola kampus itu sama dengan mengelola perusahaan” secara tersirat maupun tidak tersirat kampus kita tidak lebih dari sebuah pabrik yang hanya mencetak barang-barang yang kulitasnya sama. Mereka hanya mengantarkan para mahasiswa sebagai para karyawan dan buruh serta membakali mental mereka dengan mental babu.
Sampai detik ini kisruh yang baru-baru ini terjadi dikampus kita, banyak sekali hal yang sarat dengan muatan politik dan jabatan, ada kepentingan yang ditunggangi oleh kepentingan lain. Baik kepentingan Mahasisiwa atau lebih dari sekedar mahasiswa. Saat semua isu dan opini menggelontor bak bola salju, semakin hari semakin panas dan semakin runyam, isu kongrit yang mendasar adalah kenaikan biaya pendidikan yang melambung tinggi dikampus kita. Dan kejadian kisruh dikampus kita saat ini akan melanggengkan kapitalisme pendidikan kampus ini. Dengan menutupi mata mahasisiwa dengan kepentingan lain, maka kebijakan ini terlupakan oleh sebagian Mahasiswa U di Malang, yang mengabaikan kenaikan biaya pendidikan tanpa trasnparasi yang jelas kepada masyarakat dan MABA selaku korbanya.
Bayangkan kenaikan yang signifikan mulai SPP dibandrol dengan 1.250.000,- untuk non saintek dan 1.500.000 untuk saintek. Serta biaya yang tidak jelas lainya seperti pengembangan Ma’had sebesar 5.000.000,- sangat tidak realistis dengan fasilitas yang tersedia untuk para MABA, sangat ironis sekali dalam wacana pihak rektorat dari tahun ketahun untuk pengembangan ma’had tapi realitanya ma’had tetap ma’had. perubahan dan pengembanganpun sama sekali tidak terwujud. Malah didilamnya tercetak para singa-singa yang siap menerkam bila dilepas dari kerangkengnya. Satu lagi yang perlu diketahui adalah biaya kesehatan yang begitu mahalnya dengan fasilitas yang begitu minimnya, Rp. 50.000,- / Mahasiswa dikalikan sekitar 7000 Mahasiswa persemester. Sekitar 350.000.000.- terkumpul, buat apakah dana sebesar itu? Apakah dokter,obat, dan perawatan klinik sampai memakan dana sebigitu besar? Sangat ironis sekali, wawancara kami dengan salah satu dokter yang bekerja diklinik UIN, ternyata pihak U tidak berani mengkontrak dokter tersebut, dan obat-obatan yang paling murah dan jenisnya sama yaitu obat generic, Mahasiswa U hanya boleh sakit dijam 09.30-11.30, itupun seminggu tidak penuh, dan apapun sakitnya akan mendapatkan obat yang sama. Dimana transparasi dan efektifitasnya? Sudah sangat jelas bahwa kapitalisme sangat kental dikampus ini, dan belum lagi BLU-BLU yang dananya dari mahasisiwa tapi pada realita penggunaanya mahasiswa tetap dibebankan dengan dana yang begitu mahal, sangat ironis sekali. Selayaknya kita mengucapkan “innalillahi wainnailaihi rojiun” dikampus kita telah meninggal dunia tujuan pendidikan, dan yang sangat mencengangkan adalah pembunuhnya adalah para penguasa dan birokrat kampus kita dan seluruh masyarakat kampus mulai tersetting sebagai agen-agen pembunuhan tersebut.
Eksistensi kita sebagai mahasiswa yang memiliki pemikiran kritis, inovativ, pikiran bebas, daya kreativitas, daya nalar,sikap I ditemempertanyakan, sikap terbuka, sikap argumentative, dan sikap dialogis, telah terbunuh dengan halus oleh symbol-simbol pendidikan dikampus ini yang sarat dengan hegemoni kekuasaan.
Jika hal ini diteruskan tanpa adanya perlawanan maka secara sadar maupun tidak sadar kita tidak lebih dari pada barang-barang yang dikeluarkan dari perusahaan yang sangat tidak bermutu,kemudian menjadi sampah, dan malah akan menjadi beban negara. Mari kita peduli dengan semua yang ada disekitar kita, mereka sangat membutuhkan kita, para kaum buruh, masyarakat pinggiran, masyarakat pedalaman, dan seluruh masyarakat miskin dinegeri ini. Mereka semua sama hak dan kuajiban dimata hukum, sama-sama berhak mendapatkan pendidikan yang layak dan setinggi-tingginya.
Sebagai korban seharusnya kita sadar apa yang harus kita lakukan, bukan hanya menyikapi kebijakan dengan sakit hati. Persatuan dan terus berupaya mengembangkan kemampuan dalam kita belajar adalah salah satu wujud dari upaya kita untuk terlepas dari jeratan kapitalisme pendidikan. Perubahan maindset kita harus dilakukan, yang dulu kuliah hanya demi gengsi, demi pekerjaan, dan demi jabatan, mulai hijroh kefitrah kita sebagai mahasiswa sebagai agen of change, agen of control, dan generasi terdidik bangsa kita. Kita control dan kita awasi setiap tindak tanduk para pelaku pendidikan dan hasil dari pendidikan agar selaras dengan tujuan pendidikan, yaitu mencerdaskan kehidupan bangsa, sehingga bangsa kita kedepanya menjadi bangsa yang bisa dibanggakan dan tidak menjadi bangsa yang selalu terjajah dari segi apapun.

Support by:
KBMUM
Keluarga Besar Mahasisiwa UIN Maliki Malang
FIMUM
(Forum Iluminati Mahasiswa UIN Maliki Malang)
Chimoe92@ymail.com
Labels: | edit post
0 Responses

Post a Comment