PERADILAN ISLAM DI KERAJAAN-KERAJAAN ISLAM NUSANTARA

1.  Peradilan Agama Islam di Kerajaan Mataram
            Disini digambarkan peradilan pada masa sebelum islam yang mana masih bercorak hindu ditandai dengan dua bagian yaitu, 1. Perkara  yang menjadi urusan raja (pradata). 2. Perkara yang bukan urusan peradilan raja (padu). 
            Kemudian pada masa sultan agung mulai ada perubahan dan penanaman hukum islamdiperadilan pradata dengan jalan menempatkan orang yang berkompeten dibidang agama islam pada lembaga peradilan. Setelah dirasa siap kemudian sultan agung mengubah pradata menjadi pengadilan serambi dan bukan langsung dipimpin raja, melainkan dipimpin oleh ulama. Dinamakan serambi karena proses peradilanya dilaksanakan diserambi masjid agung. Tataran ketua di pengadilan ini adalah penghulu dan didampingi  para ulama, meskipun begitu masih dibawah tangan sultan. Peradilan serambi berfungsi sebagai dewan penasihat sultan dalam menjalankan kewajibanya, dan itu tidak pernah bertentangan dengan sultan.
2.  Peradilan islam di aceh
Paska ditakhlukanya kerajaan samudra pasai oleh portugis kerajaan itu dibawah pengaruh kerajaan aceh yang berpusat di aceh darussalam, yang dikenal dengan  ketegasanya yaitu sultan iskandar muda yang semangat menegakan panji-panji islam.
Di aceh sitem peradilan yang berdasarkan hukum islam menyatu dengan pengadilan negeri, yang mempunyai ada empat tingkatan disini, yang pertama adlah Keucik yaitu peradilan tingkat kampung,, yang berbobot ringan, sedangkan yang lebih berat yaitu oeloubalang, kemudian panglima sagi, dan yang terahir adalah di sultan, yang pelaksanaanya dilakukan oleh mahkamah agung yang anggotanya terdiri dari , malikul adil, O.K. sri paduka tuan, O.K. raja bandahara, dan faqih.
3.  Peradilan islam di priangan
Kerajaan yang dulunya kadipaten dan oleh syarif hidayatulloh ditingkatkan menjadi kerajaan dibawah kekuasaan mataram, dan kemudian mejadin independent. Dikerajaan cirebon ini terdapat tiga bentuk peradilan, yaitu pengadilan agama, yang mengurusi tentang hukuman badan dan hukuman mati.  peradilan digama, mengurusi tentang perekara perkawinan dan waris, dan sedangkan peradilan cilaga adlah mengurusi tentang perniagaan.
Dicirebon peradilan dilaksanakan oleh 7 orang menteri yang mewakili 3 sultan, yaitu sultan sepuh, sultan anom, dan panembahan cirebon.
4.  Peradilan Agama di banten
Banten adalah kerajaan yang paling ketat menjalankan hukum islam dan tanpa interfensi dari hukum adat maupun corak hindu-budha, dan qishas sudah benar-benar diterapkan.
Syaikh tertinggi bergelar kyai ali yang kemudian dikenal dengan istilah qodhi, yang pada mulanya dijabat oleh ulama dari makah, dan pada masa perkembanganya di jabat oleh bangsawan banten sendiri.
5.  Peradilan islam di Sulawesi
Dikerajaan ini terjadi asimilisasi budaya, akan tetapi hukum islam diterima setelah rajanya secara resmi menerima islam, dan kemudian dibentuklah parewa syara’, yang kedudukanya sama dengan parewa adat, yang sebelumnya sudah ada sebelum islam. Parewa syara’ dipimpin oleh kadi, yaitu pejabat tertinggi syariat islam yang ada dikerajaan. Dan dimasing-masing paleli dibantu oleh imam, serta dibantu oleh khateb, yang gajinya diambilkan dari zakat, dan sodakoh raja.
6.  Peradilan islam di palembang
Pengadilan dipalembang yang dipimpin oleh pangeran penghulu merupakan bagian dari struktur pemerintahan, disamping peradilan syah bandar, hukuman dijatuhkan pada hukum al-quran dan Al-hadist, dan pengadilan patih diputuskan berdasarkan hukum adat.
Kasultanan ini menganut tiga sistem peradilan pertama, pengadilan agama dipimpin oleh pangeran penghulu Nato Agamo, kedua pengadilan umum yang dipimpin oleh tumenggung karto negoro, dan yang ketiga adalah pengadilan adat yang dipimpin oleh pan geran adipati.
Ada 3 hal yang mempengaruhi perkembangan hukum islam diwilayah ini:
1.     Orang-orang arab yang mulai pertama datang dan menyebarkan ajarn agama islam didaerah ini.
2.     Semula hukum islam diterapkan pribadi antara penganut islam yang ada.
3.     Pasca runtuhnya majapahit agama islam semakin berkembang didearah ini.


Sumber : Alaidin Kotto, Sejarah Peradilan Islam  PT.Rajawali Press Jakarta
Labels: | edit post
0 Responses

Post a Comment