Unknown

Puji syukur pada Tuhan semesta alam yang memberikan kesempatan kita untuk berkompetisi dan berkopetensi.

Hari ini adalah kebetulan hari anti korupsi sedunia, berbarengan dengan pilkada serentak di indonesia, tentunya harus ada semangat lain bahwa pemimpin yang kita pilih hari ini adalah pemimpin yang tidak koropsi dan anti korupsi, bisa menjadi pembaharu birokrasi yang lebih baik.

Banyak hal yang terjadi dalam dinamika perpolitikan yang ada di indonesia hari ini, gejolak senayan masih saja gonajang ganjing, sementara di daerah harus berjibaku menentukan nasibnya untuk 5 tahun kedepan. Pilkada memberikan sebuah dimensi demokrasi yang unik, nyentrik, dan penuh intrik. Politik apapun mulai dihembuskan, dan konon katanya menghalalkan segala cara adalah kemutlakan.

Ini bukan sebuah idiom semata, banyak sekali bukti yang menyokongnya, coba analisis kondisi disekitar anda baik dari publik atau lembaga yang berkopenten di bidangnya, dan selain itu mari kita lihat saat usai dilakukanya pemilukada, berapa ramainya gedung Mahkamah Konstitusi.

Tentunya hal ini menjadi lumrah ketika pilkada di haruskan untuk ekstra berpolitik, karena jabatan ini sangat penting untuk kemajuan rakyat, pribadi dan golongan. Tidak usah dipungkiri berapa Triliun uang yang dihamburkan untuk mendapatkan sebuah kemenangan, tentunya itu adalah salah satu cost politic yang sangat mahal di negeri ini. Hanya untuk jabatan yang gaji bulananya tidak lebih dari 100 juta rupiah. Duh rugi sekali kalau mau itung-hitungan. Jangan hanya lihat kesana, tapi lihatlah ketika jabatan 5 tahun dalam posisi raja daerah sangat memungkinkan mengembalkkan modal promosi dan jadi pejabat. Banyak pos-pos yang disiapkan untuk diperah dan semua proyek akan menjadi sebuah harga mati dalam memenuhi target pengeluaran yang dilakukan.

Hal diatas sudah sangat lumrah, belum lagi masyarakat seperti saya yang sudah mulai putus asa dengan segala kondisi yang ada, sebagian besar masyarakat apatis terhadap pemilu, karena pemilu dikategorikan dengan jual beli suara. Bukan salah masyaraakat menjadi apatis, karena pemimpin kita yang mulai dan yang mengajari, lantas kita masyrakat hanya menikmati permainan para pemimpin dan mengedepankan ego karena sosial kita bernilai dengan nominal.

Jadi seperti apaun model pilkada, kalau tidak ada perubahan secara mendarar tentang subtansi  dan nilai yang sesungguhnya itu untuk kesejahteraan rakyat dan kemajuan bangsa tidak akan ada pemimpin yang amanah dan mampu melayani masyarkat dengan baik.

Ahirnya, sebagus dan selengkap apapun peraturan kalau dalam dirinya tidak ada prinsip moral dan ketuhanan, maka akan tetap dilanggar, bukan lemah diperaturan tapi cacat di pikiran , hati, dan prilaku kita.

Salam democrazy

Labels: , | edit post
0 Responses

Post a Comment